[6] Pandangan

23 4 0
                                    

Hidup ini memang tentang menunggu. Salah satunya menunggu tanpa adanya kepastian.

®®®

Panji tertawa melihat polah Indah, wajah paniknya sangat ketara saat buku catatan itu diambil oleh Matthew. Matthew suka sekali mengganggu Indah. Kemarin Panji lihat, Indah tengah menyapu lalu Matthew dengan santainya menghamburkan sampah yang sudah Indah kumpulkan disekop kelantai. Dan yah, sabetan dari sapu didapatkan Matthew dari Indah.

"Saat matahari tenggelam diperaduan, eh Indah, ini masih siang, belom sore, gimana sih?" ucapan Matthew kembali memfokuskan pandangan Panji kearah dua anak adam itu.

Panji akui sajak itu cukup bagus. Walaupun terkesan sederhana, mungkin kapan-kapan dia harus mencuri buku itu seperti Matthew agar bisa membacanya.

"Matthew, balikin gak? Ihhh," Nada yang berusaha ia jadikan segalak mungkin malah terdengar seperti merengek ditelingan Panji. "Lo mah ngeselin, Thew."

Panji tertawa kecil saat melihat wajah Indah yang padam, mungkin malu karena diperhatikan satu kelas.

"Desau angin menerpa daun didahan, emangnya ini dikebon?," ejek Matthew lagi. Indah berjinjit, Panji tersenyum tipis, mana mungkin gadis itu bisa mengambil bukunya jika tinggi badannya saja hanya sedada Matthew.

"Bodo amat! Suka-suka gue! Sini balikin ihhh!" Gadis itu menarik tangan Matthew kebawah, menumpukan sebagian beratnya agar lengan Matthew turun, tapi rasanya percuma, tangan itu tak turun sama sekali.

Terlihat Matthew masih gencar menggoda Indah, "Matthew ihh, adaww, sakitttt,"

Nah kan, jatoh kan, pasti sakit. Lagian si Matthew dorongnya kekencengan, udah tau badan Indah mungil begitu.

Air mata tampak menggenang disudut matanya. Bibirnya berkedut menahan sakit. Satu kata, lucu.

Matthew ikut jongkok, wajahnya terlihat sekali jika dia merasa bersalah dan-

"Sorry Ndah, gak sengaja, gue lupa kalo badan lu mungil, jadi gampang oleng."

-menyebalkan.

Memang sudah sifatnya yang suka iseng, masih sempet aja digodain Indahnya,"Ihhh, lu mah ngeselin," Indah mengambil buku catatannya dan memukul lengan Matthew berkali-kali,

Ah, cerdik sekali bukan?

"Udah, eh udah ndah," Matthew berjengkit, tapi tak menghindar, Panji rasa itu tak menimbulkan rasa sakit.

"Akhirnya bukunya dapet,"

Indah berdiri lalu duduk dan cepat-cepat memasukkan buku catatan itu ke tas-nya, kemudian dia memeletkan lidahnya kearah Matthew, seperti dugaan Panji, dia tak mungkin mendapatkan buku itu, tapi karena memanfaatkan situasi, akhirnya dapat.

"Lu ngibulin gua ya?" Matthew menuduh, tampangnya pura-pura marah, Panji sepertinya sadar, apa yang membuat Matthew seperti itu.

"Dasar huluk,"

"Hulk bego," Matthew memperbaiki, Panji masih saja mengikuti alur cerita yang dua orang yang tak jauh darinya buat.

"Akhirnya sadar diri kalo badan lo kayak Huluk, segede babon, lagian suka-suka gue manggilnya apa." Indah menjulurkan lidahnya mengolok, Indah matanya picek kali ya? Matthew memang memiliki badan besar. Tegap. Tapi tak berlemak.

"Baik sekali pujiannya,"

Panji baru sadar, dia mengikuti pembicaraan itu sampai akhir. Ada yang membuatnya merasa itu sayang untuk disia-siakan. Aneh. Tapi dia tak sadar jika selama memperhatikan, ekspresi wajahnya berubah-ubah.

SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang