Episode 10

1K 161 11
                                    

Pria itu Jung Il Woo. Shin Hye sangat merindukannya, ingin duduk bersamanya di tempat yang nyaman itu sambil melihat angsa putih dan pemandangan indah di sekitarnya.
"Sedikit lagi aku akan menggapaimu, Oppa." ucap Shin Hye. Il Woo menggeleng kian keras, keningnya sampai berkerut.
"Aku ingin bersamamu." tambah Shin Hye. Il Woo mengarahkan pandangan ke belakang punggung Shin Hye, gadis itu lantas mengikutinya.

Di belakangnya, Shin Hye melihat banyak orang menatap ke arahnya. Ada kedua orang tua dan kakaknya, teman-temannya. Mulut mereka berucap sesuatu tapi ia tidak mendengarnya. Mereka seperti berada di dalam sebuah akuarium, ramai berbicara tapi ia tidak mendengarnya sedikit pun. Pada salah satu sudut, ia melihat seseorang yang terduduk dan menatapnya lekat. Ia hanya menatap tanpa bicara, tapi Shin Hye seperti mendengar suara hatinya.

Ia berpaling lagi menatap Il Woo. Mata Il Woo menatap antara dirinya dan orang-orang itu.
"Maksudmu, aku harus bersama mereka, Oppa?" tanya Shin Hye menegaskan.
Il Woo diam, tidak mengangguk atau pun menggeleng. Tapi bibirnya mengukir senyum lembut. Setelah itu Il Woo melangkah keluar dari gazebo, ia berjalan meniti jalan lurus ke arah yang semakin menjauhi Shin Hye. Park Shin Hye berdiri menatapnya tak bergeming. Ia terus menatap Il Woo yang semakin menjauh.
Telinganya menangkap lagi suara hati yang tadi sempat ia dengar.

Tolong, jangan pergi! Maafkan aku. Jangan pergi, Park Shin Hye! Gajimaseyo, jeball!

Shin Hye menoleh lagi ke belakang, masih seperti sebelumnya. Sekarang semua orang di dalam akuarium itu menatap padanya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Appa, Eomma, Eun Hye, Ha Neul, So Ra, So Jung, Wo Bin.... kecuali Yong Hwa, dia tetap diam membeku menatapnya. Bibirnya mengatup tapi suara hatinya tidak berhenti berucap.

Jeball, Shin Hye-ya! Jeball. Gajima. Gajimahalanika!

🐾

Shin Hye membuka matanya sedikit, silau oleh lampu yang benderang. Ia memejam lagi untuk menyesuaikan matanya dengan sinar lampu. Kemudian matanya membuka lagi lebih lebar. Di sampingnya, tampak kepala Eomma tertidur di bibir ranjangnya. Tangan Shin Hye menyentuh rambut Eomma.
"Eomma..." panggilnya pelan.
Selang oksigen yang melintang di sekitar hidung dan mulutnya membuat suaranya tidak bisa keras. Pergelangan tangan yang ditancapi jarum infus pun membuat gerakannya tertahan untuk menyentuh pundak Eomma.
"Eomma..." sekali lagi ia memanggil Eomma. Tampak kepala Eomma terangkat sedikit, menoleh ke arahnya.
"Eomma..." panggilnya lagi.
"Shin Hye-ya, kau bangun, Nak?" Eomma seketika bangkit dari tidurnya.
Park Shin Hye mengangguk.
"Oh, terima kasih Tuhan! Terima kasih, Sayang! Terima kasih kau akhirnya bangun." Eomma lalu memeluknya. Matanya membasah. Shin Hye pun memejamkan mata menerima pelukan eomma.

Shin Hye segera tahu jika dirinya sekarang sedang berada di sebuah RS. Beberapa orang segera melakukan pemeriksaan terhadap dirinya setelah Eomma memberitahukan dirinya telah sadar. Dokter tampak bahagia dengan perkembangannya yang dinilai sangat baik. Sebab Shin Hye telah berhasil mengatasi masa kritisnya.

Bukan hanya tim medis yang bahagia dengan kesadarannya yang telah pulih, keluarganya lebih lagi. Bahkan juga teman-temannya. Keesokannya mereka datang rame-rame menengoknya. Mereka berempat, sebab Yong Hwa justru tidak mau datang setelah tahu Shin Hye sadar. Ia berdiam diri di tepi sungai Han sepulang dari kampus. Ia seperti terlepas dari batu besar yang menghimpitnya.

Sungguh tidak percaya jika tindakan arogannya selama ini terhadap Shin Hye telah membuat gadis itu bertindak nyaris menghilangkan nyawanya sendiri. Ia tidak menyangka gertakannya ditanggapi Shin Hye dengan serius. Kuduknya meruap. Bagaimana jika Shin Hye tidak tertolong akibat kelakuannya itu? Ia bergidik ngeri. Ia trauma, sungguh-sungguh trauma.

Besoknya di kampus ia mendengar kabar tentang kondisi Shin Hye yang sudah mulai membaik dari teman-temannya. Yong Hwa hanya diam mendengarkan. Selain Yong Hwa yang merasa bersalah, Wo Bin pun sama. Sebab lantaran dia mengajaknya minum, Shin Hye mengalami semua itu.

Kondisinya saat ia ajak minum tidak terlalu fit, Shin Hye sedang kurang sehat. Hal itu terlihat dari wajahnya yang pucat dan matanya yang cekung, tapi Shin Hye tidak menolak untuk diajak minum. Malah ia menyambut baik ajakannya itu. Dan Wo Bin seperti disambar petir di siang bolong saat mendengar kabar Shin Hye koma setelah mabuk dengannya.

Andai saja terjadi hal tidak diharapkan pada Shin Hye, ia tak kan memaafkan dirinya sendiri. Ia pasti akan merasa sebagai seorang pembunuh. Hidupnya tidak akan tentram selamanya.

Namun sekarang Shin Hye sudah semakin sehat. Wajahnya terlihat berdarah lagi. Setiap hari sejak Shin Hye dirawat di RS, Wo Bin menengoknya sambil selalu dibawanya seikat bunga. Sejak Shin Hye hanya tertidur koma, dan sekarang semua alat bantu yang ditempel ditubuhnya sudah dilepas. Kecuali infus yang masih menancapi pergelangan tangannya.
"Cepatlah ke kampus lagi! Aku akan traktir kau makanan lezat di kantin. Kau pasti sudah kangen tteokbokki bukan?" canda Wo Bin. Shin Hye tersenyum manis.
"Saat aku kembali ke kampus, kau harus mentraktirku semua yang kumau." pinta Shin Hye.
"Tentu, akan aku berikan semua yang kau mau. Maka cepatlah sembuh, Shin Hye-ya!"
"Dan saat aku kembali ke kampus, kau harus berhenti membuatku kesal dengan menempeliku."
"Aku jan... ani, untuk hal itu aku tidak bisa janji."
"Berjanjilah, Wo Bin-ah!"
"Asal kau segera sehat! Apa pun akan kulakukan." ucap Kim Wo Bin sungguh-sungguh. Shin Hye tersenyum lagi.
🐾

Hari itu Shin Hye kembali ke kampus setelah 2 minggu menjalani perawatan. Wajahnya lebih tirus dan tubuhnya tampak kurus. Sinar matanya masih tampak redup. Tapi kondisinya jauh lebih baik dari terakhir kali Yong Hwa melihatnya.

Jika mendengar kronologi kejadian, Wo Bin yang jadi dipersalahkan. Sebab gara-gara Wo Bin mengajaknya minum lantas Shin Hye jatuh koma. Tapi Shin Hye membantah hal itu, dia sendirilah yang mengajak Wo Bin bukan sebaliknya. Sekali lagi Yong Hwa tampak tidak peduli, ia sama sekali tidak menghampiri Shin Hye untuk sekedar berbasa-basi. Ia tetap masa bodoh seolah kejadian itu hanya biasa saja. Bukan sesuatu yang membuatnya ketakutan setengah mati.

Saat hendak pulang Shin Hye-lah yang menghampirinya sesaat sebelum ia menaiki mobilnya di pelataran parkir.
"Chakaman, Yong Hwa-ssi!" teriak Shin Hye.
Ia menahan langkahnya yang hampir menyentuh pintu mobil.
Tubuh kurus itu menghampirinya.
"Aku sudah mendengar dari Wo Bin dan Ha Neul tentang kejadian di klub, thank's sudah menyelamatkanku. Meski seharusnya kau tidak perlu melakukannya. Saat itu aku sengaja ingin membuat diriku hancur seperti keinginanmu, dan mati setelahnya. Tapi akhirnya kau juga yang menyelamatkanku. Aku tetap berterima kasih." ujar Shin Hye tajam.
Yong Hwa langsung speacless. Ia tidak tahu harus bicara apa tiba-tiba ditodong dengan kalimat pedas serupa itu.
"Mudah-mudahan kau tidak mengulangnya. Kau tidak seharusnya melukai dirimu sendiri." tukasnya dengan trauma yang masih menghantui.
"Aku kira kau akan suka melihatku seperti kemarin. Padahal aku jamin jika aku sampai mati tidak akan ada yang menyalahkanmu."
"Hentikan bicaramu tentang mati, aku tidak menghendaki kematian siapa pun. Tidakkah kau tahu kematian seperti itu sungguh membuatku trauma?" Ia menghardik kesal.
"Apa itu artinya kau ingin bilang kau menarik kata-katamu ingin membuatku hancur?"
"Eoh. Aku menariknya. Dan jangan lagi berbuat seperti itu!"
"Kau sungguh plin-plan, Yong Hwa-ssi." senyum Shin Hye.
"Nikmatilah hidupmu dengan bahagia, aku tidak akan mengusikmu lagi. Jika perlu aku juga akan pergi jauh dari kehidupanmu." ucap Yong Hwa kemudian menaiki kendaraannya. Ganti Shin Hye yang speacless. Apa maksudnya?
Pria itu lalu melajukan mobilnya dengan cepat. Tinggal Shin Hye yang diam mematung menatap roda empat itu menjauh meninggalkannya.
🐾

Bersambung....

When The Drizzly EndedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang