#8

70 2 0
                                    

Be a Famous

Rumor itu benar adanya. Semua yang dikatakan Zera tentang SMK Sight Light sungguh nyata. Sedikitpun tidak ada kebohongan didalamnya. Hanya anak-anak berotak pintarlah yang berhak menyandang gelar famous, pantas untuk dikenal dan terkenal. Bahkan tidak satupun dari mereka yang memandang tampang. Buat apa cantik ataupun ganteng tapi dia seorang dumb. Sight Light tidak butuh orang seperti itu, Sight Light butuh nilai sempurna.

Menjadi famous atau terkenal ternyata benar-benar menyenangkan. Setiap kalian jalan ada saja yang menyapa atau paling tidak orang-orang akan berbisik pelan tentang diri kalian, tentu saja yang mereka bicarakan adalah tentang betapa pintarnya kalian. Bukan betapa bodohnya kalian, memangnya siapa sih yang mau menjelek-jelekkan orang pintar.

Di awal menjadi seseorang yang terkenal begitu menyenangkan. Aku, Zera, dan teman-teman lain yang namanya telah dipanggil ke depan saat pembagian raport begitu menikmati ketenaran yang kami dapatkan. Kami seketika menjadi makhluk yang super sibuk. Ada banyak organisasi yang meminta kehadiran kami untuk bergabung menjadi salah satu bagian organisasi tersebut.

Tak sedikit juga para guru yang menjadi pembina ekskul menyuruh kami untuk mengikuti ekskul yang mereka pegang. Padahal, setahuku tidak semua ekskul butuh orang pintar, ekskul itu butuh orang yang memiliki skill dibidangnya. Tapi... begitulah SMK Sight Light. Bagi sekolah ini, orang yang lebih pintar tentu bisa menguasai segala hal.

Namun, dibalik semua ketenaran yang aku rasakan. Ada satu hal yang semakin lama semakin menghilang dariku. Sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Sesuatu yang menyesakkan dada. Terkadang, ditengah kesibukanku latihan untuk lomba cerdas cermat atau saat aku sibuk menyelesaikan tugas untuk membuat neraca saldo dalam pelajaran APJ (akuntansi perusahaan jasa), rasa itu datang. Dan sakitnya tak tertahankan. Seperti ada sesuatu yang menggumpal di dada, begitu sesak sampai-sampai aku ingin menangis rasanya. Tapi selalu ku tahan. Karena tidak ada alasan untukku menangis, dan aku tidak akan menangis karena hal sepele.

***

" Kamu lagi nggak sibuk kan nak?" tanya bu Viola suatu hari saat aku baru saja keluar dari perpustakaan untuk berlatih lomba cerdas cermat. Seluruh murid-murid di Sight Light kebanyakan sudah pulang, hanya beberapa murid yang masih memiliki keperluan seperti ekskul atau rapat organisasi saja yang masih berada di sekolah. Karena ini adalah hari sabtu, maka hari ini sangat cocok untuk dijadikan hari berlangsungnya berbagai kegiatan diluar jam formal. Zera sendiri sudah pulang saat bel berbunyi sedari tadi. Dia dan teman-teman yang mengikuti kuis Ki Hajar akan berlatih di sebuah taman kota untuk mencari suasana baru agar tidak jenuh. Aku sendiri dan kedua temanku yang dipilih untuk mengikuti lomba cerdas cermat tetap keukuh memilih perpustakaan sebagai base camp besar kami.

" Memangnya kenapa bu?"

" Ikut ibu sebentar yuk!" sebelum menunggu jawaban dariku bu Viola segera menarik tanganku untuk mengikutinya.

Kami berjalan menyusuri beberapa lorong sekolah. Aku sangat hafal jalanan ini. Meskipun hanya sekali aku melewati jalan ini, tapi otakku bisa merekam dengan jelas jejak langkahku saat itu. Kami menuju Sport Hall.

Entah ada urusan apa bu Viola dengan Sport Hall. Tapi yang jelas, aku sendiri tidak pernah punya urusan sedikitpun tentang Sport Hall. Saat masuk, sudah ada beberapa murid yang sedang berlatih di sana. Ada anak murid perempuan yang sedang latihan cheerleader dan beberapa anak laki-laki sedang latihan basket.

" Begini Lexa, sebentar lagi sekolah kita akan mengadakan lomba basket antar sekolah. Nah, selain lomba basket, para cheerleader yang tampil untuk memberi semangat kepada tim basket juga akan dinilai penampilannya. Dan... ibu harap kamu akan bergabung."

Smart vs DumbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang