Bab 5 — Feel
“Gue juga nggak habis pikir kenapa kita bisa ketemu di sini dan yang lebih waw lagi kita bahkan satu kelas. Akhirnya gue tau juga nama lo, Shilla.” Ucap Gabriel sambil berjalan bersisian dengan Shilla menuju kelas mereka. Shilla tersenyum menanggapi ucapan pria di sampingnya. Dia bahkan mendadak ingat dengan pertemuannya di taman waktu lalu dengan laki-laki tersebut. Saat laki-laki itu mengulurkan tangannya untuk berkenalan, dan Shilla malah mengacuhkannya begitu saja.
Di depan mereka, berjalan Rio dan Ify yang kini malah memisahkan diri. Tidak lagi saling merangkul mesra seperti yang terjadi beberapa menit yang lalu sebelum Shilla datang dan “merusak” semua yang telah tercipta secara alami diantara mereka berdua. Mereka berjalan dengan jarak yang membentang di tengah-tengah mereka. Membuat udara dan angin dingin merambat, membelai kulit Ify yang terselimut jaket rajut miliknya.
“Lo kenal sama Rio, Shil?” Tanya Gabriel setelah jeda beberapa detik. Kontan itu membuat langkah Ify kaku bagaikan robot dan pias menjadi warna wajah Ify. Sedangkan Rio mendadak tubuhnya terasa dingin, tidak jauh pula dengan Ify, gerakan kakinya mendadak terpaku dan sulit untuk digerakan. Bukan. Bukan hanya sekedar gerakan kakinya, tetapi juga tubuhnya. Kepalanya sulit untuk digerakkan bahkan untuk sekedar menoleh.
“Iya kenal. Rio ini teman sekaligus pa—“ Ucapan Shilla terpotong dengan suara Ify yang cukup keras mengintrupsi apa yang ingin terlontar dari mulut Shilla kala itu. “Gue duluan ya, Shil, Iel.” Potong Ify cepat, berlalu tanpa lagi menoleh dan meninggalkan Rio yang menatap kepergian gadisnya dengan tatapan lesu.
“Ify kenapa, Yo?” Tanya Gabriel yang sudah berada di samping Rio, menepuk halus pundak sahabatnya itu.
“Mungkin kebelet buang air, Iel.” Kata Rio berusaha untuk tertawa, menutupi segala kegugupannya berhadapan dengan Shilla. “Kalau gitu, gue duluan ya, Iel, Shil.” Ujar Rio, sedetik kemudian laki-laki itu mulai menganyunkan kakinya, meninggalkan tempat itu dan tanpa menoleh lagi. Seperti apa yang Ify lakukan beberapa menit yang lalu.
—oOo—
Keadaan gaduh menjadi irama dalam kelas 11 IPA 2 yang tidak ada guru. Beberapa siswa ada yang sedang berlari memperebutkan buku bersampul bungkus kado berwarna cokelat yang akhirnya diketahui sebagai buku harian milik Dea. Ada yang tengah mengobrol—menggosipkan berita artis yang sedang booming, mendengarkan music dari mp3 handphone dan adapula yang tengah bergalau ria sambil menelungkupkan kepalanya di atas meja kayu berwarna cokelat.
“Ag… lo kenal sama cowok-cowok yang di belakang sana?” Tunjuk Shilla sambil membalikkan tubuhnya menghadap ke belakang setelah sebelumnya Agni juga mengikuti apa yang Shilla lakukan.
“Kenal Shil. Kenapa?” jawab Agni setelah sebelumnya kembali keposisi awal, menghadap ke depan. “Via, Ify… hey lo kenapa sih berdua? Kok kompakan begitu gayanya?” tanya Agni sambil menatap kedua sahabatnya yang kini saling merebahkan kepalanya di atas meja. Dengan wajah Ify menghadap ke kanan dan wajah Via menghadap ke kiri, kontan membuat mereka berdua saling berhadapan satu sama lain. Namun, tidak ada satu katapun yang mereka keluarkan sejak posisi mereka saling bertatapan seperti itu.
Tubuh mereka berdua memang berada di dalam kelas yang gaduh saat itu. Namun, jiwa mereka melayang ntah kemana. Menapaki sebuah dimensi yang menjadi dunia mereka saat ini. Dimensi di mana tidak ada satupun orang yang mampu memasukinya selain pikiran dan khayalan mereka berdua.
Agni mendengus kala seruannya tidak digubris oleh kedua sahabatnya itu. Yang jelas, Agni mulai merasakan sebuah perubahan kepada Ify saat gadis yang duduk di sampingnya itu datang dan menjadi salah satu teman sekelas mereka dan perubahan Sivia sendiri dapat Agni rasakan saat gadis berpipi cubby itu keluar dari UKS saat Ify pingsan kala itu.