Red Blood

147 9 1
                                    

"Keadaannya?" tanya Kazuya pada siapa pun yang ada di dekatnya. Saat ini ia dan anak buahnya sedang berada di rumah sakit.
"Keadaannya stabil tuan. Dokter sudah menjahit lukanya." jawab Ichirou yang selalu ada di sisi Kazuya.
Kazuya mengangguk paham.
"Tuan sendiri?" tanya Andi, anak buahnya yang lain.
"Hmm, aku tidak apa-apa jika yang kau maksud adalah luka bekas pengambilan darah ini."
"Karena dia sudah menerima darah tuan, dia harus menyerahkan hidupnya untuk tuan." ujar Rio.
Kazuya tertawa. "Kau terlalu kaku Rio. Dia sudah berbaik hati menjaga coatku hingga menumpahkan darahnya. Jadi, sudah sewajarnya kuberikan darahku untuknya. "
"Lebih baik kalian beristirahat. Ichirou, bawa kedua anak ini kembali ke rumah."
"Tapi, tuan." ujar Ichirou ragu.
"Cukup Tanaka." ujar Kazuya merujuk pada anak buahnya yang ahli mengelabui dan ahli senjata. Jika Ichirou adalah pemikir ulung maka Tanakalah yang pantas jadi partnernya. Mereka berdua kombinasi yang mematikan. Sedangkan Andi dan Rio adalah kuda yang lincah. Tombak yang siap mengacak-acak pertahanan musuh.
"Tapi dia tidak di sini." sergah Rio.
"Dia di sini." ujar Ichirou. "Tuan muda tidak akan menyebut nama Tanaka kalau dia tidak di sini."
"Tapi di mana Tanaka, Ichirou?" tanya Andi.
Ichirou hanya mengangkat kedua bahunya. "Mungkin tuan muda bisa menjawabnya." lanjutnya kemudian.
"Arah barat daya."
"Hanya sekumpulan perawat yang sedang mengantuk." cetus Rio.
Namun, sesaat kemudian satu di antara para perawat itu mengangkat kepalanya dan melambaikan tangan ke arah mereka. Tanaka menyapa mereka.
"Dia benar-benar bayangan yang sempurna." ujar Andi. "Baiklah kami permisi, tuan muda."
"Pergilah."
Selepas kepergian anak buahnya, Kazuya masuk ke kamar rawat Ayu. Dalam keremangan malam, ditatapnya gadis mungil itu. Ayu tidaklah secantik Reiko. Geisha Jepang yang anggun itu. Ayu juga tidak semenarik Charissa, ratu clubbing di club yang biasa ia kunjungi. Ayu tidak seperti itu. Tapi kegelapan dalam mata ceria si gadis mengusik Kazuya, terlebih lagi tanda yang kemarin.
Pelan, Kazuya menyibak rambut Ayu. Tanda kemerahan itu nampak di sana. Di leher jenjangnya.
"Dunia seperti apa yang menyakitimu?"
"Nggghhh."
Tubuh kecil itu menggeliat. Buru-buru Kazuya menarik tangannya. Perlahan kelopak mata Ayu terbuka, menampakkan bola mata sehitam laut kelam yang membuat Kazuya tenggelam di dalamnya.
"Bagaimana keadaanmu?"
Ayu mengerjapkan kedua matanya dan berusaha mencerna pertanyaan Kazuya.
"Memangnya aku kenapa?"
"Kau tidak mengingatnya?" ujar Kazuya seraya menyalakan lampu ruangan.
"Aku hanya ingat aku disandera." ujar Ayu seraya mengedarkan pandangan ke sekitar. Di mana lagi aku sekarang? Keluhnya dalam hati.
"Ya dan penyanderamu menusuk perutmu."
Refleks Ayu meraba perutnya. Rasa nyeri seketika menyergap tatkala tangannya menyentuh bagian yang terluka.
"Maaf. Kesalahpahaman yang terjadi membuatmu terjebak dalam pertikaianku dengan lawan bisnisku."
"Aku akan memberimu kompensasi." ujar Kazuya.
"Sungguh? Berapa yang akan kau berikan padaku?" seru Ayu sumringah.
Kazuya mengernyitkan dahinya. Benar-benar tidak menyangka ekspresi si gadis. Kazuya pikir gadis ini akan menolaknya.
"Pemikiranmu tak sepolos hatimu." tukas Kazuya.
"Yah, mau bagaimana lagi aku sedang terdesak." jawab Ayu malu.
"Baiklah. Katakan apa yang mendesakmu? Dan ngomong-ngomong, tidak sopan kalau kita tidak saling memperkenalkan diri."
"Ah, maaf. Kenalkan, namaku Ayu. Ayumu. Sakura Ayumu."
Ayu menjulurkan tangannya dan Kazuya menjabatnya erat. "Kazuya. Sakaki Kazuya. Senang mengenalmu Ayumu."
"Ayu." Koreksi Ayu. "Panggil aku Ayu."
"Nama Jepangmu indah. Apakah kau keturunan...."
Kazuya tercenung melihat perubahan ekspresi gadis di depannya ini.
"Apa yang harus kukatakan tentang keluargaku, Kazuya san?" lirih Ayu sembari menatap Kazuya dengan pandangan sendunya.
Tanpa sadar Kazuya tersenyum melihatnya."Apa pun yang kau katakan akan kudengarkan."

***

Kazuya menyelimuti tubuh gadis itu. Sisa air mata masih terlihat di wajah pucatnya. Kazuya tidak menyesal mendengar cerita kehidupan si gadis. Yatim piatu dan tak mengingat kenangan apa pun sejak berumur 12 tahun. Juga tak mengerti apakah ia seorang Jepang atau bukan. Yang Ayu ingat hanya namanya. Selebihnya hanya seperti lorong gelap tak berujung. Ayu kehilangan jati dirinya.
Kazuya juga tak kaget mendengar kehidupan berat si gadis di panti asuhan. Sama seperti alur hidup manusia lainnya. Tapi yang membuat Kazuya mengepalkan tangan setelahnya adalah saat Ayu menunjukkan raut wajah tertekan.
Kazuya menghempaskan tubuhnya ke sofa. Dipejamkan kedua matanya dan kelebat kejadian tadi bermain di pikirannya.
"Apa yang dilakukan gadis polos sepertimu di hotel malam-malam?" tanya Kazuya.
"Aku...."
"Kau tidak menjual dirimu kan?"
"Apa?" jerit Ayu kaget. "Bagaimana bisa kau menuduhku seperti ini?" teriak Ayu marah.
Kazuya menelusupkan tangannya ke leher Ayu. "Bagaimana kau menjelaskan tanda ini ? Tak seharusnya kau korbankan dirimu."
"Pergi. PERGI!" teriak Ayu histeris. "Jangan coba-coba menyentuhku."
Kazuya mencengkeram kedua lengan Ayu. "Hei, ini aku Sakaki Kazuya. Sadarlah."
"Tidak. Kau tidak bisa melakukan ini padaku. Pergi! Kumohon!"
"Ayumu!" bentak Kazuya mencoba menyadarkan gadis malang itu. Bukannya tersadar, Ayu semakin kalap. Dalam ketakutannya Ayu melihat kilatan tajam di sebelah tempat tidurnya dan begitu ia berhasil melepaskan cengkeraman tangan Kazuya, Ayu segera meraih pisau yang bersebelahan dengan apel merah yang sebelumnya memang disiapkan untuknya.
Sratt!!
Pisau itu menyayat udara. Kazuya berhasil menghindarinya.
"Tenanglah Ayumu. Ini aku Sakaki Kazuya. Aku tidak akan menyentuhmu."
"TIDAK! PERGI!"

Mr Yakuza and His MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang