In Your World

63 5 0
                                    

Kazuya yakin, Ayu sudah sembuh sepenuhnya sejak seminggu lalu. Bahkan beberapa saat lalu gadis ini masih sangat sehat, tapi lihatlah sekarang bagaimana pucatnya wajah gadis itu, belum lagi keringat dingin yang terus keluar dari telapak tangannya ketika mobil yang mereka tumpangi sampai di markas utama. Mereka sudah sampai di Jepang.
Jepang masih membeku, tapi hati Kazuya menghangat. Dia di sini, di tempat yang seharusnya bersama pelayannya yang entah sejak kapan memiliki tempat di hidupnya.
"Apa kita perlu ke dokter?" tanya Kazuya cemas.
Ayu menggeleng. "Aku tidak sakit."
"Wajahmu pucat! Apa tubuhmu tidak bisa menyesuaikan suhu di sini?" tanya Kazuya sanksi karena saat ini Jepang lebih hangat dari Paris. Dan tidak mungkin gadis yang baik-baik saja ketika di Paris tidak bisa menyesuaikan diri di tengah suhu yang tak seberapa dingin ini.
"Entahlah. Aku... Takut. Ada perasaan takut di hatiku Kazuya."
Seolah tersadar, Kazuya menggenggam tangan Ayu erat. "Kau baik-baik saja. Akan kupastikan kau baik-baik saja. Percayalah padaku."
Ayu menatap dalam mata Kazuya dan perlahan meletakkan kepercayaannya kepada laki-laki itu.
Kazuya membawa Ayu ke dalam pelukannya. "Kita akan turun kapan pun kau siap."
Sekali lagi, Ayu mengangguk sebagai jawaban. Kazuya memberi isyarat pada Ichirou untuk turun duluan. Ichirou pun segera berlalu dari mobil yang ditumpangi Kazuya dan Ayu. Kini, hanya tinggal mereka berdua di dalam mobil. Kazuya memberi kebebasan waktu bagi Ayu untuk memantapkan hati karena Kazuya teramat sadar, reaksi tubuh Ayu adalah salah satu pertanda bahwa gadis itu punya kenangan di sini, di Jepang. Gadisnya memang seorang Jepang dan diam-diam Kazuya berharap bahwa Ayu adalah kirin kecilnya yang hilang.

***

Kazuya turun dari mobilnya dan mendapati seluruh anak buahnya berlutut memenuhi halaman rumah bergaya kuno itu.
"OKAERINASAI, KAZUYA SAN!" seru mereka mengucapkan ucapan selamat datang bersamaan.
Kazuya mendengus mendapati penyambutan yang berlebihan ini, tapi setidaknya mereka memanggil namanya bukan tuan muda seperti saat ia masih di bawah umur. Kazuya memutari mobil yang ia tumpangi, menuju pintu samping dan membukanya. Tangannya terulur, membantu Ayu yang sudah tenang untuk turun. Ketakutan yang tadi sempat dirasakan gadis itu sirna. Kini wajahnya telah menyunggingkan senyum walau menyisakan pucat di sana.
"Selamat datang di rumahku yang sebenarnya." ucap Kazuya.
"Waaahhhh rumah ini... Kerennnn," seru Ayu girang. "Terima kasih sudah membawaku ke sini!"
Kazuya mengacak puncak kepala Ayu dan menggandeng gadis itu melewati lautan manusia -anak buahnya yang berlutut berjejer- menuju rumah diikuti Ichirou dan trio menyebalkan yang berjalan di sisi kanan, kiri, dan belakang Kazuya. Dan, tiba-tiba saja, Kazuya menarik Ayu ke belakang tubuhnya. Belum sempat Ayu bertanya, suara itu memenuhi halaman rumah utama.
"KAZUYA! KAU PULANG!"

***

Jepang masih membeku dan ketiga orang tua itu lebih memilih bermalas-malasan di bak mandi yang dibuat dari batu alam yang besar di halaman belakang.
"Hei, Tomoki kau dengar suara ribut-ribut itu?" tanya lelaki tua yang bertubuh jangkung dan kurus.
Yang dipanggil Tomoki, seorang lelaki bertubuh gempal pun mengibaskan tangan. "Kau sudah tua. Kita sudah tua, biar anak-anak muda itu yang mengurus keributan di luar sana. Rilekslah. Nikmati hari tua ini dengan tenang Kitamura."
"Yang dikatakan Tomoki benar, Kita-kun. Santailah. Contohlah sahabatmu si Toneri itu." ujar lelaki pendek bertubuh gemuk. Merujuk pada temannya yang lain yang saat ini sibuk berkencan dengan istri barunya.
"Apa? Mencontoh lelaki tua tak tau malu itu? Dalam mimpimu, Aki!"
Lelaki bernama Kitamura itu hendak memprotes lagi usul Aki saat telinganya mendengar derap langkah konstan. Ia segera keluar dari kolam dan memakai baju handuknya. Secepat kilat pula, tangannya meraih samurai yang tadi ia geletakkan di kursi malas. Tepat saat langkah konstan itu menghilang, sesosok bayangan muncul di belakangnya dan kilatan tajam membayanginya. Dengan cepat, Kitamura menangkis serangan kilat jarak dekat itu dengan pedangnya. Secepat kilat pula Kitamura memutar pedangnya mengarahkannya ke leher musuh. Satu inci. Hanya perlu satu inci lagi sebelum ujung katananya yang tajam merobek leher musuh.
"Tak kusangka untuk ukuran orang tua kau masih gesit." ujar orang yang menyerang Kitamura. "Bahkan kau tidak segan menghunuskan pedangmu ke leherku walaupun kau tau ini aku?" protes Tanaka sebal. Ayahnya sengaja menahan gerakan pedangnya karena tau Tanakalah yang menyerang, coba tidak, pasti saat ini kepalanya sudah terpisah dari badannya. Kitamura memang kejam!
Kitamura terkekeh pelan, kemudian dimasukkannya katana itu ke sarungnya.
"Kemarilah anakku."
Kitamura boleh saja jadi pembunuh berdarah dingin, tapi jangan ragukan rasa cintanya pada Tanaka dan mendiang istrinya. Anak dan ayah itu berpelukam hangat. Kedua orang tua yang tadi asik berendam pun segera menghampiri Tanaka dan memeluk anak itu dengan sayang.
"Kapan kau datang Tanaka kun?" tanya Aki.
"Apa kau datang bersama anak-anak kami?" tambah Tomoki.
Tanaka mengangguk. "Baru saja. Mereka datang bersama Kazuya juga."
Dan demi mendengar nama Kazuya, ketiga lelaki itu segera berlari ke dalam kamar masing-masing untuk bersiap dan Tanaka segera kembali ke sisi Kazuya.

Mr Yakuza and His MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang