Hujan 19

2K 92 11
                                    

Hari berlalu sejak saat itu Hana tak pernah bertemu dengan Dhika. Karena memang hari libur. Namun tak sepenuhnya seperti itu. Hana sengaja menghindari Dhika.

Sejak terakhir mereka bertemu, Hana tak memiliki muka untuk bertemu Dhika lagi. Malu. Benar, rasa itu selalu menghantui Hana akhir-akhir ini. Membuat ia sulit tertidur nyenyak, ia selalu menerka-nerka sendiri. Memikirkan hal yang paling tidak penting.

Sebenarnya, Dhika sudah berkali menghubungi Hana. Entah lewah chat line atau pesan singkat bahkan berkali melakukan panggilan. Namun semuanya diabaikan oleh Hana. Menghindar. Hana tak tahu apa yang harus dilakukan. Ia terlalu bodoh saat mutuskan menangis di hadapan Dhika. Tapi sungguh hal itu di luar kontrolnya.

Apalagi pelukan itu. Hancur sudah muka Hana yang entah sejak kapan selalu memerah memikirkan kejadian itu.

Hingga tanpa terasa bayang-bayang Dhika saat memeluknya selalu menghantui pikirannya. Rasa bahagia sekaligus tak percaya. Ini pertama kalinya Hana dipeluk seorang cowok. Dan cowok itu bukan siapa-siapanya.

Tak terasa, tahun baru sebentar lagi akan datang menyambut. Sesuai janji Reyga, ia mengundang teman dekatnya untuk merayakan tahun baru kali ini di vila keluarga. Vila cempaka, yang berlokasi cukup jauh dari kota. Berbau pedesaan juga pegunungan. Jauh dari keramaian kota.

Perjalanan dimulai pagi-pagi. Terlihat Reyga sedang sibuk memindahi perlengkapan ke dalam mobil. Hana pun tak jauh berbeda, ia tengah duduk mengencangkan tali sneakers-nya.

Sudah berkumpul di sana.  Andhin, Dhika, Gilang, Shinta, Fitri, dan Andra --teman Reyga.

Ini Kali pertama Hana bertemu Dhika setelah kejadian pelukan. Mungkin bagi Dhika hal itu tak berarti apa-apa. Namun tidak dengan Hana.

Dadanya berdetak lebih kencang dari biasanya saat matanya bersitatap dengan Dhika. Apa lagi pujian Dhika sewaktu mereka di dalam mobil.

"Lo cantik Han."

Hanya tiga kata. Dan sukses membuat Hana merona. Berkali Hana merutuki dalam hati. Kenapa ia sampai merasakan perasaan aneh seperti ini? Rasa ini lebih parah dari yang dirasakan bersama Gilang dulu.

Belum sampai di situ, perjalanan menuju vila sangatlah lama bagi Hana. Hana benar-benar seperti cewek yang bodoh. Yang tak mengerti sendiri perasaannya. Alhasil, sedari awal Hana hanya menghabiskan waktu untuk tidur di dalam mobil.

                     *****

Dinginnya malam terasa seperti menusuk tulang. Pukul sebelas malam kali ini sangat lah berbeda dengan malam-malam biasanya. Di taman depan vila cempaka tampak beberapa anak manusia tengah melakukan aktifitas untuk mengisi waktu selama satu jam kedepan. Sebelum pergantian tahun.

Taman itu terlihat terjaga dengan baik. Walaupun dalam keadaan gelappun masih terlihat keindahannya. Ada lampu di sepanjang rumput yang akan mengarahkan pada ayunan di sudut taman. Di tengah taman terdapat kolam ikan yang disertai air mancur yang akan terlihat indah ketika memancarkan air.

Tergelar di atas rerumputan karpet berbulu yang tampak nyaman. Disebelahnya terdapat bangku taman yang di jadikan untuk sandaran gitar. Adapula perapian, untuk menghangatkan tubuh atau pun membakar jagung.

Terdiam sendu. Hana menatap jagung yang kini berada di tengah kobaran api dengan pandangan kosong. Di seberang ada Gilang yang tengah melakukan aktifitas yang sama dengan Hana.

Bedanya, sesekali Gilang melirik Hana. Di pikiran Gilang sudah tersiapkan beberapa pertanyaan yang akan ia lontarkan untuk mengawali pembicaraan. Namun Gilang sedikit ragu melihat Hana yang sedari tadi terdiam.

Hana terdiam bukan tanpa sebab. Sedari tadi ia memikirkan Dhika. Mengingat pertemuan terakhir mereka yang sedikit memalukan. Juga tak ada komunikasi di antara mereka semenjak kejadian itu, membuat Hana sebal sendiri.
Entah karena apa, Hana pun tak mengerti. Suasana hatinya akhir-akhir ini selalu berubah-ubah.

Merindukan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang