I Choose to Love You : Jimin and Seulgi

28 5 0
                                    

"Oh, itu Haejun!"

Ketika tubuh Haejun mendorong pintu sebuah cafe, namanya telah disambut oleh beberapa orang di sana. 

Sebut saja mereka dengan 'teman-teman Haejun'.

"Hey, Bro! Ternyata ku benar-benar datang. Kukira omonganmu kemarin hanya bercanda". Dengan entengnya, salah satu dari mereka―yang menggunakan kemeja oversize merah menyeletuk. Entah itu sebuah sindiran atau candaan.

"Ck, kalian meremehkan seorang Haejun?" tanyanya yang terdengar sangat retoris.

"Dasar narsis", batin Raejin memutar bola matanya jengah.

Lama ia mengamati Heojun dan teman-temannya, masih dalam posisi yang sama. Mengambil jarak beberapa langkah di belakang mereka. Tidak, ia belum duduk. Setidaknya Raejin tahu tata krama, ia tidak akan duduk sebelum dipersilahkan.

"Dia...?" seorang lagi menggantung pertanyaannya sambil menunjuk Raejin dengan dagunya.

Ah, benar. Haejun hampir melupakan gadis itu. 

"Ah matta. Ini, Raejin. Dia salah satu penyiar di stasiun kami. Raejin-ah, mereka teman-teman sekolahku dulu" (oh benar)

Raejin membungkukkan badannya dengan kaku. Ayolah, ia sangat membenci situasi ini. Bahan rajin tidak berani menatap wajah mereka. Ia benci diperhatikan seperti seorang anak baru di kelas.

"Han Raejin imnida. Bangabseumnida" (senang bentemu dengan kalian)

"Kau seorang penyiar? Wah, aku baru tahu ada seorang penyiar yang cantik sepertimu"

Haejun menarik sebuah kursi di sebelahnya dan mempersilahkan Raejin duduk. Gadis itu hanya sekadar tersenyum dan membungkukkan kepalanya mendengar ucapan teman-teman Haejun.

"Jeomin-ah, kalau kau berkata begitu hanya untuk merekrutnya , aku tidak akan membiarkannya" balas Haejun dengan tangannya menutupi wajah Raejin seolah sedang melindunginya.

"Ani, aku tidak bercanda. Kau sangat cantik untuk seorang penyiar. Memangnya kau siapa, eoh? Bertingkah seperti pacarnya. Cih, aku tahu kau bukan pacarnya. Jadi kau tidak berhak atas dia. Ingat itu" seorang bernama Jeomin itu berkata. Membuat situasi seketika berubah tegang. Entah atas alasan apa.

Haejun hanya diam sambil melihat bibirnya kedalam.

"Heih, kau ini. Aku hanya melindunginya sebagai karyawan perusahaanku" gusar Haejun. Entah kenapa mood-nya turun seketika. Kenapa tiba-tiba teman-temannya sangat sensitive dengan hal seperti ini. 

Raejin yang mendengarnya hanya menghela napasnya dalam-dalam. Ia tidak mengerti situasinya sekarang. Semuanya terlihat sangat kanak-kanak baginya. Ayolah, hanya karena candaan renyah itu, sekarang mereka semua jadi bungkam.

"Haejun memang seperti itu. Dia selalu mengatakan itu kepada semua orang karena kami cukup dekat. Aku juga satu universitas dengannya. Dia orang yang baik"

Baiklah, ingat ini. 

Pertama, Raejin mengatakan hal itu hanya untuk memperbaikin keadaan di sana. 

Kedua, ini pertama kalinya Haejun mengatakan hal seperti itu. 

Dan ketiga, ia tidak akan mau mengulang pemujaannya barusan.

"Ah.. benarkah?" seseorang lagi tampak tertarik memulai pembicaraan lagi. "Tapi, sepertinya dia bersungguh-sungguh mengatakannya"

"Ne?". Lagi, dahi Raejin berkerut.

"Tanya saja pada Haejun"

Raejin memandang Haejun tak mengerti. Sungguh, ia seperti berada di dunia lain dan berbicara dengan alien-alien ini. Kenapa mereka senang sekali menggunakan bahasa isyarat.

The Playlist [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang