Bab 6. Nicholas Dougherty

844 185 59
                                    


Brianna mengeluarkan surat di dalam amplop tersebut yang terbuat dari perkamen tebal. Dengan tangan bergetar, ia membuka lipatan surat tersebut dan menemukan tulisan yang ditulis dengan rapi di atasnya.

SEKOLAH SIHIR HOGWARTS

Ms Ashton yang baik,

Dengan gembira kami mengabarkan bahwa kami menyediakan tempat untuk Anda di Sekolah Sihir Hogwarts. Terlampir daftar semua buku dan peralatan yang dibutuhkan.

Tahun ajaran baru akan dimulai tanggal 1 September 2003. Kami menunggu burung hantu Anda paling lambat tanggal 31 Juli 2003.

Salam hangat,
Lucellia Cavelard
Wakil Kepala Sekolah

Bukan Minerva McGonagall yang menjabat sebagai wakil kepala sekolah. Tapi tetap saja, ini adalah sekolah sihir Hogwarts. Surat dari Hogwarts! Untuknya!

"Ada apa?" tanya Jeanine ketika menyadari keanehan pada tingkah putrinya.

"Kenapa kau menyembunyikan ini dariku?" Brianna balas bertanya sambil mengangkat surat itu di depan ibunya. Suaranya terdengar lemah dan bergetar, masih tidak mempercayai keberadaan surat yang berada di tangannya itu.

"Apa yang kau maksud?" Jeanine menghampiri putrinya dengan raut wajah kebingungan.

"Surat dari Hogwarts, untukku!" Brianna berusaha untuk tidak melengkingkan suaranya. Atau berteriak histeris.

Ibunya menatap Brianna dengan cemas. "Kupikir itu hanya hadiah souvenir biasa yang kau dapat dari majalah Harry Potter langgananmu."

Brianna yakin kalau ini bukan sekedar souvenir biasa, apalagi semenjak ia tahu kalau Hogwarts itu benar-benar ada. Tidak ada sedikit bagian pun dalam surat itu yang menunjukkan identitas perusahaan atau majalah yang memproduksinya. Dan mereka memakai nama baru alih-alih Profesor McGonagall.

Tentu saja, Jeanine tidak tahu kalau dunia penyihir semacam itu memang ada, jadi ia tidak mengerti kalau surat itu bisa menjadi sangat berarti. Brianna juga tidak bisa menyalahkan ibunya karena tidak pernah mengungkit atau memberikan surat ini padanya selama tujuh tahun. Tujuh tahun yang telah ia lewatkan dengan sia-sia tanpa tahu sama sekali kalau ia adalah penyihir.

"Bri," panggil Jeanine lembut. "Kita tahu kalau saat itu kita sedang tidak dalam kondisi yang bagus, mengingat ayahmu telah..." ia tidak melanjutkan kata-katanya lagi, hingga Brianna mulai merasa bersalah. "Jadi Mum lupa memberitahumu, dan benda itu mulai terlupakan. Kupikir ini bukan masalah besar, kan?"

"Mum, ternyata aku ini penyihir," ucap Brianna. Ia tidak tahu pasti apa yang ia rasakan sekarang. Entah bingung, tidak percaya, gembira, frustrasi, atau gabungan dari semua itu.

Jeanine tampak seolah berharap kalau ia menjadi bisu dan tuli sementara agar ia bisa menghindar untuk menanggapi pernyataan putrinya yang tidak masuk akal. Ia baru saja ingin membuka suara ketika Matt menyelanya.

"Oh? Kalau begitu keponakanku juga. Karena ia juga mendapat surat itu, lewat pos. Dan tebak, tidak ada Hagrid yang menjemputnya. Apa Hagrid juga lupa menjemputmu?" sindir Matt sambil sibuk memasang pohon Natal yang sudah mulai setengah jadi.

Hati Brianna mencelus ketika mendengar perkataan Matt yang meruntuhkan sebagian harapannya. Tidak seperti ayahnya dulu, Matt tidak menyukai ketertarikan Brianna terhadap dunia Harry Potter yang ia anggap bodoh.

Bewitched (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang