#1

406 14 1
                                    

Awalnya bermula dari...

Cuaca begitu tidak bersahabat siang ini. Terik yang sangat menyengat sungguh mengganggu penglihatanku. Berkali-kali aku harus menyipitkan mata hanya untuk melihat objek yang berada di hadapanku. Hari itu, aku harus pulang lebih lama dari jam yang seharusnya karena aku harus membantu Bu Mila, guru yang merupakan kajur atau kepala jurusan pada bidang jurusan yang ku ambil di SMK Sight Light. Aku dan sahabat baikku, Zahra atau yang sering kupanggil Zera – harus membantu Bu Mila dalam menyusun raport kakak kelas yang dalam beberapa hari ke depan akan mengadakan pengambilan raport ujian akhir semester ganjil.

Tak ku sangka ada beratus-ratus raport kelas dua belas dan kelas sebelas dalam satu jurusan yang harus ku isi. Bagaimana dengan raport kelas sepuluh? Tentu saja orang lain yang akan mengerjakan tugas tersebut. Tidak mugkin kami yang masih kelas sepuluh diberi keperayaan menyusun raport angkatan kami juga.

" Hati-hati Zer," ucapku sambil melambai-lambaikan tangan yang menandakan kami harus berpisah saat ini. Rumahku dan rumah Zera berbeda jalur dan arah. Zera selalu membawa motornya ke sekolah karena dia sudah cukup piawai dalam mengendarainya. Berbeda denganku yang masih takut pada mesin beroda dua itu. Walhasil, aku harus minta dijemput oleh mama ku yang selalu berbaik hati menjemput anak manjanya yang sudah SMK ini. Pernah beberapa kali Zera menawarkan diri untuk menawarkan tumpangannya agar aku tidak melulu minta dijemput. Tapi aku selalu menolak karena merasa tidak enak. Rumah Zera dan aku berbeda arah, tidak enakkan rasanya jika harus membuat Zera bolak-balik hanya untuk mengantarku saja. Aku sadar, harusnya aku tidak perlu merasa tidak enak pada Zera karena dia itu sahabatku sendiri. Tapi apalah daya, aku memang tetap terperangkap rasa tidak enak itu.

" Sorry bang, saya gak ada maksud..." aku menghentikan langkahku serta gerakan tanganku yang sedang mencari contact mama pada ponselku. Ku arahkan pandangan pada area parkir motor yang terlampau sepi karena memang ini sudah bukan jamnya sekolah lagi.

Di sana, di ujung parkiran, ada seorang laki-laki yang kurasa abang kelas sedang mengangkat kerah baju laki-laki satunya yang terlihat tidak berdaya dan tidak kutahu kelas berapa dia. Wah, apakah mereka berkelahi? Ini tidak bisa kubiarkan. Bukan kebiasaanku sebenarnya ikut campur dalam masalah orang lain yang tidak ada hubungannya denganku apalagi sok-sok menjadi pahlawan kesiangan bagi seseorang. Biasanya yang selalu bertindak dan tampil berani adalah Zera, sahabatku. Tapi kini aku sendiri? Pantaskah kutinggalkan laki-laki tak berdaya yang sednag ditindas seseorang yang merasa dirinya memiliki kuasa atas segalanya. Aku tidak seberani Zera, tapi akan ku coba. Kejahatan ada bukan karena banyaknya penjahat, melainkan karena banyaknya orang baik yang membiarkan kejahatan itu merajalela.

Aku melangkah dengan pelan serta hati-hati dengan secuil ketakutan serta banyak kegentaran. Aku Alexa, murid perempuan jurusan Perbankan di SMK Sight Light kelas sepuluh. Dengan wajah kucel yang menyiratkan keletihan yang berarti serta seragam yang sudah mulai kumal karena peluh yang tak berkesudahan. Rok pendek di atas lutut, seragam lengan pendek yang terkeluar dari rok, juga dengan rambut yang lumayan acak-acakan.

" Argghhh..." laki-laki itu dihempaskan oleh laki-laki yang merasa berkuasa atas dirinya. Ugh, sungguh jagoan yang salah tempat.

" Tunggu!" seruku saat berada tepat di antara kedua laki-laki yang sama sekali tidak punya urusan denganku. Sambil merentangkan kedua tangan, aku tidak bermaksud sama sekali untuk menjadi malaikat penolong.

Laki-laki itu menghentikan tinjunya, tepat di depan wajahku yang membuat lututku bergetar hebat. Tapi ku tepis rasa gugup itu, ku paksakan mataku menatap matanya yang hitam kelam dan tajam. Ku tegakkan kepala, ku bulatkan tekad untuk menghadapi penjahat. Dia menurunkan tinjunya, membuang muka.

" Minggirlah! Ini bukan tempatmu yang seharusnya. Gue akan segera menyelesaikan urusan gue dengan bocah tengik ini." Apa tadi dia baru saja memerintahku? Huh, memangnya siapa dia yang bisa menyuruhku pergi begitu saja. Bukan hal mudah bagiku untuk bisa berdiri di hadapannya, melawan kejahatannya. Tidak akan aku pergi begitu saja.

" Kalau aku nggak mau, kamu mau apa?" tanyaku menantang. Bukan menantang dirinya, tapi manantang mautku sendiri tepatnya.

Dia memandangku. Dengan tatapan mata hitamnya yang menusuk dan tajam. Tapi setelah itu sebuah senyum tersungging di bibirnya. Bukan senyum ketulusan melainkan senyum meremehkan. Satu langkah, dua langkah, sampai langkah ketiga ujung sepatunya dan ujung sepatuku bertemu. Begitu dekat, membuat nyaliku semakin ciut saja. Aku menelan ludah, memandang datar ke depan, ke arah apa lagi kalau bukan dada bidang yang dilapisi seragam putih SMK Sight Light. Tidak berani aku hanya sekedar untuk mendongak, menantang tatapan mautnya dan senyum meremehkannya.

Aku masih berdiri tegak dengan tangan masih merentang seperti tadi. Tidak berubah. Tinggiku hanya seleher laki-laki jahat itu saja, aku tak sanggup lagi berdiri untuk menantangnya, untuk menolong laki-laki malang yang menjadi korban kekerasannya. Dia mencondongkan badannya, untuk apa? Kami sudah cukup dekat dan dia masih menginginkan hal yang lebih dari ini. Bibirnya diletakkannya tepat di samping telingaku, dia sedikit bernafas yang membuatku sedikit bergidik ngeri sekaligus geli sebelum akhirnya aksi dramatis ini berakhir dengan sebuah bisikan.

" Gara-gara lo, gue harus kehilangan makanan gue hari ini." Setelah itu dia memundurkan badannya, membuat banyak tanda tanya besar di kepalaku. Satu jari telunjuknya di letakkan di atas daguku dan diangkatnya daguku agar mengahdap pada wajah devilnya itu.

" Hm, mungkin lo bersedia menggantikannya... untuk menjadi makanan gue?" tunggu, tadi dia bilang apa? Makanan? Apa aku nggak salah dengar. Memangnya dia kanibal atau... psi-ko-pat??? Iya. Itu adalah tebakan yang paling benar. Haduhhh bagaimana ini, aku memang sering membaca novel-novel tentang psikopat karena aku memang sangat menyukainya. Tapi aku tidak menyangka bahwa akan bertemu dengan psikopat itu secepat ini dan ... ini benar-benar nyata!!!

Dia pergi. Fiuh, mungkin dia bosan denganku karena sedari tadi tidak satupun dari kalimatnya yang kunjung kujawab. Oh Tuhannnn, syukurlah.

" Kamu nggak pa-pa kan?" aku berbalik badan, ingin mengetahui kondisi laki-laki yang tadi "telah kuselamatkan".

" Lho?!?!" aku terheran-heran dengan keadaan yang sangat sepi ini. Harusnya kan laki-laki tadi ada di belakangku, lalu kenapa sekarang yang tersisa hanya sepotong tanah datar dan tembok saja? Jangan bilang kalau dia kabur sewaktu aku menghadapi maut tadi. Ufht! Sialan, dasar laki-laki tidak tahu terima kasih. Pantas saja laki-laki senior tadi menyuruhku untuk menggantikan posisinya, ternyata dia sudah kabur semenjak tadi dan aku tidak menyadarinya sama sekali. Percuma saja kalau begitu aku belagak sok pahlawan sedari tadi. Menyebalkan.

Hai hai hai... ini adlah chap 1 dari Smart vs Dumb.

Sorry for typo, and happy reading readersss...

Smart vs DumbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang