Episode 8

983 152 10
                                    

"Yang berbaju biru itu masih siswa SMA, Hyung?"
"Ya, sama denganmu. Dia juga kelas 3 SMA sekarang. Apa kau suka dia?"
"Hyung pacaran dengan anak SMA?" senyum Yong Hwa.
"Aku jatuh cinta pada kakaknya, gadis yang berbaju abu itu kakaknya."
"Mereka kakak-adik?" Yong Hwa melotot. "Tapi mereka tidak mirip!"
"Kau dan aku pun tidak mirip. Aku lebih ganteng." senyum Il Woo.
"Nde, lebih ganteng versi orang mabuk." cibir Yong Hwa.
"Tapi tetap ganteng." Il Woo memaksa.
"Terserah. Tapi apa Hyung memacari mereka berdua?" Yong Hwa fokus lagi ke foto kedua gadis cantik tersebut.
"Tidak, aku hanya jatuh cinta pada kakaknya dan sayang sekali pada adiknya."
"Hah.... apa bedanya dengan mengatakan kau jatuh cinta pada mereka berdua dengan istilah yang berbeda?" cibir Yong Hwa lagi. "Apa memang bedanya mencintai dan menyayangi?"
"Mencintai ada getar-getar yang terasa di hati, sedang menyayangi seperti aku terhadapmu. Aku tidak ingin melihatmu terluka, melihatmu sedih dan melihatmu sakit." terang Il Woo.
"Memang kalau mencinta, bisa melihatnya terluka, sakit dan sedih?" Yong Hwa memancing.
"Untuk seseorang yang kau cintai kau akan marah jika dia menyukai pria lain, tapi untuk seaeorang yang kau sayangi kau akan turut bahagia jika dia mendapat tambatan hati yang dicintainya. Itu bedanya."
"Dengan kata lain kau bahagia jika gadis baju biru itu punya kekasih, kau yakin tidak akan cemburu, Hyung?"
"Tidak. Kau mau jadi pacarnya? Dia gadis yang baik."
Yong Hwa tertawa. "Yang tak kupahami mengapa kau dekat dengan mereka berdua? Mereka adik dan kakak, keduanya dekat denganmu? Apa yang terjadi, Hyung?" kening Yong Hwa sekarang berkerut.
"Karena gadis yang kucintai berada di luar kota, setiap aku datang ke rumahnya adiknya yang menerimaku. Makanya kami jadi dekat."
"Heol... yakin kau tidak akan berpindah jatuh hati pada adiknya jika lebih sering bertemu adiknya?"
"Bisa jadi. Dia juga gadis yang cantik bukan?"
Yong Hwa mengurai senyum.

Wajah-wajah yang cantik, tapi berbeda. Yang satu tampak cantik menggoda, yang satu innocent. Sang kakak berkarakter manja menggemaskan, sang adik apa adanya dan lugu. Dua karakter yang bertolak belakang. Jika disuruh memilih sepertinya Yong Hwa akan memilih gadis berbaju biru itu. Bukan saja karena usianya yang dekat tapi ada ketertarikan tersendiri di hatinya terhadap dia. Dadanya bergetar ketika semakin melihatnya.

Namun ternyata kakaknya dikhianati. Il Woo sangat terluka, ia bahkan tidak bisa makan dan tidur nyenyak setiap malam.
"Apa tidak masalah jika aku berpindah mencintai adiknya, Yong Hwa-ya?" tanyanya suatu malam sambil mabuk.
"Sejak awal aku yakin kau pun mencintainya, Hyung." sergah Yong Hwa.
"Hehe... aku menyayangi Shin Hye, Yong Hwa-ya. Aku hampir mencintainya, tapi tidak boleh sebab aku anggap dia sebagai adik."
"Tidak ada larangan untukmu untuk jatuh cinta padanya, Hyung. Dia bukan adikmu. Dia adik wanita yang mengkhianatimu."
"Aku tidak boleh mencintainya walau kutahu Shin Hye jatuh cinta padaku."
"Kalian saling mencintai, apanya yang tidak boleh?"
"Aku tidak boleh mencintai Shin Hye walau ingin. Aku jatuh cinta padanya, Yong Hwa-ya, tapi tidak boleh!" Il Woo lalu menangis.
Yong Hwa menatapnya perih.
"Ayo naik ke tempat tidurmu, Hyung! Tidurlah sudah malam." Yong Hwa memanggul tubuh ringkih kakaknya.

Il Woo memang jatuh cinta pada Shin Hye setelah Eun Hye mengkhianatinya, meski Il Woo tidak mengakuinya entah mengapa. Sampai kecelakaan itu terjadi.

Flashback end

Di dalam kamarnya Yong Hwa memandangi foto Shin Hye dan Eun Hye di dalam laptop Il Woo. Foto yang pernah ditunjukan Il Woo padanya lebih dari 3 tahun yang lalu. Wajah Shin Hye saat masih remaja.

Yong Hwa sudah jatuh cinta padanya sejak itu, sejak melihat fotonya untuk yang pertama kali. Tapi rasa itu pudar saat tahu kakaknya pun ternyata mencintainya. Kemudian kakaknya meninggal, rasa cinta itu berubah jadi benci. Sebab lantaran Il Woo menemuinya sore itu hingga kecelakaan tersebut terjadi. Kedua gadis kakak beradik itu yang telah membuat Il Woo bertemu ajal pada usianya yang masih muda. Yong Hwa benci, marah dan dendam karenanya. Yong Hwa tidak akan memaafkannya.
🐾

Aku ingin melihatmu dan kakakmu hancur pelahan seperti kakakku yang hancur karena pengkhianatannya.

Terngiang-ngiang kalimat itu di telinga Shin Hye. Begitu dalam dendam di hati Yong Hwa terhadapnya dan Eun Hye. Tanpa kebencian Yong Hwa pun hatinya sudah hancur, dan ia tidak punya alasan untuk tetap bertahan. Il Woo yang sangat dicintainya sudah tiada di dunia ini, apa lagi yang akan membuatnya bertahan? Tanpa Yong Hwa buat hancur pun ia sudah hancur kini. Shin Hye memegang dadanya yang terasa nyeri.

Hari itu Shin Hye tidak masuk kuliah, tubuhnya demam sepulang kuliah kemarin. Setelah berbicara dengan Yong Hwa di taman. Dan Shin Hye berharap maut menjemputnya agar selesai perih dan luka hati yang dideritanya.
Tapi Eomma membelainya lembut. Eun Hye juga yang sudah kembali berkumpul dengan mereka, memberikan perhatiannya dengan tulus sebagai seorang kakak.
"Aku membelikanmu extract ginseng, minumlah supaya kau lekas sembuh. Kau akan segera menghadapi ujian, harus sehat." oceh Eun Hye memberikan sachet kecil suukuran obat batuk. "Shin Hye-ya! Bangun sebentar."
"Letakan saja di atas meja, Eonni."
"Sudah kugunting ujungnya, ayo minum! Nanti tumpah."
Tidak bisa berkeras menolak. Ia mengangkat tubuhnya yang terasa lemas. Menelan cairan kental yang terasa manis dan hangat. Eun Hye lekas pula mengambilkan air untuk mendorong extract ginseng-madu itu.
"Baru sekarang tidur yang nyenyak!" Eun Hye menutupkan selimut hingga lehernya. Kemudian ia berlalu dari dalam kamar.

Sekeluarnya Eun Hye dari dalam kamarnya, dada Shin Hye kembali sesak. Ia tidak keberatan untuk hancur seperti keinginan Yong Hwa, tapi bagaimana dengan orang-orang yang sangat menyayanginya seperti orang tua dan kakaknya? Air mata Shin Hye mengalir melintasi pipi. Demamnya tak kunjung turun sebab hatinya tak kunjung merasa damai.

Dua hari Shin Hye tidak masuk kuliah, Yong Hwa merasa kehilangan. Ia khawatir terjadi apa-apa pada gadis itu, sebab 2 hari lalu Shin Hye masih baik-baik saja sampai ia kemudian mengajaknya berbicara. Ia benci namun sangat mengkhawatirkannya. Ia selalu ingin melukainya namun kesal dengan sikapnya yang tidak menolak ia sakiti. Dan dihari ketiga Shin Hye datang ke kelas dengan wajah yang pucat dan kuyu. Penampilannya belakangan ini memang selalu tampak menderita.

Wo Bin membawanya ke kantin, Shin Hye hanya mengikuti tanpa memesan apa pun.
"Aku yang traktir, kau jangan khawatir. Pesanlah apa pun yang kau mau." tawar lelaki yang telah sekian lama menaruh hati padanya tersebut.
"Jangan hiraukan aku, kau makanlah! Aku hanya akan duduk disini menemanimu."
"Kau seperti orang sakit, Shin. Wajahmu pucat dan kurus."
"Aku baik-baik saja. Aku masih akan bertahan hidup 100 tahun lagi."
"Kau tidak seperti Park Shin Hye yang kukenal selama ini. Kau berubah sekarang." oceh Wo Bin sambil menyumpit makanannya.
"Pasti berubah sebab hidup pun terus berjalan."
"Apa kau sedang punya masalah?"
"Ani. Aku baik-baik saja."
"Syukur kalau memang benar kau baik-baik."
Wo Bin lantas membawa Shin Hye ke dalam mobilnya. Yong Hwa hanya menatap saat Shin Hye duduk di samping Wo Bin, meninggalkan pelataran parkir. Shin Hye tidak membawa mobilnya. Ia kemudian mengikutinya.

Wo Bin memasuki basement sebuah klub, Yong Hwa kembali mengikutinya. Entah kenapa ia tidak suka melihat Shin Hye sangat menuruti anak itu tidak seperti biasanya yang selalu menolaknya.
Turun dari mobil Shin Hye dan Wo Bin berjalan menuju bar, lagi-lagi Yong Hwa mengikuti. Mereka memesan minuman beralkohol. Wo Bin melihat Shin Hye membutuhkan minuman itu.
"Sekali-kali minum tidak ada salahnya. Terkadang kita butuh melampiaskan segala kesesakan dada kita dengan minuman." usul Wo Bin. Shin Hye setuju, maka tidak menolak kala Wo Bin mengajaknya ke klub.

Bersambung....

When The Drizzly EndedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang