[4] Receh

17 4 0
                                    

Awalnya, hidup saya hanyalah abu-abu belaka.

Warna itu ada, tapi tidak menyentuh kelabu diri saya.

Awalnya, saya lupa cara mengeja tawa.

Lupa cara berharap sebegini adanya.

Juga lupa cara merasakan cinta.

Lalu saat saya bertemu anda, ada waktu yang sempat berhenti.

Hingga saya mengerti arti perjuangan sesungguhnya.

°°°×°°°

Indah tau rasa ini hanyalah rasa semu anak berumur lima belas tahun yang baru saja menjejaki masa putih abu-abu. Indah paham, rasa ini bisa hilang kapan saja terbawa arus waktu. Indah mengerti, rasa ini hanyalah rasa, rasa yang tidak patut dikembang biakkan menjadi beranak pinak. Indah juga sadar, rasa ini seharusnya tidak ada. Tapi jika dipikir ulang kembali, bukan salah perasaan dan hatinya yang menyukai lawan jenis. Toh itu hal yang wajar bagi anak seusianya. Yang tidak wajar, Indah sangat menggantung harap pada sosok itu. Bisa menjadi sosok penting bagi manusia bernama Panji, yang sekolahnya di SMA Gempita dan sekarang kelas 10 IPS 1. Hanya ada satu Panji yang seperti itu. Dan Indah tau itu.

"Huffttt," Indah menghembuskan nafas kasar.

"Ngapa sih lu? Suntuk amat."

Indah menolehkan kepalanya, hih, Adek nakalnya tumben udah pulang? Biasanya banyak banget kegiatan.

"Tumben udah pulang?"

Hanie mendelik sebal, "Giliran gue pulang cepet, ditanya. Pulang telat diomelin, teganya dikau."

Mungkin faktor mendrama Indah turun ke Hanie.

"Ya kan gue nanya," Indah berdalih sambil tetap bengong ditempat tidur.

"Lha, si situ belom jawab pertanyaan gue, odong."

Indah menatap Adeknya lama,

"Mbak, lu masih normal kan?"

Ucapan Hanie tambah membuatnya sebal, "Kalo gue lesbian juga nih, pasti nyari yang berkualitas lah."

"Jadi lu beneran lesbian mbak?"

Astaga, Adeknya ini kenapa sih?

"Dasar bego! Gue normal! Catet! Malah lagi suka sama orang. Ngomong gue gak normal, gue gorok lu Dek!"

Hanie mengelus dadanya pura-pura teraniaya, "Hush, hati-hati setan lewat, malaikat denger Mbak."

Astagfirullah,

"Jadi maksud lu, gue gak berkualitas gitu jadi cewek? Kejam banget." Hanie menatap kakaknya dengan wajah mengiba.

"Lha? Bukan gue yang ngomong ya?" Indah mengerling jahil pada adek perempuan yang terpaut dua tahun olehnya ini.

"Au ah gelap,"

Hanie berangkat menuju kamar mandi, ingin membersihkan dirinya yang sudah lengket.

"Dek," panggil Indah dari depan pintu kamar mandi, entah Adeknya mendengar atau tidak.

"Hm," teriakan dua huruf itu menggema dari dalam bilik kamar mandi.

SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang