[2] Look your eyes

33 6 0
                                    

Bertemu kamu bukanlah suatu kesengajaan.

Mengenalmu bukanlah suatu kebetulan.

Menyayangimu bukanlah kebohongan.

Tapi egoiskah jika mengaharapkanmu menjadi hal terindah.

Karena kesempatan mengenalmu hanya sekali seumur hidupku dan aku tak mungkin menyiakannya.

°°°×°°°

Karena asyik mengobrol dengan teman barunya, ralat, sahabat barunya. Indah sampai tak sadar kalau sosok itu sudah lenyap dari hadapan mereka bertiga. Maka saat kakinya menapak dikantin, matanya langsung jelalatan. Bukannya kearah makanan yang terjajak, lebih tepatnya kearah kerumunan manusia. Jelaslah manusia, ya kali setan.

Bingo

Matanya menemukan apa yang dia cari. Sosok itu tengah duduk dan memakan makanan yang dipesannya dengan hikmat. Ah, sayangnya Indah tak tau namanya siapa. Saat absen tadi, ia tak terlalu memperhatikan.

Lalu saat memandang kearahnya lebih lama, kepala itu terangkat. Mata kelam itu, walau hanya sepersekian detik, tetap saja membuat Indah terpaku. Mata itu yang membuatnya jatuh.

"Eh," senggolan dilengannya membuat Indah sadar.

"Apaan?"

Dhita berdecak, "Ditanyain mau beli apa juga, malahan bengong."

Indah cengengesan saja, "Awas kesambet!" tutur Vera kalem.

Indah melengos sambil menggembungkan pipi. Matanya kembali jelalatan, kali ini kearah makanan yang tampak menggiurkan. Membuat perut Indah berbunyi karena lapar.

"Beli cimin aja yuk!" ajak Indah sambil menarik lengan Dhita. Sedangkan Vera mengikuti dibelakang.

"Emang ada?" tanya Dhita seraya menatap sekelilingnya. Indah mengangkat bahu tanda tak tau.

"Itu tulisannya segede gaban digerobak," Vera menunjuk kearah gerobak putih ditengah kantin.

"Gaban apaan?" tanya Indah polos dan mendapatkan toyoran dikepalanya dari Dhita.

"Eh, pala gue difitrahin ya!" gerutu Indah sambil pura-pura mengelus kepalanya dramatis.

"Lagian siapa suruh bego? Orang gaban itu istilah, artinya sama kayak gede." jawab Dhita geram.

"Lha? Segede gaban? Segede gede dong?" dan toyoran kedua Indah dapatkan. Indah yang kesal karena kepala cantiknya ditoyor langsung berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya kearah gerobak cimin, diikuti Vera dan Dhita yang tertawa geli.

Mereka bertiga langsung saja kedepan gerobak, memesan yang namanya cimin. Saat sudah mendapatkannya,

"Pake bumbu apa?" tanya Abang penjualnya.

"Asin aja," jawab Indah. Sedangkan dua orang lainnya memakai bumbu yang ada pedasnya.

Mereka kembali berjalan dikoridor menuju kelas.

"Ada rasanya emang?" tanya Vera,

"Ada..." Indah mengangguk anggukan kepalanya, "... asin,"

"Yee, lagian apa enaknya coba?" tanya Dhita.

Indah mengangkat bahu acuh tanda bodo amat. "Lagian kan namanya cimin, artinya aci diasinin. Kalo ada pedesnya, artinya cimines, aci diasinin dipedesin." dan yah, toyoran ketiga dari orang yang sama Indah dapatkan.

SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang