Kelamnya malam tidak membuat suasana malam terasa sunyi. Hingar bingar dentakan lagu memekakkan kuping. Beberapa memilih untuk mencari tempat terpojok dari ruangan itu. Beberapa mengikuti arus dengan menari mengikuti lagu. Fiona membawa baki bir, dan membawanya ke tempat pesanannya. Ia memasang senyum terbaik yang di milikinya. Tak perduli dengan pandangan sebelah mata yang mereka tujukan. Yang pasti, ia di sini mencari makan untuk dirinya sendiri.
Semakin malam tamu semakin bertambah dan bar semakin hingar bingar. Beberapa wanita tanpa canggung berpakaian super sexy demi menarik perhatian pria. Fiona hanya mendesah pelan, menyayangkan dirinya tidak seberani itu, ia terpaksa memakai dress yang memang dresscode dari bar ini. Tapi ia tidak bisa bertindak berlebihan seperti teman-temannya yang lain. Jangankan menggoda, berjalan seperti perempuan saja ia terasa sulit.
“Hai cantik.” Fiona terkejut, saat seseorang pria memeluknya. Dari bau mulutnya, sudah jelas ia mabuk berat. Fiona berusaha mendorong pria itu dari tubuhnya, namun pria itu semakin memeluknya dengan erat. Fiona ketakutan dan hampir saja menangis, hingga seseorang menarik pria itu dari hadapan Fiona dan mendorongnya menjauhi Fiona. Di sambut para bodyguard yang langsung menggiringnya keluar.
Fiona menatap laki-laki di hadapannya. Sikapnya yang santai dan sigap, menunjukan kalau dirinya dari keluarga yang terhormat. Dan Fiona tak bisa mengalihkan pada mata laki-laki itu, mata yang terasa tenang, seperti sebuah danau. Dan hidungnya yang tipis dan bangir. Serta bibir yang halus dengan garis keras, menunjukan ketegasan dalam setiap ucapan dan prilaku. Fiona tak bisa mengalihkan dari karya tuhan yang maha sempurnah di hadapannya. Kulitnya yang kuning langsat, bertubruk pada kulit putih laki-laki itu. Tubuh laki-laki itu pun cukup tinggi dan tegap.
Fiona menggigit bibir bawahnya, merasa konyol dengan rasa gugup yang tidak wajar. Ia menunduk, dan bayangan kejadian semalam terputar begitu saja. Saat laki-laki di hadapannya ini, menolongnya dari bajingan-bajingan itu. “Kamu, gak apa-apa?” tanya laki-laki itu dengan suara lembut. Fiona hanya mengangguk pelan. Dan tanpa di sangka, laki-laki itu menyentuh bahunya dengan lembut.
“Panggil bodyguard jika lain kali itu terjadi lagi.”
“Ba…baik, pak.” Ucap Fiona gugup. Ia memberanikan diri untuk mendongak, dan tatapannya tepat pada senyuman indah yang tak pernah ia sangka sebelumnya. Laki-laki itu berjalan menuju lantai atas, masih di iringi oleh tatapan harapan Fiona. Berharap laki-laki itu berbalik dan kembali tersenyum padanya.
“Jangan ngarep apa-apa, lo bakal patah hati kalau berharap sedikit aja.” Fiona menoleh pada Cia, temannya di café bar. “Tuan Fidel emang ramah sama semuanya, tapi gak ada satu pun dari semua cewek yang dia temuin bakal dia gandeng.” Fiona sadar akan itu, ia pun tak berharap apapun. Hanya sebuah pengaguman saja. Tidak lebih. ia berharap hatinya tidak menghianatinya.
****
Fiona keluar dari café dengan terburu-buru, tanpa sepengetahuan siapapun. Ia mengikuti Fidel saat laki-laki itu berjalan keluar café. Fiona merapihkan rambutnya, walau ia tak pernah masuk ke salon termurah sekali pun. Ia sangat yakin, rambutnya tetap wangi. Ia berjalan keluar dengan menggengam tasnya. Jam kerja sudah habis, namun ia belum berniat untuk pulang. Ia harus mencari jalan aman untuk dirinya. Dan ia akan aman, bila ia mengikuti Fidel. Fiona tidak tahu caranya bicara dengan cowok itu, ia ingin meminta bantuan satu kali lagi. Tapi, ia takut Fidel keberatan dengan permintaannya.
Ia tidak mungkin menceritakan secara gablang masalahnya. Tapi, ia harus mencari jalan agar bisa pulang dengan selamat. Fiona sedikit panik saat Fidel sudah memasuki mobilnya, ia berlari berniat untuk menghalangi laki-laki itu. Tapi, ia tersandung dan terjatuh di depan mobil Fidel.
****
Fidel menyalakan mobilnya, baru saja ia ingin pergi. Tubuh kecil seorang gadis tiba-tiba berada di hadapannya, terjatuh tepat di depan mobilnya. Fidel segera keluar dan menghampiri gadis itu. Fidel membantu Fiona bangun dari “Ada apa? Apa ada yang mengganggumu lagi?” wajah gadis itu terlihat sangat ketakutan.
“Mereka tidak akan berani datang ke sini, pak. Tapi, mereka akan menunggu di persimpangan jalan. Jalan itu cukup sepi dan gelap.” Fidel tersenyum lembut, Fiona sangat menyukai senyum laki-laki ini. di usianya yang masih muda, ia sangat tampan dan berwibawa.
“Baiklah, masuk kemobilku. Aku akan mengantarmu ke rumahmu.” Ucap Fidel. Fiona terlihat ragu, ia hanya ingin meminta bantuan. Mungkin Fidel bisa memanggilkan taxi seperti kemarin. Tapi, ia malah menyuruhnya masuk ke dalam mobil mewahnya?
“Tidak apa, ayo masuk.” Fiona merasa ragu, namun, saat Fidel membukakan pintu mobil untuknya. Ia cukup tergiur untuk masuk ke dalam mobil itu. Duduk di mobil mewah, berbeda dengan duduk di bangku angkutan umum. Batin Fiona.
Fiona sedikit merasa lega, ia berpikir rencananya ini akan gagal. Berulang kali Fiona menghela napasnya. Tapi, hari keberuntungannya hanya hari ini, itu pun karena bosnya yang baik hati ini masih mau menolongnya. Entah hari esok, saat tidak ada satu orang pun mau menolongnya. Fiona mendesah berulang kali, rasanya sangat sulit untuk membayangkannya.
Mobil Fidel berhenti saat Fiona menyuruhnya berhenti. Sebuah rumah susun yang terlihat sangat tidak layak di sebut sebuah rumah. Warna gedung yang memudar dan bangunan yang hampir rubuh. Dengan manusia yang sepertinya ada satu juta lebih di sana.
“Kamu tinggal di sini?” Fidel menatap rusun yang seakan siap rubuh itu dengan ngeri.
“Lalu, kamu berharap aku tinggal dimana? Di rumah besar yang memiliki banyak pengawal?” Fiona tersenyum dan berjalan keluar. Ia memutari mobil Fidel, dan melambaikan tangannya sampai mobil itu hilang di tikungan jalan.
****
Fidel tersenyum saat memasuki rumah. Ia masih membayangkan Fiona. Entalah, semenjak pertemuan terakhir mereka, Fidel terus memikirkannya. Dan bahkan, saat tadi berada di dalam kerumunan pengunjung, ia masih bisa melihatnya. Fidel tidak tahu seperti apa itu cinta, ia tidak pernah memikirkannya selama ini. Ia hanya memikirkan keluarganya selama ini. Dan sekarang, saat ada orang lain yang masuk dalam pikirannya, ia merasa aneh dan lucu.
“Kakaaak…” Fidel tersentak dari pikirannya. Tatapannya kini tertuju pada adik kecilnya yang berlari ke pelukannya. Ia tersenyum dan mecium pipi adik kesayangannya
.
“Darimana saja kamu?!” ucap Fidel, ia tidak suka jika adik perempuannya itu tidak ada di rumah. Rumah jadi sangat sepi tanpanya. Ilona merangkul lehernya dan menyandarkan kepalanya di bahu Fidel.
“Kakak menghawatirkan aku?” goda gadis kecil itu, Ilona tersenyum melihat lirikan Fidel. Ilona tertawa melihat kakaknya yang melirik kesal, membuat Fidel mencubit pipinya gemas. Ia mengandeng tangan Ilona dan membawanya duduk di sofa, masih dalam pelukannya. “Apa yang kamu lakukan disana?” tanya Fidel.
“Aku membuat api unggun, lalu bernyanyi dengan teman-teman.” Ilona menceritakan semua kejadian di perkemahan. Fidel hanya tersenyum setiap kali adiknya ini berbicara. Mommy adalah tipikal wanita pendiam, ia selalu berbicara dengan lembut. Sedangkan gadis kecil yang hampir sedikit mirip dengan mommy ini, memiliki kecepatan bicara yang luar biasa. Bahkan, ia tidak akan berhenti sebelum ada yang menghentikan bibirnya.
****
Fiona berlari menyusuri trotoar, menabrak siapapun yang berada di hadapannya. Dan mencoba menghadangnya. Ia harus berlari sejauh yang ia bisa. Jika perlu, ia harus terbang untuk menghindar dari tiga preman yang juga berlari mengejarnya. Fiona memasuki sebuah pusat perbelanjaan. Dengan sedikit gugup, ia memasuki mall itu dan berjalan cepat untuk menghindari tatapan-tatapan aneh para pengunjung.
Fiona memasuki toilet wanita dan menutupnya rapat-rapat. Berharap para preman itu tidak menemukannya lagi. Fiona mencoba menenangkan detak jantungnya. Napasnya berderu tidak teratur. Ia menyandarkan punggungnya pada tembok toilet, masih berusaha menormalkan tubuhnya. “Kamu baik-baik saja, nak?” Fiona membuka matanya, ia menatap wanita cantik yang berdiri di hadapannya.
“Ya, nyonya.” Jawab Fiona, ia ingin keluar, tapi ia masih takut preman itu masih mengikutinya.” Saya hanya terburu-buru ke toilet.” Ucap gadis itu membuat wanita cantik itu tertawa pelan. Fiona sedikit menyesal saat wanita itu pergi. Bagaimana kalau mereka masuk dan tidak ada yang bisa melindunginya? Ia harus menunggu sampai semuanya benar-benar aman dan ia bisa pulang dengan rasa lega.
****
Fidel memarkirkan mobilnya dan berjalan ke dalam bar café yang sudah di penuhi para pelanggan. Seperti biasa ia mengecek suasana bar, meyakinkan tidak ada masalah atau pun kekacauan. Dan alasan lain pergi ke sini adalah Fiona. Fidel tersenyum bodoh, daddy pernah mengatakan,” kalau ada gadis yang membuatmu bertingkah bodoh, itulah cinta sebenarnya.” Dan Fidel percaya itu, setiap melihat daddy yang bertingkah bodoh di depan mommy.
Gadis itu tertawa di antara pelayan lainnya. Dress pelayan yang di pakainya membuat tubuhnya terbentuk sempurna. Fidel merasa sedikit kesal, siapa yang menyuruh pelayan memakai dress seketat dan seminim itu. Fidel melihat laki-laki bajingan yang menatap tubuh itu, membuat kepalanya terasa panas. Ia ingin menarik gadis itu di tengah kerumunan orang. Tapi, apa yang akan di pikirkan gadis itu nantinya? Fidel mendengus kesal dan memilih menaiki tangga menuju ruang kerjanya. Ia akan mengurus gadis itu nanti.
****
Hari ini Fidel mengeluarkan satu peraturan, untuk seluruh pelayan di haruskan memakai celana. Tidak ada yang boleh memakai dress seperti itu lagi, sedikit di sambut senang oleh para pegawai wanita. Dan decakan kesal untuk laki-laki. Fidel mengedarkan matanya, ia tidak melihat Fiona di mana pun.
Fidel mendekati satu pelayan yang sering ia lihat bersama Fiona dan bertanya,” Dimana Fiona? Apa kamu tidak bersamanya?” tanya Fidel, pelayan itu sedikit terkesima saat Fidel bertanya padanya. Membuatnya sedikit gugup dan panik. “Ma…maaf, pak. Fiona… tidak masuk, dia sedang sakit.” Ucapnya, Fidel hanya mengangguk pelan. Sakit? Kemarin ia masih baik-baik saja. Fidel tidak bisa berhenti memikirkan gadis itu. Ia pergi meninggalkan café barnya dan menuju rumah Fiona.
****
Fiona berusaha untuk bangkit dari kasur dan menatap melas ke arah kaca. Wajahnya di penuhi lebam, tangannya terkena goresan kaca dan kakinya terkilir karena berusaha menghindari preman-preman itu. Namun, Fiona harus tetap bangun dari kasur. Ia butuh makan, minum dan panggilan alam. Semua masalah dalam hidupnya tidak akan selesai dengan mudah, jika ia menuruti rasa sakitnya.
Berjalan terseok ke dapur, Fiona menuangkan air ke dalam gelas. Beruntung masih ada sisa makanan semalam yang di bawakan Cia, sahabatnya. Fiona memaksakan makanan itu masuk kedalam perutnya. Walau pipinya terasa sakit saat mengunyahnya.
Ketukan pintu membaut Fiona waspada. Ia tidak berniat untuk membukanya. Ia sudah cukup babak belur dan ia tidak mau menambahnya lagi. Ketukan itu semakin terdengar keras, Fiona berjongkok pada meja dapurnya. Seakan-akan ada gempa yang datang. Dari bawah meja Fiona mendengar pintu terbuka, ia mengutuk dirinya sendiri yang lupa mengunci pintu. Kemarin tubuhnya masih terasa sakit saat Cia datang. Jadi ia membiarkan pintu rumahnya tidak terkunci. Siapa juga yang mau mencuri di rumah yang mengenaskan ini?
Fiona mendengar suara langkah sepatu, ia membekam mulutnya menahan rasa sakit di kaki dan seluruh tubuhnya. Sedikit saja ia bersuara, ia yakin kalau dirinya akan mati.
“Fiona, apa yang kamu lakukan di sana?” Fiona menoleh, Fidel berjongkok di hadapannya. Dan saat ia melihat wajah Fiona yang di penuhi lebam, tatapan lembut itu berubah menjadi panik dan marah. “Siapa yang melakukan ini padamu?!” bentak Fidel, seraya menarik perlahan Fiona dari kolong meja dan membawanya keluar.
” Aaah!” teriak Fiona saat Fidel berusaha membantunya berdiri. Kakinya yang terkilir masih terasa sakit. Ia seperti orang cacat yang tak berguna. Fidel tak melakukan apapun lagi, ia mengangkat tubuh Fiona dengan sangat santai dan membawanya keluar. Fiona harus menyembunyikan wajahnya di dada laki-laki itu. Untuk menyembunyikan rona merah di pipinya.” Fidel, turunkan aku. Semua orang memperhatikan kita.” Permintaannya tidak di acuhkan laki-laki itu, ia tetap menggendong Fiona sampai gadis itu duduk di dalam mobilnya.
****
Fiona menatap rumah. Bukan, ini bukan rumah untuk seorang Fiona. Fidel mambawanya ke dalam sebuah istana megah dengan puluhan pelayan dan pengawal di setiap sudut rumah. masih dalam gendongan Fidel, Fiona memperhatikan rumah besar itu.” Tolong buka kamar tamu.” Ucap Fidel, salah seorang pelayan segera berjalan ke kamar di pojok kiri dan membukanya lebar-lebar. Fiona memperhatikan seluruh isi kamar itu, penuh dengan barang-barang mewah.
Fidel mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.” Dokter, bisa datang ke rumah sekarang? Tidak tidak, semuanya baik-baik saja, hanya saja temanku sedang sakit. Baik, terima kasih.” Fidel meletakan ponselnya di nakas dan duduk di pinggir kasur. Tangannya membelai pipi Fiona dengan perlahan.
“Siapa yang melakukannya?” tanya Fidel, namun gadis itu terdiam, seakan enggan untuk memberitahukannya. Fidel pun tak memaksa dan membiarkannya beristirahat.
Suara langkah heels, terdengar sangat lembut dan anggun. Seorang wanita berdiri di ambang pintu dan memperhatikan Fiona dan Fidel. Fiona memandangnya, seakan ia pernah bertemu dengannya. Tapi, Fiona tidak bisa mengingat dimana. Yang pasti, wanita itu tidak asing.
“Ada apa Fidel? Apa semua baik-baik saja?” tanya wanita itu panik. Ia berjalan mendekati Fiona dan Fidel. Saat melihat wajah Fiona, wanita itu menutup mulutnya karena terkejut.” Fidel, apa yang terjadi?” Fidel beranjak dari kasur dan mendekati wanita itu. Fiona bisa melihat bagaimana Fidel sangat menyayangi wanita itu.
“Aku juga tidak tahu, mom. Dia tidak mau bicara apa-apa.” Ucap Fidel, Fiona hanya tersenyum kaku saat wanita cantik itu mendekatinya. Wanita itu membelai pipi Fiona pelan, sangat lembut, seakan tangan itu bisa mengobati luka di pipinya. Ia tidak pernah melihat sosok seorang ibu, tapi sekarang ia tahu, kenapa semua ibu terlihat seperti dokter di mata anaknya.
“Fidel, tolong ambilkan kotak obat dan air hangat. Mom akan membersihkan sedikit lukanya sebelum dokter datang.” Tanpa menunggu Fidel segera mengambil semua yang di suruh mommy. Tidak terlalu lama, karena banyak pelayan yang bisa di suruhnya. Tapi, ini semua sangat membuat Fiona merasa tidak nyaman.
Ia tidak mengenal Fidel dengan baik, yang ia tahu laki-laki itu adalah bosnya yang sering menolongnya. Tapi, untuk apa ia membawanya ke istana ini? Ia bisa membawanya ke dokter jika hanya ingin membantu.” Shh..” Fiona meringis saat mommy Fidel membasuhkan alcohol di pipinya.
Masih sangat terasa sakit. Fiona merasa menyesal karena keluar malam kemarin. Seharusnya ia menahan lapar sampai pagi, setidaknya di rumah ia lebih aman. Dan jika mereka berniat bermacam-macam, ia bisa berteriak dan warga akan membantunya. Dan inilah hasilnya karena kebodohannya itu.
Diam-diam Fiona menatap Fidel, laki-laki itu berdiri di belakang ibunya. Entah kenapa, Fiona merasa senang dengan kecemasan yang terlihat pada raut laki-laki itu. Ia menyukai saat laki-laki itu menolongnya, ia suka cara laki-laki itu tersenyum dan ia menyukai seluruhnya. Tapi, Fiona harus kembali pada rialita. Hidupnya bukanlah kisah romance di novel, laki-laki itu bukan untuknya. Ini hanya sebuah pertolongan, tidak lebih dari itu.
****
Follow IG @authorfanyandra yaa..Aku mau buat group seru-seruan di wa, biar saling kenal aja. Gak enak cuman kenal lewat watty. Yang mau ikut komen ya.. 😉😉
KAMU SEDANG MEMBACA
gentleman
RomanceOpen PO Gentleman by Fanyandra Rp.73.000 #Blurb Aku tak pernah tahu cinta itu adalah rasa yang paling menyakitkan. Luka yang sulit di sembuhkan. Dan tak akan hilang hanya dengan sedikit harapan Fidel Garwine. Semua yang aku alami membuat hatiku beku...