Chapter I

229 5 3
                                    

Sia mendapati dirinya berada di lorong panjang abad pertengahan dengan dinding penuh ukiran rumit bersulur dan patung setengah utuh, beberapanya hanya menyisakan setengah bagian tubuh bawah saja. Disebelah kanan Sia terdapat pintu kayu berdiri kokoh dan menjulang tinggi hampir menyentuh langit langit lorong, sedangkan disebelah kirinya... tidak terlihat apapun hanya terlihat bagian lorong yang tidak terkena sinar rembulan dan gelap.

Sia mendengar suara ketukan kaki seseorang mendekat sesekali terdengar suara mengerikan yang pasti bukanlah suara manusia seperti pada umumnya, diiringi bunyi dentingan besi berbenturan, dan ya, memang bukanlah manusia yang datang menghampirinya melainkan gumpalan asap hitam berbentuk tengkorak atau bahkan lebih tepatnya mirip seperti dementor dalam kisah Harry Potter. Astagah, ia pasti terlalu banyak membaca serial Harry Potter.

Dalam sekejap adrenalin memacu kencang, instingnya mengatakan ia harus segera lari menuju pintu terdekat, tetapi... sekeras apapun ia berlari pintu itu menjauh dan semakin jauh.

Pintu kayu yang berdiri kokoh itu pun mulai berdernyit menggeser masuk, ketukan kaki mulai terdengar semakin nyaring lalu munculah bayangan seekor anjing besar dari balik pintu disusul asal bayangan tersebut. Tatapannya terlihat lapar, geramannya terdengar seperti bisikan kemenangan, ia berlalri menghampiri Sia...

Sia berlari ke arah berlawanan tersadar ada dementor disana menutup jalan keluar, ia terperangkap... mereka semakin mendekatinya dan...

Sia! Sia! Suara panik mulai menyadarkan dirinya dari mimpi buruk itu. Dilihatnya lihat air wajah nyonya Lee panik seakan putrinya telah mengalami hal yang tak diinginkan.

"Kau tak apa sayang? Sepertinya kau mengalami mimpi buruk lagi."

"Ya. Mimpi yang sama. Selalu sama. Menghantuiku." masih terengah engah.

Sudah tiga tahun Sia mengalami mimpi serupa entah itu sebuah petanda atau hanya mimpi buruk semata, yang pasti mimpi itu mulai mengesalkan sekarang.

Sia kembali ke Rumah orang tuanya setahun yang lalu agar ibunya tidak perlu khawatir akan mimpi tersebut, well, setidaknya ia bertahan selama satu tahun berhadapan dengan ayahnya... ya, ayahnya memang agak terlalu over-protektif, ralat, ayahnya emang sangat sangat over-protektif bahkan diluar batas kewajaran seorang ayah dan hanya kepada Sia seorang ayahnya selalu bersikap keras.

Mereka tiga bersaudara, kakak Sia seorang dosen jurusan psikologi dari Universitas ternama di Seoul, selama Sia tinggal di luar kakaknya-lah yang mengawasi Sia entah pengawasan itu sebuah permintaan dari ayah mereka atau karena memang mengkhawatirkan adiknya, biar bagaimanapun Sia tidak terlalu peduli. Sedangkan adiknya, masih berada di bangku Sekolah dan mereka jarang memberi kabar hanya sesekali ketika berpapasan.

"Sia, ibu yakin kau harus segera berangkat sebelum pesawat meninggalkan mu, jangan lupa sarapan sayang."

Tersentak dari pikirannya sendiri Sia mendapati sudah pukul sembilan hampir setengah sepuluh pagi. "Astagah! mengapa ibu tidak membangunkan ku?"

"Oh! Aku membangunkan mu dan yang ku dapati adalah kau sedang bermimpi eeemmm.... indah?"

"Lupakanlah aku harus mengejar jadwal penerbangan atau sesi pemotretan akan tertunda!"

Segera Sia mengambil pakaian ganti menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, tak lupa ia menolehkan kepala dari kamar mandi untuk mengingatkan ibunya. "Dan ku ingatkan kembali, sungguh, mimpi seperti itu tidaklah indah bu."

Oh sungguh hari yang panjang, jam penerbangan menuju Los Angeles pukul sebelas pagi dan ia harus terperangkap di bangku berukuran persegi selama nyaris sebelas jam dalam prosesnya ditambah perjalanan darat menuju Terranea Resort yang terletak di Rancho Palos Verdes, well, Sia akan menyerap energi manusia sepuasnya sebagai hadiah untuk diri sendiri jika berhasil bersabar. Memikirkannya saja sudah menbuat ia mual.

Dancing with Tyrant [Mature]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang