chapter 1

8.7K 649 14
                                    

Jungkook tersadar dari tidurnya, matanya masih menutup. Ia menguap. Rasa kantuk yang begitu besar tak mampu membuatnya tersadar sepenuhnya. Ia menggeser tubuhnya mencari posisi yang nyaman untuk melanjutkan tidurnya kembali. Ini hari libur, Ia tak perlu bangun pagi untuk sekedar mengejar waktu keberangkatan bus ke sekolahnya. Hari ini Ia benar-benar bebas, bebas dari rasa khawatir akan ketinggalan bus, bebas dari tekanan belajar yang selama beberapa minggu ini terasa mencekiknya. Maklum, Jungkook sudah masuk di kelas tiga SMA, masa-masa terberatnya di sekolah, masa-masa Ia harus lebih memprioritaskan waktu belajar ketimbang waktu untuk berkumpul bersama teman-temannya.

Pemuda bersurai coklat gelap itu makin membenamkan sebelah wajahnya di atas bantal. Membiarkan sebelah wajahnya lagi menikmati kebebasan dan menerima sentuhan hangat sang mentari. Ia tak benar-benar bisa terlelap, tidak lagi. Telinganya sudah terlanjur terusik oleh suara gaduh dari luar. Suara itu, seperti sebuah pesta yang diciptakan oleh para tukang konstruksi. Memalu, menggergaji, tertawa dan saling bercakap-cakap, dan yang lebih menyebalkan, suara mesin itu. Ya, suara mesin itu sungguh mengganggu kedamaian telinganya.

"Sialan." umpatnya kesal. Ia melempar selimutnya dengan kasar.

Mau tak mau, walau enggan akhirnya Ia bangun. Matanya masih berat dan bahkan hanya terbuka seperempat bagian. Ia berjalan keluar, masih mengenakan piyama bermotif garis kotak-kotak berwarna biru dongker. Matanya menyipit menghindari cahaya. Ia berjalan menuju dapur.

"Apa yang dilakukan para pekerja di luar, berisik sekali." kata Jungkook sambil menutup pintu lemari es lalu menegak sebotol air mineral.

"Oh, Jungkook-ah. Anak tampan Eomma sudah bangun." Sapa seorang wanita yang diperkirakan umurnya sekitar 40 tahunan. Wanita itu masih sibuk dengan panci masaknya. "Mereka sedang memperbaiki gudang di atap rumah Kita. Sekalian menambah satu ruang kamar mandi disana." Tambah wanita itu. Kali ini Ia berbicara sambil memandang Jungkook.

"Kamar mandi?" Jungkook mengernyitkan keningnya. "Untuk apa? Kita tidak kekurangan kamar mandi."

Wanita pemilik nama Lee Il Hwa itu tersenyum hangat, meski umurnya terbilang sudah cukup tua, tapi wajahnya masih terlihat muda dan cantik. Ia kemudian bercerita, "Bukan untuk Kita sayang. Beberapa hari lagi, Anak dari teman Appa-mu yang dari Daegu akan pindah kesini. Karena hanya Appa-mu satu-satunya orang yang Ia kenal di Seoul, makanya temannya itu menitipkan anaknya disini."

"Lalu, kenapa Eomma memberikan tempat bekas gudang itu? bukankah Kita masih memilik satu kamar kosong." Tanya Jungkook penasaran.

"Itu permintaan dari teman Appa-mu. Katanya anaknya akan sangat canggung bila berada serumah dengan Kita. Eomma juga tak keberatan kalau itu memang membuatnya nyaman. Lagi pula gudang di atap sudah lama tak terpakai. Kita hanya perlu menyulapnya sedikit hingga menghasilkan hunian yang cukup nyaman."

Jungkook mengangguk mengerti.

"Astaga, Sup taugeku." Pekik Mrs.Jeon panik, dengan cepat Ia mengangkat panci dari kompor.

***

Jungkook memandang ngeri pada selembar kertas yang tergeletak di atas mejanya. Matematika lagi. oh astaga Ia benar-benar jenuh karena selama beberapa minggu terakhir Ia harus berkutat dengan rumus sialan itu. Untuk kesekian kalinya perutnya terasa mual.

"Kalian kerjakan soal latihan itu, satu jam lagi Bapak akan kembali dan memeriksa jawaban Kalian. Satu lagi, Itu soal essay, jadi Bapak tidak hanya menilai hasil akhir namun juga mempertimbangkan proses pengerjaannya." Kata Mr.Jeon dan berlalu meninggalkan kelas.

"Sial." umpat Jungkook, Ia membalikan kertas lalu merobohkan kepala di atasnya.

"Mr.Jeon benar-benar yang terbaik." bisik seorang pemuda bermata besar yang duduk di sebelah Jungkook dengan nada mengejek.

"Diamlah. Kau mengganggu waktu tidurku." Sahut Jungkook dengan suara lemah.

"Bukan begitu. Aku heran kenapa si Tua Jeon itu selalu mencekoki Kita dengan soal beberapa minggu ini. Ah menyebalkan. Andai dunia ini tidak ada yang namanya matematika hidupku pasti lebih tenang." Bibir tebal pemuda itu terus bersuara.

"Berisik. Kerjakan saja soal itu sebelum si Tua Jeon kembali lagi."

"Dan Kau?"

"Aku 'kan bisa melihat jawabanmu. Lagi pula, Bambam. Otakmu lebih encer dari otakku." Jungkook bangun lalu menyeringai pada pemuda berbibir tebal yang diketahui bernama Bambam itu.

"Tidak. Tidak akan. Kali ini Kau harus berusaha sendiri. Bukankah Kau ingin masuk di universitas S. Tekadmu lemah sekali. Setidaknya berusahalah mengerjakan salah satu soal ini." gerutu Bambam

"Baiklah, Aku juga tak akan memberikanmu informasi mengenai Yugyeom lagi." ancam Jungkook membuat Bambam mau tak mau melemahkan pertahanannya

"Jangan, jangan begitu Chingu-ah. Hehe baiklah nanti Kau boleh melihat jawabanku. Sebanyak yang Kau mau."

"Oke." Balas Jungkook sambil memutar bola matanya. Ia pun tertidur kembali.

"Brengsek, mentang-mentang sudah berteman dengan Yugyeom sejak kecil. Berani sekali mengancamku." Gumam Bambam. Matanya melotot dan tangannya meremas pensil dengan kesal.

"Aku mendengarmu." Jungkook bersuara

"Ah, tidak kok." Bambam tersenyum garing.

"Kerjakan saja soalnya jangan banyak bicara. Sebagai bocoran, Yugyeom sangat membenci orang yang cerewet. Sudah ya, Aku tidur."

Bambam hanya mengerucutkan bibirnya dan kembali mengerjakan soal.



TBC

Ini chapter satu seperti yang Author janjikan.

errr,, ceritanya garing ya... maaf ya,

tapi semoga kalian terhibur.

masih ada chapter selanjutnya..

jangan cepat bosan ya.. Author berusaha keras agar ceritanya nggak garing lagi. seperti basa kalau suka Vote dan komen ya.

cerita apa yang kalian rasakan dari cerita ini, Author akan belajar dari cerita kalian. terimakasih

My Perfect TutorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang