White Snow

75 8 0
                                    

"Kau!" Louis, si perusak veneno kesayangan Kazuya berseru kaget saat Kazuya masuk ke ruangannya tanpa izin. Hingar bingar house music di luar sana menyapa telinga Louis sebelum akhirnya suara itu teredam saat Ichirou menutup pintu untuk Kazuya.
"Kejutan." ujar Kazuya dengan seringai seorang mafia.
Louis tentu saja kaget saat mendapati lelaki yang mobilnya ia rusak berada di clubnya. Louis sangat tau kalau kekasihnya yang menggoda Kazuya ketika mereka liburan di Sisilia-Italia, tapi egonya sebagai lelaki menolak kenyataan itu. Tentu saja ia menolak. Kalau Louis mengakui, sama saja mengaku bahwa dirinya kalah menarik dibandingkan Kazuya.
"Bagaimana kau tau aku di sini? Dan bagaimana kau bisa masuk hah? Tidak mungkin anak buahku membiarkanmu ke sini tanpa izinku!" raung Louis murka.
Kazuya menggendikkan bahu. "Memang tidak." Lalu ia duduk di kursi di depan meja kerja Louis.
Louis pun segera menghubungi bagian keamanan tapi tak ada yang menjawab. Louis segera keluar ruangan dan mendapati anak buahnya yang biasa menjaga di pintu masuk ruangannya babak belur.
"Kau?!" geram Louis. Ditatapnya Kazuya dengan nyalang. Kazuya pun memutar kursinya.
Tatapan Louis yang demikian tak berarti apa pun bagi Kazuya. Ia bahkan menentang tatapan Louis.
"Venenoku. Kau menabraknya dengan sengaja mana mungkin aku melepasmu?" ujar Kazuya tanpa basa basi. "Kau bersikukuh tak mau mengganti kerusakannya. Jadi, setelah anak buahku mendapatkan semua data tentangmu, tak ada salahnya membiarkanmu tak mengganti venenoku asal kau menyerahkan Rex padaku."
"Menyerahkan Rex padamu? Bahkan mobilmu tak sepadan dengan clubku ini!" hardik Louis. "Dan yang pasti aku tak akan memberikan ganti rugi. Kau yang cari masalah."
"Mungkin wanitamu tepatnya yang cari masalah."
"Sampah sepertinya bukan wanitaku!"
"Jadi, kau membuangnya?"
"Pergilah!"
Kazuya menyalakan rokoknya. Pertanda ia tak bisa didebat. Negosiasi selanjutnya, suka tidak suka, mau tidak mau, akan berjalan sesuai keinginan Kazuya.
"Setelah kau serahkan Rex padaku." ujar Kazuya angkuh.
Louis gagap untuk beberapa saat sebelum akhirnya berteriak marah bahkan mengancam akan membunuh Kazuya.
"Pergi dari ruanganku sekarang!"
"Kutawarkan jalan damai. Ganti rugi venenoku dan aku melepasmu."
"Tidak!" Jawab Louis tegas.
"Baiklah berikan Rex padaku. Club mu ini berpotensi besar mendatangkan uang."
"Kau sinting! Tak akan kuserahkan"
"Kalau begitu ucapkan selamat tinggal pada Rex." ujar Kazuya seraya berlalu dari ruangan Louis.
Kazuya baru saja sampai di lorong ketika Louis keluar ruangan dengan pistol di tangan. Pistol itu mengarah ke kepala Kazuya dan meletus di detik berikutnya. Kerumunan orang yang berada di lantai dansa langsung berhamburan panik. Darah mengalir. Laki-laki itu roboh. Peluru yang dimuntahkan dari pistol Louis menembus dadanya meski tidak mengenai organ vital. Namun, bukan Kazuya. Kazuya menghindari peluru itu. Kazuya menyeringai mengerikan membuat Louise tersentak. Bagaimana bisa ia menghindari peluru yang melesat dengan kecepatan cahaya itu? Tersadar bahwa musuhnya bukan orang biasa, Louis pun memanggil orang-orangnya. Bukan orang biasa seperti penjaga ruangannya. Tapi mereka yang bahkan tidak keberatan jika harus mengambil nyawa seseorang.
Kazuya bersiul. Dilepasnya coat hitamnya. "Kau benar-benar menyenangkan Louis." ujar Kazuya. "Aku jadi ingin menebas tangan lancangmu itu."
Dari sudut matanya, Kazuya melihat Tanaka, Rio, dan Andi datang.
"Kau menyebalkan Kazuya." ujar Rio. Sambil menenteng sniper. Yah, Rio tak akan memanggil Kazuya dengan hormat kalau Kazuya memulai 'pesta' duluan.
"Kenapa kau membawa snipermu?" tanya Ichirou. "Kau mau menghancurkan Rex?"
"Hanya jaga-jaga. Aku akan ke atas." ujar Rio acuh sambil menaiki anak tangga Rex. Mencari tempat tinggi untuk meng-cover teman-temannya di bawah. Sementara pembunuh profesional yang disewa Louise mengarahkan senapannya ke Rio.
Dor!
Rio tersenyum senang saat Andi melindunginya. Asap masih mengepul dari moncong pistol Andi. Pembunuh yang mengincar Rio jatuh tersungkur dengan peluru menembus kepalanya.
Tanpa aba-aba, baku tembak pun dimulai.
Kazuya bersembunyi di balik meja bartender bersama Tanaka. Sementara Andi dan Ichirou berada di barisan depan. Mereka berempat sudah terlibat baku tembak. Kazuya memainkan FN 57-nya, pistol yang sama dengan milik Alvise. Rio sendiri sudah mengambil tempat yang sempurna untuk snipernya. Sniper yang dia bawa hanyalah sniper biasa. Cukup membunuh orang tanpa harus membuat sekeliling medan pertempuran rusak. Rio memulai aksinya. Empat tembakan dan empat musuh tumbang. Namun, sebuah peluru melayang tepat di samping kepalanya, menyerempet pelipisnya. Diusapnya darah yang mengalir di pelipis. Rio melihatnya. Seorang lelaki dengan sniper di tangan. Rio sudah menemukan lawan yang seimbang. Senyum gila bermain di wajah playboynya. Darah membunuhnya bergolak dan Rio tak akan berhenti menembak sampai musuhnya mati tak bergerak.

Mr Yakuza and His MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang