"Assalamualaikum"
"Walaikumsalam. Eh den, baru pulang?" tanya Bi Juju yang sedang membereskan rumah.
"Iya Bi. Papah kemana Bi?" tanya Arvi
"Barusan pergi den, katanya ada urusan kantor" jawabnya.
"Oh gitu. Yaudah Arvi ke kamar dulu ya Bi"
"Iya den."
Arvi berjalan menaiki anak tangga untuk ke kamarnya. Arvi membuka pintu kamar, melemparkan tas dan langsung berbaring di tempat tidurnya.
Kemudian Arvi teringat kejadian disekolah tadi.
Silva?
Arvi membalikan tubuhnya dan menyilangkan tangannya di belakang kepala sebagai senderan. Kemudian Arvi tersenyum samar. Arvi teringat kenangan 3 tahun lalu. Masa dimana dia pertama kali menyukai seorang wanita. Seorang wanita yang sangat ia dambakan. Hingga akhirnya dia tidak bisa bertemu wanita itu lagi.
Wanita yang selalu menenangkan hati Arvi hanya dengan melihat senyuman nya. Tetapi, senyuman itu hilang ketika Arvi tidak lagi diizinkan untuk bermain dengan nya. Hanya karena status sosial Arvi tidak boleh mendekatinya. Sungguh, itu membuat hati Arvi hancur.
3 tahun lalu, Arvi pergi ke Kota Bandung untuk menerima tawaran sekolah olahraga disana. Arvi mendapatkan beasiswa. Hidup Arvi kini lebih baik lagi, karena Arvi diangkat sebagai anak oleh seorang Pengusaha besar di Jakarta. Hidup Arvi memang sudah lebih baik dari sebelumnya, tetapi hati Arvi masih sama seperti dulu. Sepi.
Kini Arvi kembali ke Jakarta. Kota dimana tersimpan banyak cerita. Cerita suka dan duka. Telah banyak hari dilalui oleh Arvi untuk melupakan semua kenangan 3 tahun lalu itu. Tetapi, tetap saja hati Arvi masih belum bisa melupakannya.
Arvi bangun dari lamunan nya dan langsung memakai jaketnya. Arvi pergi keluar untuk memgunjungi suatu tempat.
"Bi, Arvi keluar bentar ya"
"Mau kemana den?" jawab Bi Juju yang baru keluar dari dapur.
"Ada urusan Bi. Bentar ko" jawab Arvi sambil berjalan keluar rumah.
Tidak butuh waktu lama untuk Arvi mengeluarkan motornya. Motor ninja merah itu membelah jalanan ibu kota dengan ditemani senja yang indah. Diparkirkan nya motor itu di depan gedung tua. Gedung yang sering Arvi datangi.
Arvi memasuki gedung tua itu. Dia naik ke bagian atas gedung. Sunyi rasanya. Senja yang indah ditemani dengan angin berhembus.
Kesendirian yang melanda hati. Rintik hujan mulai berjatuhan. Suasana sore ini sesuai dengan suasana hati Arvi. Ada kesenangan dan juga kesedihan. Semua tersimpan disana. Dalam hati yang tak bisa diungkapkan.
Gedung ini?
"Gua tau gedung ini menyimpan banyak luka buat lo" Arvi angkat bicara. Dia seakan berbicara pada dirinya sendiri.
"Gua tau gedung ini yang membuat hati lo hancur sampai saat ini. Gua tau semua nya. Gua tau waktu itu juga lo pasti butuh gua ada disamping lo. Tapi, tanpa lo sadari gua melihat semua kejadian itu. Kejadian dimana lo teriak minta tolong. Kejadian dimana lo nangis, tangisan yang lo ga bisa tahan sama sekali. Gua tau lo kecewa sama gua. Gua tau. Tapi, gua ga bisa nolong lo, gua ga bisa jadi tempat menumpahkan tangisan lo. Bukan karena gua ga mau tapi, nyokap lo yang ngelarang gua buat deketin lo" Arvi diam sebentar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Penantian
DragosteSetelah beberapa kali Silva berusaha tersenyum dihadapan Arvi, tetap saja lelaki itu masih belum bisa menerima senyuman nya. Hingga akhirnya Arvi berdiri dari duduk nya dan mengeluarkan foto perempuan sedang tersenyum. Senyuman yang sangat bahagia...