Strength of Kyudo

86 4 1
                                    

Ichirou menatap tuannya yang sudah aneh sejak kepulangan mereka dari Aomori. Kazuya tidak bertingkah konyol, sekali lagi tidak. Ia masih fokus pada pekerjaannya, masih bersikap sangat dingin dan kejam pada musuhnya, dan masih Kazuya seperti hari-hari sebelumnya. Hanya saja....
"Apa yang sudah kulakukan?"
Dan Ichirou hanya bisa menggelengkan kepala perlahan demi mendengar gerutuan yang sama dari Kazuya untuk kesekian kalinya. Nah, lihatlah, sekarang tuannya malah mengucapkan kalimat sakral itu sambil mengacak helaian rambut hitamnya.
"Errr, Kazuya san." panggil Ichirou dengan embel-embel -san mengingat saat ini mereka berada di tengah-tengah rapat bersama para karyawan.
"Hn?" gumam Kazuya.
Ichirou sedikit merundukkan tubuhnya dan berbisik di telinga Kazuya.
"Berhentilah bertingkah seperti orang bodoh!"

***

"Sebenarnya, ada apa denganmu?" tanya Ichirou sembari menyerahkan segelas kopi pada Kazuya. Rapat sudah selesai sejak beberapa saat yang lalu dan Ichirou sangat bersyukur Kazuya tidak mengacaukannya.
"Hmm, hanya sedikit melakukan kesalahan."
Ichirou mengernyit tak mengerti. "Aku bahkan jadi saksi hidup saat kau membuat kesalahan besar hingga membuat kita harus bertaruh nyawa melawan klan Hisoka. Lantas, kenapa kau harus bersikap seaneh ini hanya untuk sedikit kesalahan?"
Kazuya ingat betul dengan klan Hisoka. Ah, saat itu ia masih remaja dan terima kasih pada emosinya yang gampang meledak. Hampir saja ia menghancurkan kedua klan. Beruntungnya kakek tua pemimpin klan itu menengahi semua kesalahpahaman yang ada.
"Hmm, apa kabarnya si kakek Hisoka itu ya?"
"Jangan mengalihkan pembicaraan Kazuya!"
"Hn." Lagi-lagi Kazuya bergumam tak jelas.
"Memangnya apalagi yang kau lakukan pada Ayumu?"
"Uhuk!"
"Kau tersedak? Berarti benar, kelakuan anehmu tiga hari terakhir berhubungan dengan gadis itu." jelas Ichirou. "Dan sebaiknya," lanjut Ichirou, "Kau pacari saja dia."
"Bruss!" "Uhuk...uhuk..."
Bagus Ichirou, kau telah membuat bosmu menyemburkan kopinya dan batuk-batuk hebat.

****

Syuuuttt....trang!! Jleb!!
"KAU MAU MEMBUNUHKU YA, GADIS GILA!!!!"
Rio berteriak penuh amarah dan Andi hanya bisa menatap horor partner in crime-nya itu, sedangkan Tanaka harus mendesah lelah untuk kali ketiga. Saat ini ia tengah melatih Ayu menggunakan panah, meski Tanaka lebih menekankan pada pelatihan kyudo, seni memanah tradisional Jepang. Ayu boleh saja tak pernah menggunakan senjata satu itu, tapi kekuatan lengannya tidak main-main dan Tanaka terlalu jeli untuk tidak menyia-nyiakan kelebihan gadis itu. Jadi, di sinilah ia berada. Di samping rumah utama, melatih Ayumu dan berakhir dengan kegagalan, bahkan bidikan terakhirnya entah bagaimana bisa meleset ke arah Rio dan hampir menusuk dahi laki-laki itu kalau saja Rio tak cepat menangkisnya dengan pisau yang kebetulan sedang ia bawa. Kini anak panah naas itu menancap di salah satu pohon yang tumbuh di sana.
"Dasar gadis gila!" umpat Rio lagi.
"Salah sendiri kau berada di titik yang salah Rio. Di depan mataku adalah area bidikanku."
"Dan aku berada tiga meter jauhnya dari area bidikanmu Ayumu!" teriak Rio murka.
"Fokuslah!" perintah Tanaka. "Sekali lagi meleset, aku tak akan mengajarimu." ujar Tanaka. "Dan kau Rio," tunjuk Tanaka. "Berhentilah menggoda gadis-gadis di balik tembok sana!"
Rio hanya bisa cengengesan tak jelas. Yah, sebelah rumah utama adalah perkebunan milik mereka, klan Daimon. Para pekerja perkebunan mayoritas para gadis di daerah itu. Setelah berhasil menangkis panah Ayu yang salah sasaran, dengan santainya Rio memanjat pagar setinggi lima meter dengan bantuan tangga. Kini, dengan santainya ia duduk di atas pagar sambil menggoda para gadis. Ah, salahkan Rio dan sifat playboy-nya
"Baiklah, karena Tanaka si manusia es menyuruhku pergi, aku akan pergi. Jaa minna...." pamit Rio pada para gadis yang disambut teriakan histeris mereka. Lalu, Rio pun berdiri di atas pagar. Melempar tubuhnya ke depan hingga melenting sempurna dan segera memutar tubuhnya sedemikian rupa membuat dirinya meluncur bebas ke bawah. Sebelum kakinya menjejak tanah, Rio meraih salah satu dahan pohon dan bergelantungan di sana. Baru kemudian laki-laki itu melepas pegangannya dan mendarat mulus di tanah.
"Wah... Sugoiii," komentar Ayu.
Rio tertawa renyah. "Nah, sekarang giliranmu. Semoga berhasil." ujar Rio sembari menepuk bahu Ayu dan mendudukkan diri di bangku sebelah Andi.
"Entah mengapa, kalau melihat sikap pamermu, aku jadi berharap dahimu ditembus panah Ayumu tadi."
"Oh, ayolah Andi. Aku hanya bersenang-senang. Sudahlah perhatikan saja Ayumu."
"Hmm."
Dan semua mata kini fokus pada Ayumu. Gadis itu mengangkat busurnya dan mulai mengambil anak panah dari tempatnya. Perlahan Ayu mulai menarik senar busurnya. Busur itu melengkung sempurna. Tanaka memerhatikan posisi tubuh Ayu dan mengangguk puas. Ayu memahami dasar-dasar memanah dengan cepat. Hanya tinggal memfokuskan diri pada target bidikannya karena entah mengapa Ayu sangat tidak fokus hari ini. Ada sesuatu yang mengganggu pikiran gadis itu. Tadi saja gadis itu memegang pipinya yang merah sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Tenang dan jangan gegabah fokuskan bidikanmu." instruksi Tanaka mencoba mengembalikan fokus gadis itu yang terusik.
Ayu menarik nafas dalam-dalam. Matanya menyipit tajam. Target terkunci. Sebuah titik tengah yang tercetak di papan sejauh 70 meter menjadi sasaran bidikannya. Ayu kembali menghela nafas dan dengan cepat melepas anak panahnya. Anak panah Ayu lepas dari busurnya dan melenting sempurna hingga....Jleb! Mendarat satu lingkaran jauhnya dari target utama.
"Meleset." ujar Rio dan Andi berbarengan. Ayu pun seketika menunduk lesu. Dia gagal. Padahal Ayu sangat suka ketika melihat Tanaka memanah dan ingin bisa memanah seperti Tanaka. Tapi sekarang? Ayu segera menyimpan alat memanahnya.
"Cukup untuk hari ini. Besok kita latihan lagi."
Ayu langsung memgangkat wajahnya. "Kau akan melatihku lagi Tanaka kun?"
Tanaka mengangguk mengiyakan. "Hontou ni?" tanya Ayu lagi. Sekali lagi Tanaka mengangguk. "Yatta! Baiklah. Aku akan pergi ke dapur menyiapkan makan malam."
Selepas kepergian Ayu, seseorang yang diam-diam mengamati latihan memanah itu perlahan memasuki ruangan.
"Bagaimana menurut tou-san?" tanya Tanaka pada ayahnya.
"Dia punya bakat."
"Kenapa paman tidak bergabung dengan kami dan memilih mengamati dari balik bayang-bayang?" tanya Andi yang memang menyadari kehadiran ayah Tanaka sejak tadi.
Kitamura terkekeh. Jujur saja, ia masih sangat sulit menghilangkan kebiasaannya sebagai seorang samurai.
"Kau tau itu kebiasaan yang sulit kuubah, Andi." terang Kitamura. "Oh ya, datanglah ke 'bawah'. Ada yang perlu kita bahas."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 29, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mr Yakuza and His MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang