Fragmen|7

517 125 77
                                    

Hidup tanpa cinta, bagai taman tak berbunga ....

Ohh, begitulah kata para remaja ....

Aduhai ... begitulah kata para remaja ....

Suara nyanyian yang lebih cocok disebut teriakan itu benar-benar mengganggu pendengaran. Manda menyesal ikut satu mobil bersama Losari. Walaupun perempuan itu duduk di jok belakang, tetapi kesempatan untuk membuatnya cemburu sangat sulit. Kerjaannya benar-benar menyebalkan.

"Berisik!" sahut Novel yang sedang sibuk pada kemudinya.

Dari tadi itu yang ingin Manda lakukan. Tetapi ia tidak mungkin bersikap kasar di hadapan Novel.

"Dih, gue kan lagi nyanyi, Kak. Emang ada yang ngelarang kebebasan orang buat nyanyi?"

"Gak ada. Tapi lu ganggu banget, tau?!"

"Dih, suara gue kan bagus. Ingat, kan? Waktu SD dulu, gue pernah menang lomba nyanyi harapan tiga."

Novel mendengkus kesal seraya memukul kemudi. "Diam aja deh, gue males debat sama lu."

"Iya, ya. Kalau kita debat mulu keliatan romantis. Kasian Kak Manda keliatan kek jones," sahut Losari. Benar saja, Manda refleks memberi tatapan tajam pada perempuan itu.

Sampai pada akhirnya Losari memilih diam. Bukan karena takut dengan Manda, tetapi lebih tepatnya kasian. Perjalanan mereka pun dihabiskan dalam keheningan. Padahal Manda sudah berencana akan terlihat romantis di hadapan Losari. Sayangnya, mood-nya sudah rusak sedari tadi.

Roda empat itu terhenti di depan rumah dengan warna dinding cokelat. Losari lebih dulu keluar dari mobil dan menghamburkan pelukan ke arah perempuan paru baya yang sudah menunggu di depan pintu. Manda melihat kejadian itu. Ada rasa minder yang menghinggapinya.

"Mami emang kek gitu kalau sama Losari. Biasa aja, ya," bisik Novel, seakan tahu isi hati dari Manda.

Senyuman Manda benar-benar terlihat alami, seperti tidak terjadi apa-apa. "Gue grogi doang sih. Ini kan kali pertama ketemu mami kamu. Waktu belajar bareng waktu itu, mami kamu gak ada di rumah."

Novel mengangguk. "Iya, sih. Tapi Mami orangnya baik, kok. Santai aja."

Anggukan kepala sebagai respon yang diberikan perempuan itu pada Novel. Hingga keduanya berjalan menuju Mami dan memberi salam satu per satu. Ya, Manda berusaha mencuri perhatian Mami dengan bersikap santun.

"Kenalin, Mi. Ini Manda, pacar Novel."

Rasanya tenggorokan Losari tercekat. Kering. Pengakuan Novel memang terlihat biasa saja, tetapi cukup keras menghantam Losari untuk sadar. Novel tak dapat ia miliki.

"Wah, anak Mami udah punya pacar juga. Cantik, ya," sahut Mami sembari mencubit pelan pipi Manda.

"Makasih, Mi. Mami jauh lebih cantik, kok," jawab Manda.

"Ish, kamu ini. Bisa aja."

Novel senang melihat percakapan yang terjadi di hadapannya. Manda memang jago untuk mencairkan suasana. Mami mengajak mereka masuk ke dalam rumah. Niatnya, ia ingin mengajak dua perempuan itu membuat bolu kesukaan Novel. Sebenarnya, keduanya tak suka bermain di dapur. Sudah bisa ditebak, Losari malah kabur ke halaman belakang dan memilih untuk bermain basket. Sedangkan Manda, perempuan itu memilih lebih tenang dan ikut aja walau dalam keadaan terpaksa.

NOVELOSARI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang