Matahari menyingsing, menyambut hari pertama masuk sekolah dalam tahun ajaran baru. Mauren tampak kelelahan mencari namanya yang belum juga ia temukan di kelas mana pun. Sekarang harapannya tinggal 1 kelas, yaitu kelas 11 IPS 3 .
Mauren tiba di depan kelas tersebut, jemarinya mulai bermain di atas kertas yang memampangkan nama-nama siswa yang akan menempati kelas tersebut.
"Nggak ada juga. Terus gue ini anak sekolah mana dong?" celoteh gadis itu bernada lesu.
Bosan mencari kelas, Mauren kemudian berjalan menyusuri koridor tanpa tujuan pasti. Langkahnya terhenti ketika mendapati seorang lelaki bertubuh tegap yang sedang membelakanginya. Ia memicingkan mata, merasa bahwa ia mengenali lelaki itu.
"Vano!" sapa Mauren sambil menepuk pelan pundak lelaki yang dirasanya adalah Vano sahabatnya.
Lelaki itu kemudian menoleh dengan tatapan yang sangat tidak bersahabat.
"Eh? Maaf salah orang," ucap Mauren salah tingkah kemudian segera pergi dengan malu yang masih tertinggal di tempat itu. Bagaimana bisa ia salah orang? Lelaki itu sangat mirip dengan Vano jika dilihat dari belakang.
Sambil berjalan, ia melihat papan nama kelas yang baru saja ia lewati.
"12 IPA 5," itu berarti kelas tempat lelaki tadi berdiri adalah kelas 12 IPA 4. Rasa malu Mauren semakin menjadi-jadi, bisa-bisanya dia tidak menyadari bahwa langkah kakinya tertuju ke koridor kelas 12.
"Anjir. Bego banget gue," omelnya seraya menepuk jidatnya pelan.
DRRTT...
Getaran handphone Mauren berhasil membuatnya melupakan kejadian memalukan yang barusan terjadi. Mauren membuka tasnya mencari sumber getaran tersebut. Nama Dian terpampang di layar handphonenya.
"Halo Ren, lo dimana?" suara Dian terdengar dari seberang telepon.
Mauren melupakan sesuatu. Ia merasa semakin bodoh. Mengapa ia tidak menelepon Dian sedari tadi?
"Ini Di, gue di depan koridor kelas 12. Lo dimana?" jawab Mauren.
"Hah ? lo ngapain di depan koridor kelas 12?" balas Dian kaget.
"Aduh, ceritanya panjang. Sekarang lo dimana? Biar gue susul kesitu," tukas Mauren cepat. Ia sudah tidak tahan melihat tatapan sinis dari deretan kakak kelasnya.
"Lo serius Ren? HAHAHAHAHAHA," Dian terbahak setelah mendengar kejadian memalukan yang baru saja diceritakan Mauren.
"Nggak usah ketawa lo!" sahut Mauren ketus.
"Lagian lo sih... masa nggak bisa bedain Vano sama orang lain, Vano juga bukannya kemaren sempet ada kabar mau pindah ya kan?" tukas Dian.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ice Cream [HIATUS]
Teen FictionSiapa tak kenal Deon, cowok tampan dengan kebekuannya yang menjulang tinggi. Tak ada yang tak mengakui kebekuan Deon. Terkecuali Mauren si adik kelas keras kepala yang memiliki pandangan berbeda terhadap Deon. Baginya Deon hanyalah 'sok beku'. Cara...