Akhirnya bell berbunyi. Dengan segera aku melesat keluar kelas menghindari tatapan membakar Mr. Wayne dipunggungku. Aku selalu merasakan tatapannya selama pelajaran berlangsung. Aku menuju lokerku untuk mengambil buku sejarahku. Saat aku hendak membuka pintu
lokerku, tiba-tiba sebuah lengan besar
dan kokoh membalikkan pinggangku
dengan paksa dan membantingnya ke
pintu loker. Tidak sakit, namun dapat
menarik perhatian murid-murid disini.
"Ap-apa yang kau inginkan??"
Tanyaku gugup tidak berani menatap
wajahnya. Aku baru menyadari bahwa
tubuhnya sangat berotot. Lebih besar
dari ayahku. Mungkin 5x lebih besar
dari tubuh kecilku. Aku yakin kedua
tangan yang meremas pinggangku
bisa meremukkan tulangku hanya
dengan sekali remasan.
Dia menggeram, "Abby," namaku
terasa sangat cocok dan sempurna
dilidahnya. Caranya menyebut
namaku membuatku menggigil. Entah
mengapa aku merasa takut sekaligus
merasa aman. Matanya menggelap
penuh dengan emosi:; nafsu dan....
Cinta?? Bagaimana bisa??
Lamunanku buyar ketika dia mulai
mendekatkan wajahnya kearahku.
Rasa ingin menangis segera
mendatangiku. Satu bulir air mata
mengalir dari sudut mataku. Aku
memang sangat mendrama. Tiba-tiba
matanya tidak lagi gelap. Tetapi
bewarna abu-abu terang yang
didalamnya terdapat keterkejutan
melihat air mataku. Aku memeluk
tubuh besarnya dan menyandarkan
kepalaku didadanya. Membiarkan
semua air mataku keluar. Kini aku
merasa aman.
"Ssshh.. Jangan menangis kitten. Aku tidak akan menyakitimu." Dia mengangkat daguku dan menghapus air mataku.
dia membawaku ke pelukannya dan menenangkanku. Kurasakan pipiku memerah karena menangis dipelukan orang yang tidak kukenal. Tapi Mr. Wayne ini sungguh nyaman dipeluk. Hangat dan empuk. Lebih nyaman dari Henry. aku tidak akan bosan memeluknya dan menatap wajah tampannya setiap hari. Aku tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya, bahkan kepada ayahku. Tapi entahlah, setiap sentuhan yang diberikannya bagaikan menghidupkan bunga api diperutku. Begitu pas, begitu sempurna. Seperti pecahan puzzle yang baru dipasangkan. Aku merasa ... Lengkap dan sempurna saat berada didekapnya.
"Siapa namamu Kitten?" Pertanyaannya membuyarkan lamunanku. Kitten? Pipiku bersemu merah, menyukai panggilan yang diberikan.
"Bukankah kau sudah tau namaku?"
"Tapi aku tidak tahu nama panjangmu."
"Abby Petterson."
Tatapanku menyusuri dada bidangnya. Aku tersenyum lebar dan menyandarkan kepalaku di dadanya. Membuat dia mengeluarkan sebuah geraman kecil ditenggorokannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Werewolf Mate
WerewolfSaat aku hendak membuka pintu lokerku, tiba-tiba sebuah lengan besar dan kokoh membalikkan pinggangku dengan paksa dan membantingnya ke pintu loker. Tidak sakit, namun dapat menarik perhatian murid-murid disini. "Ap-apa yang kau inginkan??" Tanyaku...