Dia datang, berjalan dengan menatap mataku.
Kami saling menatap untuk beberapa saat.
Kemudian hilang.Sekali lagi, jari-jemarinya lihai menari tepat pada senar di leher biola, mengikuti alur nada di depannya.
Namun matanya kembali berseru denganku.
Cukup lama.Lima puluh dua kali kami bertemu.
Mata yang berbicara, seakan bibir tak ingin menyapa.
Saling diam.Hingga pada hari minggu pukul 16.26, perasaan itu masuk tanpa mengetuk.
Berkelana di dalam hati, membuat jiwa ini seakan miliknya.
Dua perasaan ini berseru.Cinta dan cemburu.
Aku mengeluh dalam hati. Kutanyakan pada Tuhan.
Tuhan, apa boleh aku jatuh cinta?
Tuhan, apa boleh aku memiliki perasaan ini walau kami tak pernah tegur sapa?
Tuhan, aku cemburu matanya menyipit karena tertawa bersama wanita lain. Mata yang selalu beradu dengan mataku.
Diri ini percaya, dengan berputarnya ribuan kali jarum jam, semua akan terjawab.
Dengan pasti.Hilang atau bertahan.
--*--
27 kosong dua 22.32
KAMU SEDANG MEMBACA
DICTUM
Short StoryDictum sama dengan ungkapan. Cinta tak akan pernah habis mencipta ekspresi rasa. Menumpahkannya dalam tulisan memberikan pembebasan rasa yang lebih melegakan -asmara dini hari -setiap bagian tidak saling menyambung