18

640 22 0
                                    

Adi ngapain ya nanyain gue udah dapet pengganti atau belum?

Aku membolak - balikkan buku biologiku. Mataku tertuju pada buku tapi pikiranku? Sedang terbang jauh kemana - mana.

Apa dia mau ngejek gue gara - gara belum dapet pengganti? Kurang aja juga dia.

Aku menutup buku biologiku dan mengambil secangkir teh hangat yang ada diatas meja, lalu meneguknya.

Jangan - jangan... dia udah dapet pengganti?

Hampir saja aku memuncratkan tehku gara - gara batinku mengoceh yang tidak - tidak.

Gak. Gak mungkin. Gak mungkin dia udah dapet pengganti. Kalo udah dapet, siapa coba?

Aku berusaha untuk berfikiran positif. Mungkin saja, Adi bertanya seperti itu karena dia ingin mengajakku balikan.

APA KUBILANG TADI?!

ULANGI!

APA?!

NO!

Double No!

Triple No!

Aku tak pernah menyangka aku bisa berfikiran seperti ini. Hati kecilku mengatakan jangan terlalu berharap tapi di sisi lain hatiku juga mengharapkannya.

Jadi, mauku ini apa?!

Balikan dengannya?

Kata orang - orang, itu sama saja menjilat ludah sendiri. Klise. Semua orang mengatakan seperti itu. Tidak semua, sih. Sepertinya hanya yang sudah muak dengan mantannya. Tega sekali mengibaratkan dengan ludah. Aku memang tidak mempunyai banyak pengalaman dalam hal ini. Bahkan baru kali ini aku merasakan sebingung ini, sebimbang ini. Tapi aku sering mendengar kata - kata klise itu dari mulut orang - orang yang mungkin sudah mahir.

Apa? Mahir? Terdengar menjiji- ehm. Gak jadi, deh.

-

-

-

-

"Freee!" tiba - tiba ada yang berteriak di belakangku lalu sedetik kemudian kurasakan ada tangan yang menarik tanganku. Aku menoleh, Marsya? Aku yang sedang berjalan di koridor sekolah yang masih lumayan sepi ini pun kebingungan dan harus di seret - seret oleh mantan sahabatku ini. Fyi, dia memang memanggilku 'Fre'. Dan aku masih bingung, ada angin apa dia memanggilku bahkan menyeretku seperti ini?

"Kenapa sih, Sya?" Aku melepas tanganku yang dicengkram erat olehnya.

Sebelum Marsya menjawab pertanyaanku, ia melihat ke suatu arah lalu menarik tanganku. "Ikut gue."

"M--mau kemana, sih? Gue belom naro tas nih tar dulu!"

"Udah, gampang. Bel masuk masih lama." ujarnya sambil tetap menarik tanganku lebih kencang.

Aku melihat ke arah yang tadi dilihat Marsya. Yang kutemukan... Aldi. Ia sedang berlari, eh tidak, berjalan cepat menuju... menuju... Aku tidak tau dia ingin kemana. Tapi mata hazelnya menuju ke arah... kami?

Beberapa detik kemudian, kami berlari.

"Kenapa sih, Sya?" Aku menyelipkan poniku yang panjang di balik telingaku. Marsya membawaku ke halaman belakang sekolah. Untuk apa, coba?

Tuhan... jangan biarkan hal yang aneh terjadi...

Fresya masih mau hidup...

Fresya masih banyak dosa...

Aku mengigit bibir bawahku saat Marsya memegang pundakku sambil mengatur nafasnya.

"Ke--napa?" tanyaku.

Marsya masih mengatur nafasnya sambil menatapku tajam.

Apa maksudnya?

Aku menggenggam erat tanganku, lalu menengok ke kanan dan ke kiri. Disini sangat sepi. Tadi saja, di koridor masih sepi. Ini masih terlalu pagi. 

Apa? Sepi? Lalu bagaimana jika ada sesuatu yang terjadi padaku? Apakah teriakanku dapat terdengar hingga ke koridor? Tadi saja, koridor yang di dekat halaman belakang ini, sepi dan tidak ada siapapun.

"Fre..."

"I--ya?"

Marsya masih mengatur nafasnya.

"Lo capek?" tanyaku ragu - ragu. Suaraku lebih terdengar seperti gumaman.

Marsya mengangguk.

"Jarang olahraga, ya?" 

"Iya, nih."

"La- lagian... eh gajadi deh."

"Dih?" Marsya terkekeh. "Ngomong aja, gapapa." 

"Lagian siapa suruh narik - narik gue sambil lari - lari gitu." Aku mengusap pergelanganku yang memerah. "sakit nih."

"Iya iya maaf maaf." Marsya mengelap keringatnya. "Fre?"

"Ya?"

"Ini penting."

"Maksudnya?"

-

-

-

-

-

-

-

Haaaai!!!!

Maafnya sekarang dikit - dikit._. padahal kemaren - kemaren gue udah bisa update 3 halaman ya._. maaf deh.-.

@syaapiraa

WHO?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang