25

658 35 6
                                    

"Ya ya ya, please?"

"Yaudah, kita temenan." jawabku sambil tersenyum.

Perempuan di depanku juga ikut tersenyum.

"Eh, kita kan emang udah temenan dari dulu. Ralat, ralat." ralatku.

"Hahaha, yaudah, ralat." katanya sambil mengacungkan jempolnya.

"Yaudah, kita temenan... lagi."

"Aneh, ya, haha."

"Garing, haha. Seharusnya 'kita baikan', gitu." tambahku.

"Tapi kan kita gak abis marahan."

"Ciyuuus?" ledekku.

"Alay lo, Fre!" dia malah memukul lenganku.

Fre. Masih ingat siapa yang selalu memanggilku dengan sebutan itu?

"Marsya, ih! Sakit!" rengekku. Ia malah cengengesan tak berdosa.

Ya. Perempuan itu Marsya Aufa Fauziah.

*

"Eh, akrab lo ya, berdua!"
Kalimat itu menggelegar di seluruh penjuruh ruang kelasku saat aku dan Marsya memasuki ruang kelas.

"Baikan yaaaa?" tanya sang pemilik suara, Iriandhita Putri, sahabatku.

Apa aku salah masih menganggapnya sahabat? Sedangkan dia sudah tidak peduli bahkan melupakanku?

"Hati - hati, Fresya." kata Cantika sambil senyum - senyum tak jelas. Lalu ia berdehem.

Aku menaikkan sebelah alisku melihat kelakuannya.

"Hati - hati di manfaatin." celetuk Laras. Di iringi tawa dari kedua temannya.

Tiba - tiba Laras tertawa tak jelas melihat Marsya yang bersikap masa bodo dengan apa yang Laras bicarakan.

"Ups, keceplosan!" seru Cantika sambil menyentil lengan Laras pelan.

"Uwww, sorry ya, Marsyaku. Aku ngebocorin rahasia kamu. Aku ngebocorin misi kamu. Maaf ya." kata Laras dengan nada yang di buat - buat. Membuatku merinding mendengarnya.

Marsya hanya menanggapinya dengan lirikkan sinis dan langsung melengos tak peduli saat melewati tiga perempuan itu.

"Intinya, lo Fresya, harus hati - hati aja sama Marsya!" seru Irya sambil melipat tangannya di depan dada.

"Iya, bener!" sahut Laras sambil menjentikkan jarinya.

"Dia itu aslinya busuk!" celetuk Cantika. "Ups! Keceplosan lagi!"

Lagi - lagi Marsya hanya menanggapinya dengan lirikan sinisnya.

"Pokoknya, gue titip sahabat busuk gue ini sama lo!" seru Irya dengan nada jahatnya.

"Makasih." jawabku tanpa melihat wajah mereka.

"Wow!" seru Cantika berdecak kagum. Lalu Laras menepuk tangani.

"Lo belum tau aja, ada kebusukan di balik topeng palsunya itu." kata Cantika.

"Whatever what you say, i don't care. You don't know about she!" entah kenapa, aku mempelototi mereka.

"Wah... Liat, Ir!" kata Laras.

"Berani lo, ya?" tanya Irya masih dengan nada jahatnya.

"Buat apa gue takut sama kalian," jawabku.

"Oke. Tunggu tanggal mainnya." sahut Irya. "Lo bakal tau, kalo sebenernya si Marsya ini busuk!"

Setelah kalimat itu di lontarkan dari mulut Irya, mereka pergi keluar kelas. Dan untuk yang kesekian kalinya, aku tak peduli dan tak akan pernah peduli.

Aku tak akan pernah peduli, apalagi percaya dengan apa yang tadi mereka katakan. 

Kepercayaanku adalah hatiku.

Aku selalu mengikuti kata hatiku.

Selalu?

Ralat. Tidak selalu.

Intinya, aku tak percaya kalau Marsya itu pura - pura berkelakuan baik padaku. Tak akan pernah percaya.

Hatiku mengatakan tidak mungkin.
Aku pun mengikutinya.

Selama itu... benar, mungkin?

* * *

Haaaaai
Sorry late update!

Next vote 175an yaaaaa thanks

Oh iya, maaf kalo ketebak. yang udah tau gimana - gimana yang terjadi ga usah bilang, simpen aja dalem hati wkwk.

maaf gue lagi sedikit e to the ror, alay, eh salah ya. yasudahlah.

sekali lagi, thank to the you, terima kasih!!!!!!!!!! dan terima to the kasih, thank you!!!!!!!!

@syaapiraa

^^

WHO?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang