Bab 13. Revorus Dissentum

661 128 30
                                    

  ~○●♢●○~  

Sebuah kartu kecil berbentuk segi lima terselip di antara telapak tangannya dan bagian bawah pegangan sangkar. Tanpa menghiraukan ejekannya barusan, Brianna menyambut kedua benda itu dengan semangat, membiarkan Nicholas berjalan lebih dulu sementara ia mengangkat kartu itu untuk melihat lebih jelas foto seorang wanita berambut pirang dengan jubah penyihir yang sedang tersenyum anggun padanya, sebelum kemudian melangkah pergi dari kotak foto.

Itu adalah gambar J. K. Rowling.

  ~○●♢●○~  

Hari sudah menjelang sore ketika mereka tiba di pemukiman Revorlaud Hill. Tumpukan salju lebih tipis dibanding ketika di hutan tadi. Tapi biarpun begitu, Brianna tetap mengeratkan mantelnya dengan sebelah tangan, berusaha tidak menggigil terlalu keras sambil menahan lapar akibat belum makan siang---kecuali jika ia bisa menyebut coklat kodok tadi sebagai makan siang.

Beberapa orang berpakaian tebal berlalu lalang, sesekali melotot pada Brianna dan Nicholas penuh curiga. Kentara sekali penduduk Revorlaud Hill tidak ramah pada pendatang baru.

Berusaha mengabaikan tatapan tidak bersahabat dari mereka, Brianna menapakkan sepatu botsnya lebih cepat, menyamai langkah Nicholas yang lebar. Kepalanya menoleh ke tepi jalan, memerhatikan salju yang menumpuk pada deretan atap curam tinggi rumah-rumah kayu. Beberapa orang memasang hiasan natal pada pintu mereka--tapi tidak ada mengeluarkan suara atau nyanyian. Satu-satunya hal teraneh yang ia lihat hanya pohon cemara setinggi atap di salah satu pekarangan luas sebuah rumah. Bukan hanya karena bola-bola yang berubah warna setiap satu detik yang digantung di pohon itu, tapi batang pohon tersebut berayun kuat dengan pola-pola tertentu bagai menari, padahal Brianna bersumpah tidak banyak angin yang sedang berhembus.

Sesosok makhluk mengintip dari balik pohon natal raksasa, nyaris tidak Brianna sadari karena ukurannya yang begitu kecil dibanding pohon tersebut, jika kilauan bola-bola natal tidak memantul di kedua mata hijaunya yang nyaris seukuran hiasan itu. Makhluk mini itu menjatuhkan sekop saljunya dengan terkejut ketika mata mereka bertemu, kemudian menenggelamkan kepalanya sendiri ke dalam pakaian karung sederhananya, membiarkan kedua telinga lebarnya terlipat ke atas dan menyembul sedikit melalui lubang kepala kain kumal itu.

"Peri rumah!" seru Brianna, terkesiap. "Bukankah ini desa muggle?"

"Dissentum," Nicholas memutar bola mata, tapi Brianna tahu itu tidak ditujukan kepadanya. "Tidak heran. Penyihir yang tinggal di sini tidak pernah mau repot-repot menyembunyikan identitas mereka. Oleh karena itulah desa ini terkenal berhantu. Banyak hal-hal aneh yang terjadi di sini--bagi para muggle. Apalagi dengan keberadaan dementor-dementor liar."

Mereka sampai di depan bangunan kayu bertingkat dua, dengan sebuah papan yang terlihat seperti dipatahkan secara paksa ditempel di depan jendela berbentuk lingkaran di lantai dua. Brianna mendongak untuk membaca tulisan di papan yang sebagian tertutup salju tersebut.

"'Revorus Dissentum'?"

"Mantra untuk memanggil sesama Dissentum," gumam Nicholas di sampingnya. "Yeah, pemilik bar ini jelas salah satunya." Kemudian Nicholas berjalan memasuki bar, diikuti Brianna.

Bagian dalam bar jauh lebih luas dari kelihatannya. Puluhan drum kayu besar disusun di ruangan sebagai meja, dikelilingi oleh drum-drum yang lebih kecil sebagai dudukan. Lantai kayu sedikit berderak setiap mereka melangkah, membuat Brianna teringat dengan sampan tua yang pernah ia naiki bersama ayahnya dulu. Brianna melangkah lebih pelan, sedikit terhuyung di setiap bunyi derakan, rasanya seperti ada gelombang di bawah kakinya, membuat gadis itu mengira-ngira apakah ada lautan tersembunyi di balik lantai kayu yang ia pijak.

Bewitched (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang