Hari itu, dimana hari paling mendebarkan bagiku. Dia datang dengan santai, hanya untuk menemuiku tuk pertama kali.
"Aku besok kesana, kamu datang kan?"
Tanpa sadar bibirku tersenyum, pria itu menghubungiku lewat telepon.
"Iya Din aku datang."
Terputuslah sambungan kami.
Mataku mengerjap. Sudah satu jam, Adin belum datang. Dilanda kemacetan, pikirku.
Aku tahu, mulutnya penuh dusta. Tapi apakah ia rela berdusta hanya untuk melihatku menunggu?
Teriakan seperti lonceng mengiang di telingaku, sedikit meringis.
Teman-teman pria ku menggeromboli sesuatu yang membuat mereka berteriak.
Aku bertanya-tanya, apa yang ada ditengah tengah mereka. Sedikit suara berkata, "Walah datang lagi kamu kesini. Kesambet apa?" kemudian diiringi dengan tawa mereka.
Jantungku mulai berontak. Tubuhku mulai was-was.
Aku berdiri, sedikit mendongak, terlihat sedikit bahu dan kepala pria yang mereka geromboli.
Tanpa aba-aba kepala pria itu menengok kebelakang, matanya melihatku. Aku tersenyum senang dalam hati.
Adin tidak berdusta kali ini. Ia benar-benar datang.
Adin berjalan mendekat. Tersenyum manis membuat hatiku tersambar petir di siang bolong, bergetar.
"Hai," satu sapaan, secuil harapan.
***-****
6 kosong lima 10.52
KAMU SEDANG MEMBACA
DICTUM
Short StoryDictum sama dengan ungkapan. Cinta tak akan pernah habis mencipta ekspresi rasa. Menumpahkannya dalam tulisan memberikan pembebasan rasa yang lebih melegakan -asmara dini hari -setiap bagian tidak saling menyambung