|'Heart Cold'|

Eleven

Jinyoung pov

Kim haejin pulang baru beberapa menit yang lalu tapi aku sudah ingin melihatnya lagi. Ketiga adikku juga sepertinya masih tak bisa membiarkan Haejin pulang, itu sebabnya mereka belum berhenti mengeluh pada eommaku.

Perlahan pintu itu terbuka dan menampakkan seorang laki laki bertubuh jankung yang ia yakini bahwa itu adalah ayah mereka. Seluruh mata tertuju pada appa dan adikku kemudian berlari memeluk ayahku.

"Anyeong" appa melambaikan tangannya dengan wajah yang begitu bahagia.

"Appa, bogosipheo"
Teriak ketiga anak kecil yang memeluk pinggangnya dengan erat.

"Nado uri little park"
Aku yang melihatnya hanya terkekeh melihat hangatnya keluargaku.

...

Aku membuka mataku dan mencari keberadaan ponselku. Namun aku mendengar suara eomma dan appaku yang masih berbincang di sofa dekat ranjangku.

"Apakah kau kenal?"
Tanya eomma

"Tentu saja ayahnya adalah partner kerjaku beberapa tahun lalu, Kim seokjin itu ramah dan begitu tegas makanya HD group diberikan padanya. Saat menjadi rekan kerjaku, perusahaan kami mendapatkan banyak keuntungan karena kerja sama yang sangat baik."
Jawab appa

"Kau masih berteman dengannya?"

"Sepertinya sih aku masih punya nomor telepon seokjin, sekarang dia tinggal di china dengan istrinya."
Jawab appa, aku menerka pembicaraan mereka saat mendengar HD group. Ayahku dan Ayah Haejin berteman?? Omoo ini benar benar tidak bisa dipercaya. Sepertinya Tuhan membuka jalan lebar untukku karena pasti akan ada dukungan yang appa berikan padaku.

"Apakah HD group dan JB group masih memiliki kontrak kerja?"
Tanya eomma lagi.

"Kalau kontrak sudah kami selesaikan dari 2 bulan yang lalu makanya saat itu aku jadi sering ke china untuk meeting dengan mereka."
Jawab appa

'Woahh ini bisa menjadi awal mula yang baik untukku. Kim Haejin i'm coming babe'

...

tusukkan jarum infus di tanganku beberapa menit lalu telah dicabut oleh laki laki berjas putih dengan wajah ramah dan biasa ku sebut sebagai dokter. setelah tiga hari berada di ruangan serba putih dan membosankan akhirnya aku diperbolehkan pulang. tapi kalau aku tak berada di rumah sakit mana mungkin Haejin bisa khawatir padaku, bahkan tak sehari pun lewat tanpa menjengukku walaupun biasanya hanya beberapa menit tapi aku senang karena dia masih menyempatkan datang untuk sekedar menanyakan kabarku.

aku tak pernah bisa mengerti dengan penyakit yang aku derita dari kecil ini. kurasa ini tak masuk akal, bagaimana bisa penyakit ini bisa menyerang orang saat ia kecil. aku ingin terbebas dari penyakit ini tapi ini tak bisa disembuhkan hanya bisa di redakan dan dicegah. padahal aku ingin berkelahi dengan musuh musuhku dan aku ingin merasakan rasanya luka dan jatuh. sejak kecil eomma selalu menjagaku dengan sangat ketat walaupun aku masih diperbolehkan bermain tapi aku tak diperbolehkan melakukan hal hal yang berat, mungkin karena takut aku kelelahan dan membuat badanku membengkak menjadi penyebabnya. aku juga tak boleh kepanasan, tak boleh terjatuh, mimisan, cabut gigi, dan banyak lagi. tapi aku tak pernah merasa di singkirkan mungkin karena aku tak pernah malu dengan penyakit ini, dan juga sikapku yang mudah bergaul dan mempunyai paras yang tampan membuat teman teman menyukai jika berteman denganku.

flashback

dulu waktu umurku 13 tahun aku pernah naik sepeda sebelum itu eomma sudah melarangku tapi karena aku tak mendengarkan aku nekat naik sepeda dan pergi bersama teman temanku. aku begitu senang karena bisa naik sepeda dengan bebas tapi belum lama aku merasakan senang tiba tiba sepedaku menabrak pembatas jalan dan sepedaku terarah ke jalan raya. tubuhku seakan melayang di udara dan terjatuh menabrak aspal. kepala yang pusing darah segar mengalir di pucuk kepalaku, air merah pekat itu semakin banyak mengalir di setiap bagian tak tersisa. Kehabisan darah dan kehilangan kesadaran begitulah kondisiku saat itu, hampir mati karena darah yang tak berhenti mengucur membuat keadaan semakin kritis. Aku takut mati dan meninggalkan orang tuaku sendirian, itulah hal yang paling kutakutkan.