Bab 8. Persiapan

764 175 28
                                    

Brianna hampir tidak bisa tidur malam itu. Ia terus membolak-balikkan tubuhnya di atas tempat tidur dengan perasaan yang bercampur aduk antara gelisah, takut, dan antusias. Brianna tahu tidak sepantasnya ia merasakan hal terakhir itu, tapi gadis itu tidak bisa melenyapkan bayangan dirinya yang menggenggam tongkat sihir--bukan tongkat sihir palsu yang ia koleksi di kamarnya, tapi tongkat sihir asli.

Sore tadi, ia hampir tidak mempercayai perkataan Nicholas. 

"Maksudmu, aku akan membeli tongkat sihir?" Brianna mendekati Nicholas dengan tak yakin, mengira kalau mungkin saja ia telah salah dengar.

"Kalau tidak, memangnya kau akan bertarung dengan pedang?" Nicholas melepas mantel, lalu melemparnya ke atas sofa sebelum mantel itu terlempar kembali dengan sendirinya. 

"Ini hanya bau cat," gerutu Nicholas ketika ia menangkap mantel itu tepat sebelum mengenai wajahnya, lalu mengendusnya sedikit tanpa mengernyit sedikit pun.

"Kau bilang sudah terlambat," kata Brianna, tidak menghiraukan insiden mantel itu. Ia berusaha mengontrol suaranya agar tetap tenang. "Aku telah melewatkan surat Hogwarts bertahun-tahun lalu."

"Memang sudah terlambat jika kau ingin bersekolah di Hogwarts. Tapi kau tetap penyihir. Kekuatan sihir mengalir dalam darahmu. Kau berhak memiliki tongkat sihir." Nicholas menatap Brianna cemberut sambil menyampirkan mantel baunya ke atas bahu.

"Aku bahkan tidak bisa menggunakan mantra Lumos." Ada nada putus asa ketika Brianna mengucapkan hal itu. Bisa saja Brianna adalah satu-satunya penyihir sial yang melewatkan kesempatan untuk mengecap dunia sihir, lalu kehilangan kekuatan itu selamanya.

"Jika kau melakukannya dengan gugup menggunakan tongkat sihir orang lain, yeah, aku tidak heran." 

Gadis itu tersentak. Hal itu bahkan tidak pernah terpikirkan olehnya.

"Jadi aku akan menjadi penyihir sungguhan," gumam Brianna. Ia tampak ingin memeluk seseorang, tapi Nicholas yang menyadarinya segera melipat lengannya sebagai tameng.

Brianna toh juga tidak pernah berpikir untuk memeluk tubuh Nicholas yang penuh bau cat. Di kepalanya hanya terbayang wajah Casey, yang segera menyurutkan semangatnya lagi ketika teringat kalau Casey tidak berada di sana.

Seandainya Casey di sini, Brianna pasti akan berceloteh panjang tentang kira-kira kayu jenis apa yang ia dapatkan untuk tongkat sihirnya? Berapakah panjangnya? Dan dengan inti apa? Apakah miliknya akan sama dengan Casey, dengan inti rambut yang berasal dari Unicorn yang sama?

Mungkin setelah itu mereka akan bermain catur sihir, dan Casey akan mengajarinya naik sapu terbang. Mereka akan mengunjungi pertandingan Quidditch, atau barang kali piala dunia Quidditch, lalu menginap di kamp sihir, menggunakan portkey, dan masih banyak lagi.

Brianna benar-benar merindukan Casey.

***

Langit benar-benar gelap saat itu, hingga Brianna tidak begitu yakin kalau hari sudah berganti. Tapi jam di layar ponselnya menunjukkan angka 04.00. Brianna meletakkan kembali ponselnya di samping ponsel Casey yang tidak dibawanya. Belakangan ini Brianna menyadari kalau Casey nyaris tidak pernah menggunakan ponselnya, kecuali untuk menghubungi Brianna.

Setelah mandi dan berpakaian, Brianna mengambil ranselnya dan meninggalkan ponselnya di dalam kamar. Ia tidak akan membutuhkan benda canggih itu jika harus berurusan dengan tongkat sihir nantinya.

"Lepaskan syal itu. Kau akan terlihat aneh," seru Nicholas sambil terduduk di sofa ketika Brianna keluar dari kamar. Koper kulit dan sangkar burung hantu bertengger di sampingnya.

Gadis itu sama sekali tidak menyangka kalau Nicholas terbangun lebih awal darinya--atau ia bahkan tidak tidur sama sekali?--dengan jubah tebal dan sepatu bots, dan rambut sebahu yang tampak lebih rapi dan bersih dibanding semalam. Sesaat Brianna hampir tidak bisa mengenali Nicholas karena pria itu telah mencukur habis kumis dan jenggotnya, hingga ia tampak jauh lebih muda dan tampan. Brianna menebak, seharusnya Nicholas tidak jauh lebih tua dari dirinya.Tapi entah kenapa ekspresi cemberut seolah sudah terpahat secara permanen di wajahnya. 

Setidaknya tidak ada bau cat yang menyengat lagi. 

"Apa kau tidak mengerti?" kata Nicholas lagi ketika Brianna masih terdiam dalam lamunannya. "Syal itu akan membuatmu terlihat seperti muggle yang tergila-gila pada Harry Potter. Tidak ada penyihir yang memakai syal itu di Leaky Cauldron, bahkan walaupun mereka lulusan Hogwarts sekalipun." Nicholas mengedikkan dagu bersihnya ke arah syal merah emas yang terlilit di pundak gadis itu. 

Brianna melepas syal itu dengan berat hati, lalu melemparnya asal di sofa, walaupun sebenarnya ia ingin membantah dengan mengatakan kalau ia bisa menjadi satu-satunya penyihir yang tergila-gila pada Harry Potter. Karena memang itulah kenyataannya. Tapi berdebat dengan pria berwajah cemberut bukanlah ide yang bagus.

"Apa aku harus memakai jubah penyihir?" tanya Brianna sambil merapikan kerah baju.

"Tidak perlu," balas Nicholas sambil bangkit sambil menenteng koper dan sangkar burung hantu, agak terlalu kasar sehingga menyebabkan burung hantu itu terkejut dan mengepakkan sayapnya dengan marah. "Pakaian penyihir zaman sekarang sudah semakin disesuaikan dengan tren muggle. Asal kau tetap memakai mantel panjang sederhana--tanpa syal Griffindor--kau tidak akan terlihat mencolok."

"Dan apa itu yang tersampir di bahumu?" lanjutnya ketika melirik ransel Brianna.

"Perbekalan," gumam Brianna dengan suara pelan. 

Nicholas menyodorkan telapak tangannya ke depan Brianna. Mengerti isyarat tersebut, gadis itu melepaskan ransel kesayangannya dan memberikannya pada Nicholas, sebelum pria itu mulai membuka resleting ransel tersebut, kemudian membalikkan dan menuang seluruh isinya.

"Apa yang kau lakukan?" seru Brianna marah ketika buku tulis yang sempat tersangkut akhirnya ikut terjatuh menimpa barang-barang lainnya di atas meja.

Nicholas hanya mendengus geli ketika memilah-milah barang-barang di atas meja. "Astaga, kau pikir kita sedang akan ikut kegiatan pramuka?" Ia menyingkirkan hampir semua peralatan tersebut, dan menyisakan sepasang sarung tangan berserat sintetis pada Brianna. "Kau tidak akan membutuhkan semua itu jika sudah memiliki tongkat sihir. Ransel itu juga tidak banyak berguna nanti. Jika kau benar-benar ingin bergabung dalam misi ini, ikuti aturanku: Jangan merepotkan."

Brianna tidak suka diperintah. Tapi karena Nicholas adalah satu-satunya orang yang bisa menolong Casey, akhirnya gadis itu hanya memberengut kesal.

Nicholas memberikan sangkar burung hantu pada Brianna. "Kau bawa Brie. Kita tidak bisa meninggalkannya terkurung entah berapa lama di apartemen ini. Brie juga tidak suka terlalu lama di luar kandang."

"Apa kita akan ber-apparate lagi?" tanya Brianna dengan raut ngeri ketika tangan Nicholas masih terulur setelah gadis itu mengambil sangkar burung Brie. 

"Kau harus terbiasa dengan ini. Kita akan sering melakukannya nanti," ucap Nicholas tanpa rasa simpati. "Bagaimana? Apa kau mengurungkan niatmu?"

Brianna kembali memberengut, sebelum ia menyambar telapak tangan Nicholas dengan setengah hati dan mereka kembali lenyap dalam pusaran udara.

---------------

Btw aku sengaja selipin sedikit alur mundur tanpa italic, ada yang sadar?

Bewitched (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang