Bab 9 - Broken

727 19 0
                                    

Bab 9 — Broken

“Ayah?!” Pekik Shilla saat dirinya menapaki undakan tangga pada pintu masuk rumahnya. Di sana, di ruang tamu yang memang berada tepat dekat pintu masuk, dia dapat melihat ayah tercintanya tengah menikmati secangkir kopi hitam kesukaanya.

Dengan terburu, Shilla melepas sepatu hitam bertalinya dan melempar sembarang sepatunya itu ke arah pojok ruangan yang menjadi tempat sebuah rak penyimpanan rak sepatu dan sandal.

“Ayah kapan sampai?” Tanyanya saat dirinya sudah berada di dalam pelukan sang Ayah. “Shilla kangen banget sama Ayah.” Rajuk Shilla masih dalam dekapan sang Ayah. Semakin merengkuh erat tubuh besar dalam pelukannya.

“Papa nggak mau kamu peluk, Shil?” Ucap lelaki paruh baya yang baru saja keluar dari ruang tengah rumah Shilla.

“Nanti aja,” sungut Shilla manja semakin mengeratkan pelukannya kepada laki-laki paruh baya yang dipanggilnya Ayah tersebut. “Kalau Papa kan tiap hari ketemunya. Kalau sama Ayah paling cepet ya seminggu sekali.” Sambung Shilla. Kemudian menghempaskan tubuhnya di samping sang Ayah yang juga duduk pada sofa panjang ukuran untuk dua orang. Di sampingnya Papa juga telah duduk manis pada sofa yang hanya muat untuk satu orang sambi bersender pada sandaran sofa yang begitu empuk.

“Selalu kayak gitu.” Gumam Papa Shilla sambil menyesap sedikit cairan kental berwarna hitam tersebut.

“Kamu nggak pernah berubah, Shil. Kalau Ayahmu sudah pulang, orang pertama yang kamu peluk pasti beliau. Ini Papa-mu kasihan lho.” Ujar Mama sambil membawa nampan yang di atasnya berisi satu gelas cokelat panas, kopi susu dan teh manis hangat beserta sedikit camilan yang berada di dalam satu topeles kecil.

“Biarin aja Mah. Kalau Papa kan tinggal di sini, tiap hari ketemu, manjain Shilla. Kalau Ayah jarang-jarang aku ketemunya. Wajar dong kalau aku kangen sama Ayah kandung aku.” Sungut Shilla manja, namun dirinya sudah berpindah tempat dan duduk di atas sanggahan sofa yang diduduki oleh Papa. Sambil bergelayut manja, Shilla mengecup pipi sebelah kanan sang Papa. “Nggak apa-apa kan, Pah?”

Papa mengangguk, kembali membalas kecupan Shilla di pipi kiri sang anak. “Buat kamu apa sih yang nggak Papa kasih?”

“Papa itu Papa paling the best buat aku, deh.” Ucapnya kembali memeluk sang Papa. Di sana, sang Ayah dan Maria—Mama Shilla—tersenyum melihat kekompakan antara shilla dengan sang Papa sekaligus suami keduanya. Tidak sedikitpun terpikir olehnya kalau semua akan seperti ini. Anaknya akan memiliki dua orang Ayah sekaligus yang begitu menyayanginya. Ditambah pula dengan kompaknya sang suami dengan mantan suaminya terdahulu. Mau berlapang dada menerima bahkan berbagi kasih sayang untuk Shilla, sekalipun Shilla bukan anak kandungnya.

“Maria, aku harus pulang.” Tiba-tiba sebuah suara baritone dari samping membuat Maria menoleh.

“Ayah mau pulang?” Tanya Shilla dalam posisi menyender pada sang Papa.

“Iya sayang. Ayah harus pulang. Adik kamu di rumah udah nunggu Ayah.”

“Yah, Ayah… jangan pulang dulu deh. Kita makan malam bersama di sini. Iya ngga, Pah?” Shilla meminta dukungan kepada Herza sang Papa yang diamini oleh beliau.

“Makan malam di sini saja, Fik.” Kini giliran Herza yang meminta. Sedangkan Shilla tersenyum menang saat melihat raut ragu dari wajah sang Ayah yang bernama Fikri.

“Ayah nggak kangen sama aku?” Tanya Shilla sambil menampilkan wajah sendu.

Mendapat suguhan wajah sendu dari anak gadisnya, membuat Fikri tidak kuasa untuk menolak jamuan makan malam dari keluarga tersebut. Jangan ditanya seberapa besar dan dalamnya rasa rindu itu menggerogoti jiwanya saat matanya tidak mampu melihat dan mengawasi anak gadisnya tubuh berkembang hingga tumbuh menjadi gadis yang begitu ayu dan cantik. Jangan ditanya bagaimana rasa sesak itu menggelayuti rongga pernapasannya, saat dirinya tidak berada dalam satu tempat untuk menghirup oksigen bersama anaknya.

Stay Close (Ketika Cinta kembali Memilih)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang