Fragmen|1

1.1K 228 227
                                    

Kedua kaki panjang itu dinaikkan ke atas meja sembari mendengarkan musik yang mengalun dari headset dan menari di dalam telinganya. Baru saja satu lagu habis dan digantikan dengan satu lagu baru, Nathan menepuk pundaknya, mengisyratkan guru sudah mulai berjalan menuju kelas.

Dia melepas headset dan menurunkan kaki dari meja. Semua menatap ke arahnya, sudah diketahui. Tatapan tersebut memintanya untuk sigap.

"Selamat pagi," sapa hangat dari Bu Endang saat mulai memasuki kelas. "Bagaimana kabar kalian? Dua minggu lebih, lho, liburnya. Semoga masa libur kalian dihabiskan untuk memikirkan masa depan. Ini tahun terakhir kalian."

Dia mengangguk-anggukkan kepalanya paham. Tanpa diberitahu pun, ia telah menuliskan "Universitas Hasanuddin" sebagai kampus incarannya setelah lulus.

"Novel! Tolong ke ruang guru. Ambil beberapa LKS sesuai dengan jumlah kalian di dalam kelas ini," perintah Bu Endang padanya.

"Siap!" sahut Novel.

Namanya Novel Pangeran Afran. Senangnya dipanggil Novel, tanpa embel-embel apa pun yang sering kali orang-orang mengira bahwa Novel itu nama cewek. Sekarang ia berjalan menuju ruang guru, sesuai perintah dari Bu Endang. Tidak salah kalau ia sering dimintai tolong oleh guru-guru, jabatannya sebagai Ketua Osis membuatnya terkenal di kalangan guru sampai semua siswa di sekolah ini.

Dari tempatnya sekarang, harusnya ia berbelok ke kiri. Tetapi laki-laki itu malah meluruskan langkahnya hingga sampai di belakang kantin yang jarang dilewati orang-orang. Dia menarik puntung rokok yang terselip dari dua jari siswi dengan rambut ikal yang sedikit berantakan.

"Sekolah tempat mencari ilmu, bukan buat gaya-gayaan. Lu tau, kan? Merokok itu tidak diperbolehkan, apalagi lu masih di bawah umur," ucap Novel. Nada dari kalimat yang ia ucapkan benar-benar tegas. Menunjukkan wibawanya sebagai Ketua Osis.

Perempuan itu mendelik kesal, walau hanya sesaat. Lalu, kembali tersenyum tuk memperlihatkan susunan gigi kelinci yang sedikit berantakan. "Eh, tetangga ... kenapa?"

Jujur saja, Novel tidak menyukai perempuan di hadapannya ini. Sikap yang semau-maunya dan sulit diatur membuat Novel menyesal telah mengenal perempuan itu.

"Kembali ke kelas, sekarang!"

"Kalau gue gak mau, gimana? Lagian gue udah telat, Kak. Kalau gue masuk, gue pasti bakal dihukum lari keliling lapangan sampe pingsan. Lu tega? Lu kan tetangga terbaik gue, ya pasti gak tega, kan?"

Novel memicingkan mata tajam lalu berkata, "Gue lebih gak tega liat lu rusak karena rokok. Lebih baik lu lari keliling lapangan, biar sehat."

Perempuan itu malah naik ke atas meja rapuh di sebelahnya. "Gue udah tiap hari larinya. Lari dari kenyataan kalau lu gak suka sama gue," jawabnya.

"Losari! Lu denger gue, kan? Sekarang lu balik ke kelas atau gue bisa tambah marah di sini," ancam Novel.

Losari Arinda Surya, nama dari perempuan itu. Dia mengikuti perintah dari Novel dan berjalan menuju kelas. Sungguh, hari ini ia sudah berniat untuk bolos andai saja Novel tidak menghalanginya. Sial, satu kata yang terlintas di otak perempuan itu. Hanya sebentar sampai pada akhirnya, bahagia adalah kata terakhir. Cukup dengan berkomunikasi dengan Novel akan membuatnya bahagia. Walau dengan cara yang kurang berkenan.

****

Losari merapikan rambutnya sebelum masuk ke dalam kelas. Ketukan pertama yang ia lakukan di depan pintu membuat semua mata tertuju padanya. Pak Hendra sudah berdiri di depan papan tulis menuliskan rumus-rumus matematika yang memabukkan kepala. Diliriknya Losari dari bawah hingga atas kemudian menggeleng.

NOVELOSARI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang