Forget

2.7K 106 2
                                    

Setelah 3 hari Diva menunggu Doni di ruang perawatan. Doni masih belum siuman juga. Bunyi suara di ruangan itu menandakan bahwa detak jantung Doni normal.

"Don, kapan lo bangun?" bisik Diva di telinga Doni.

Satu

Dua

Tiga

Lima

Sepuluh

Tidak ada tanda tanda bahwa Doni akan siuman.

Diva pun keluar sebentar untuk mencari makanan karena ia sangat lapar.

"Bentar ya Don, gue nyari makan dulu." izin Diva kepada Doni yang masih menutup mata nya.

Tiba tiba, saat Diva ingin mengambil uang di tas nya, jari Doni bergerak sedikit demi sedikit.

Diva yang melihat itu kaget dan mata nya berbinar binar.

"Don? Doni?"

Mata yang sudah lama ia rindu kan akhir nya terbuka. Tatapan tajam itu yang ia rindu kan ketika ia berantem dengan nya. Ya, Diva rindu Doni.

"G-gue di-dimana?" tanya Doni masih terbata bata.

"Lo di Rumah Sakit." jawab Diva.

"Lo siapa?"

Deg.

Jantung nya berdetak. Air mata nya mulai membasahi pipi nya. Doni tidak ingat dengan nya.

"Gue temen lo." Diva menjawab dengan nada ingin menangis.

"Temen gue? Bahkan gue ngerasa, gue nggak punya temen." jawab Doni se dingin mungkin.

"Don, gue Diva. Ya bisa dianggap kita sering berantem di sekolah."

"Apaan sih lo, ngaku ngaku."

Diva tidak menjawab lagi. Ia sangat sakit hati. Walau pun ia memaklumi Doni hilang ingatan, tetapi cara bicara nya yang dingin membuat Diva sakit hati. Perkataan nya sangat menusuk ke hati nya.

"Gue keluar." ucap Diva, karena ia tidak kuat lagi.

Tiba tiba

"A-ADUH KEPALA GUE!" Doni meringis kesakitan.

Diva berbalik badan mendapati Doni yang sedang memegang kepala nya sambil meringis kesakitan. Diva lari menuju Doni.

"Don?! Don?! Lo kenapa?!"

"DOKTERR! DOKTERRRR!" teriak Diva.

Dokter pun berlari langsung memasuki ruangan Doni.

"Sebentar ya saya atasi dulu."

Diva mengangguk khawatir dan keluar dari ruangan itu.

"Doni, tolong jangan banyak bergerak dulu ya. Jangan banyak pikiran dulu. Istirahat yang cukup." kata Dokter.

Doni mengangguk tetapi ia masih memegangi kepala nya.

Saat Dokter keluar, Diva bertanya.

"Dok bagaimana Doni?"

"Biarkan dia istirahat yang cukup. Jangan diajak untuk memikirkan sesuatu dulu, otak nya masih proses untuk mengingat semuanya. Makannya masih rada nyeri. Tetapi entah kenapa dia hanya mengingat nama nya sendiri. Saya juga kurang tahu. Takdir mungkin. " jelas Dokter.

"Oh gitu ya Dok. Saya boleh masuk lagi?"

"Boleh. Saya permisi dulu"

Diva pun kembali memasuki ruangan tersebut. Terdapat Doni sedang menonton televisi sesekali meringis kesakitan.

DisappointedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang