Hujan 27

1.9K 207 11
                                    

Cukup panjang. Semoga suka 😊😊happy reading 😍

**

Apa mereka selama ini deket? Sial! Gue kecolongan.

Setelah melihat mobil itu perlahan menjauh, Dhika segera bergegas memasuki mobilnya. Berniat mengikuti mereka.

Di perjalanan, banyak sekali tanya di benak Dhika. Hatinya merasa tak rela dengan Hana yang dekat dengan Gilang. Juga, ia mengetahui dari Shinta. Jika Gilang menyukai Hana.

Shinta? Mantannya, yah mereka berteman baik. Setidaknya saat ini hubungan mereka baik-baik saja. Tak bermusuhan seperti dulu. Bahkan seminggu lalu, Dhika keluar bersama Shinta. Membeli kado ulang tahun mama Shinta.

Dhika memfokuskan arah pandangannya. Mobil Gilang berbelok menuju suatu kafe.

Metilia kafe? Ngapain mereka? Gak salah lagi! Ngedate nih, pasti.

Dhika menyeringai

Okey, gue pastiin acara lo bakal gagal, Gilang!

Anggap saja Dhika jahat, setelah melakukan tonjokan pada Reyga dia langsung merusak acara orang. Terkadang, Dhika memang suka kelewatan, tak peduli perasaan orang lain. Ego terkadang masih membungkus isi hatinya, padahal Dhika adalah sosok yang peduli dan baik hati.

                     *****

Hana berbalut jeans dan juga blouse berwarna navy. Ada corak garis horizontal di sana. Gadis itu tengah terduduk, berhadapan dengan Gilang.

Setelah pesanan mereka datang, Gilang memulai pembicaraan. Suasana canggung terlihat jelas di sana. Hana sedari tadi hanya menunduk. Memainkan jemari tangannya.

Gilang berdehem.

"Gue minta maaf. Mungkin kemarin gue terburu-buru ungkapin cinta gue." Gilang tersenyum miris.

Rasa bersalah kembali menyerang Hana. Astaga, Hana benar-benar berada di posisi yang sulit.

"Seharusnya gue yang minta maaf, Gilang. Gue ngecewain lo. Gue gak seperti yang lo harapin," susah payah kalimat itu terlontar dari mulut Hana. "Gue gak mau kehilangan temen kayak lo, jadi... Gue harap kita bisa berteman lagi. Kayak dulu." lanjutnya lagi.

Gilang tersenyum manis, dua lesung pipinya terlihat. "Gue tetep temen lo Han, yah mungkin lebih baik seperti itu."

Hana tersenyum lega. Kemudian meneguk vanilla pure di hadapannya.

Gilang hanya tersenyum dipaksakan. Sakik hati? Tentu saja. Tapi yah, Gilang mencoba merelakan Hana. Mengalah.

Baru kali ini ia ditolak. Dan yah, rasanya cukup menyesakkan.

Suara petikan gitar memenuhi penjuru Metilia kafe. Ada seorang penyanyi kafe di panggung kecil yang ada di sana, yang sedang terduduk di kursi cukup tinggi memangku sebuah gitar. Dan menyenandungkan lagu Kesempurnaan Cinta.

Tepat, lagu itu tak cocok dengan keadaan mereka. Penolakan, rasa bersalah, kecanggungan. Tak mampu terwakili oleh lagu itu. Gilang lagi-lagi tersenyum miris.

Di sudut lain langkah kaki itu melangkah pelan, santai. Sebelah tangannya berada di dalam saku. Pemuda itu menuju meja nomor sembilan. Di sudut ruangan, di dekat jendela.

Senyum menyeringai tersunggung di sana.

Si pengganggu mulai berkreasi. Menghampiri meja Hana dan Gilang.

"Yoo, bro. Lagi pada ngapain? berdua aja?" tanya Dhika menaik turunkan alisnya. Menggoda.

Gilang tersenyum singkat. Cowok di hadapnnya ini lah yang berada di hati Hana. Seseorang yang di cintai Hana.

Merindukan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang