part 10

2.4K 178 26
                                    

Farensa menarik bathrobenya dan membungkus tubuhnya yang hanya memakai bikini. Tubuhnya terasa segar setelah berenang di halaman belakang. Daddy sudah memperingati seluruh pengawal untuk mengosongkan halaman belakang, meninggalkan dirinya dan mommy yang selalu menemaninya. Farensa mendekati mommy dan meminum jus yang di pesannya. Dengan cokies buatan mommy yang terasa sangat lezat.

Suara Cika terdengar dari pintu depan, ia berlari kehalaman belakang dan mendekati mommy. Seperti itulah caranya menarik perhatian mommy. Tapi sayangnya itu tidak berlaku untuk daddy dan kedua kakaknya.
“Mom, teman-temanku akan pergi ke pesta. Aku tidak memiliki gaun yang cocok pesta nanti.” Ucapnya dengan mengiba. Farensa mengeringkan rambutnya, mengacuhkan Cika yang juga mengacuhkan dirinya. Ia sempat melihat Fidel yang hampir memasuki halaman belakang. Tapi, sepertinya ia mengurungkan niatnya karena melihat keadaan Farensa sekarang.
“Nanti mommy akan pesankan. Tapi, kamu harus mengajak Faren ke pesta temanmu itu. Ingat, kalian saudara dan kalian harus saling menjaga.” Ucap mommy.
“Aku gak ingin pergi ke pesta, mom.” Ucap Farensa. Ia tidak suka acara mewah, apalagi ia harus pergi bersama Cika. Entah apa yang akan di ucapkannya nanti.
“Kalian berdua adalah putri mommy, tidak ada yang paling membahagiakan mommy jika melihat anak-anaknya bisa saling berpegangan tangan satu sama lain.” Tambah mommy. Farensa tidak pernah merasa keberatan bersaudara dengan Cika, namun ia selalu merasa enggan setiap kali melihat wajah angkuh Cika tertuju dengan jelas pada dirinya.

Farensa melihat Cika mengangguk dan memeluk mommy. Ia merasa cemburu, seakan pelukan Cika terasa lebih erat dan lebih dekat. Seakan Cika yang lebih mengenal mommy daripada dirinya. Farensa tak ingin kalah, ia ikut memeluk mommy membuat mommy tertawa dengan tingkah kedua putrinya.” Ini adalah mommyku!” Teriak Cika. Farensa tak mau kalah, ia mendorong Cika dan menarik mommy.” Dia mommyku. Dia lebih menyayangiku.” Ucap Farensa. Mommy tertawa kencang karena kedua putrinya. Ia melebarkan kedua tangannya dan memeluk Cika dan Farensa bersamaan. Freya juga mencium pipi keduanya dan berucap.” Kalian adalah putri mommy.” Farensa dan Cika saling pandang, mereka pun tertawa dan membalas pelukan mommy.

Farensa merasa bodoh dengan apa yang ia lakukan. Fidel yang masih berdiri di ambang pintu melihat tingkah konyolnya yang seperti anak kecil. Mungkin, baginya sikap Cika itu sangat menggemaskan. Tapi, apa yang ia pikirkan dengan tingkahnya? Kenapa Farensa merasa gugup dengan pikirannya sendiri?

Farensa tak menghiraukan degup jantungnya, ia kembali meminum jus jeruknya dan mengencangkan tali bathrobenya. Rasanya ia ingin kembali membuka bathrobenya. Udara yang tadi sudah terasa segar, kini kembali terasa panas.

****

Mommy memaksa Farensa untuk turun ikut ke pesta teman Cika. Padahal Farensa sudah berulang kali menolak dengan sejuta alasan. Akhirnya Farensa mengalah dan menghubungi Felix. Tidak perduli kesibukan laki-laki itu, Farensa memaksanya untuk menemaninya. Dan sekarang, dengan satu mobil yang di bawa Fidel. Felix duduk bersebelahan dengan Fidel, sementara para gadis duduk di belakang.

Sesampai di pesta, kedua pria itu keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk gadis masing-masing. Fidel menggandeng Cika, sementara Farensa menggenggam bahu Felix manja. Fidel diam-diam memperhatikan Farensa, ia merasa tidak senang dengan sikap manja gadis itu dengan pria lain. Padahal dulu ia selalu bersikap tegar dan menghindar.

Cika mendekati teman-temannya dan memperkenalkan Farensa, Fidel dan Felix. Semua teman-teman Cika menyambutk ketiganya dengan ramah. Walau Farensa merasa canggung dan aneh. Ia merasa ada yang aneh sejak turun dari mobil. Seperti ada yang mengintainya. Farensa tidak berani menoleh kemana pun, ia hanya bisa bersandar pada Felix. Menghilangkan rasa gugup dan takut yang di rasakannya.
“Kamu terlihat gugup, mau aku ambilkan minuman?” Tanya Felix. Felix hampir melepaskan tangan Farensa dari bahunya, namun tangan itu dengan tiba-tiba mencengkramnya semakin erat.
“Jangan tinggalkan aku. Aku tidak tahu, Felix. Aku merasa takut. Sangat takut.” Ucap Farensa. Felix memperhatikan Farensa sesaat, ia memandang wajah pucat Farensa. Lalu menggenggamnya menjauh dari kerumunan. Mata Felix memperhatikan seluruh tamu di pesta. Felix hanya di beritahu kalau Farensa mengalami amnesia. Tapi, bukan berarti ia mengingat sesuatu, atau seseorang yang mungkin pernah ia temui dulu.

Felix mengambilkan air putih untuk Farensa. Ia menghubungi seseorang tanpa ketara, dengan Farensa yang masih dalam pelukannya. Diam-diam Felix memperhatikan sekitar, entah dimana mereka. Para pengintai yang mungkin akan mencelakai Farensa. Orang yang Felix hubungi sudah masuk kedalam pesta, bergabung dengan beberapa tamu di dalam pesta.

Cika mengambil dua sampanye yang di bawa oleh seorang witers. Satu gelas ia berikan pada Fidel dan satu lagi ia genggam. Tanpa sengaja matanya memperhatikan apa yang ada di bawah nampan minuman. Tidak memperhatikan pembicaraan teman-temannya. Cika terlalu fokus memperhatikan langkah witers itu, hingga witers itu menghilang pun Cika masih mengikutinya. Meninggalkan teman-temannya.

Tidak tahu apa yang di lakukannya, Cika menatap seorang yang sedari tadi di perhatikan witers itu. Farensa. Cika berjalan mundur, ia tidka tahu apa yang ia lakukan. Suasana pesta sudah semakin riuh, beberapa teman-temannya sudah membuat permainan. Beberapa orang masih mengambil minuman dari witers itu. Tapi, tidak ada satu pun yang melihat benda di bawah nampan itu.

Cika memperhatikan Fidel yang terlihat menikmati pesta. Cika bertanya pada dirinya sendiri, apa yang ia harus lakukan? Merasa gugup, Cika menggigit-gigit jarinya. Entah apa yang akan di lakukan witers itu pada Falensa.
“Kalian berdua adalah putri mommy, tidak ada yang paling membahagiakan mommy jika melihat anak-anaknya bisa saling berpegangan tangan satu sama lain.” Ucapan mommy masih terdengar di kepala Cika. Tapi, ia sendiri tidak tahu bagaimana caranya melindungi Farensa. Witers itu masih mencari jarak dengan Farensa. Seakan menunggu waktu yang tepat untuk melakukan sesuatu. Mata laki-laki itu masih tertuju pada Farensa dan tak pernah lepas.
“Fi…del… tolong aku. Seorang witers membawa belati, ia juga terus memperhatikan Farensa. Aku… aku sangat takut.” Ucap Cika. Fidel menoleh pada witers yang di tunjuk Cika.  Tepat saat Fidel menoleh, witers itu berjalan mendekati Farensa. Tangan pria itu mengambil benda yang tersembunyi di bawah nampannya. Felix tidak memperhatikan witers itu, matanya terlihat waspada seakan mencari seseorang. Sedangkan Farensa, ia berada di pelukan Felix dengan santai. Wajahnya tersembunyi di balik dada pria itu.

Fidel menarik witers itu dan mencengkram tangannya, lalu memelintirnya dan menjatuhkannya ke lantai. Pria itu tak berkuti dengan apa yang Fidel lakukan. Seakan perasa kesakitan dan menyerah. Suasana pesta berubah menjadi hening, semua perhatian tertuju pada Fidel. Sampai beberapa orang mendekati witers itu dan meringkusnya.
“Terima kasih, kamu sudah menolong Farensa.” Ucap Felix. Ia berpamitan dan meninggalkan pesta. Dengan tiba-tiba Cika mendorong tuuh Farensa, membuat gadis itu terhantuk sebuah vas dan berdarah. Tapi, tidak ada yang menyadari sebuah pistol dengan peredam menyusup ke dalam tubuh Cika. Gadis itu terjatuh dengan Fidel yang menangkap tubuhnya.
“Cika!” Seru Farensa.
****

Gadis itu menangis di dalam ruang tunggu. Rasa takut itu masih menjalar di tubuhnya. Bayangan Cika yang tergeletak dengan darah mengalir dari tubuhnya, membuatnya benar-benar gemetar ketakutan. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada hidupnya. Seakan ada seseorang yang berusaha untuk mengincarnya.

Farensa melihat banyak orang yang entah mengapa seperti memberikannya bayangan ketakutan. Seakan ia pernah bertemu dengan mereka. Bukan hanya bertemu, ada sebuah diskusi atau sebuah percakapan, tapi Farensa sama sekali tidak bisa mengingatnya. Hanya sebuah kilasan yang terputar di kepalanya.
“Faren, kamu baik-baik saja?” Farensa mendongak dan mendapati Romeo berdiri di hadapannya. Farensa segera menghambur kepelukan kakaknya dan menangis sejadinya. Ketakutannya akan keadaan Cika dan ketakutannya dengan kilasan mengerikan yang terputar di kepalanya.

Fidel memperhatikan Farensa yang menangis dalam pelukan Romeo, ia hanya bisa memperhatikannya dari jauh tanpa bisa mendekat. Ada rasa ingin untuk mendekat, namun kekecewaannya seakan melarangnya untuk melangkah. Memaksanya untuk menutup seluruh kenangan, seperti dirinya yang membuang dirinya jauh dari kenangannya.
“Sebaiknya kamu pulang dan istirahat.” Ucap Romeo.
“Tidak, Cika mengorbankan dirinya untuk melindungiku, kak. Aku ingin menjaganya.” Balasnya dengan isak yang sulit di hentikan. Romeo hanya menghela napas, ia kembali mendudukan Farensa di bangku dan pergi untuk membeli air untuk adiknya. Ada beberapa penjaga di sana, Romeo yakin adiknya akan baik-baik saja.

Melihat Romeo pergi, keinginan Fidel untuk mendekat semakin dalam. Langkah kaki Fidel bergerak selangkah, namun kembali terhenti saat dering ponsel bergetar. Ia membatalkan niatnya dan berjalan menjauh. Tanpa di sadarinya seorang pria berjalan melewatinya, membawa alat-alat rumah sakit dengan kereta dorong. Pria itu memakai masker dan pakaian suster pria. Beberapa pengawal tidak memperhatikan pri itu, membuatnya semakin leluasa melangkah.

Pria itu mengeluarkan sesuatu yang tersembunyi di balik kereta dorongnya dan siap melancarkan tujuannya. Ia mengambil sebilah belati dari balik celananya, masih mendorong kereta berisikan barang-barang rumah sakit. Langkahnya sedikit tergesah-gesah, namun ia berusaha untuk tetap tenang. Hingga selangkah mendekati Farensa, teriakan seseorang membuatnya terkejut dan panik.” Tangkap suster gadungan itu!” Teriak seorang suster wanita. Pria itu tak lagi memperdulikan kereta barangnya. Ia mendekati Farensa, menahan wanita itu dalam cengkramannya dan mengarahkan belati pada leher Farensa.

Fidel mengumpat dalam hati, ia benar-benar tidak mengerti dengan kejadian satu malam ini. Semuanya mengincar satu orang, dan orang yang di incar sejak tadi adalah Farensa. Tapi ada apa dengannya? Apa ini juga termasuk permainannya? Seperti dulu ia mempermainkan hatinya.

Semua tampak tak bisa bergerak, seakan takut melukai Farensa. Fidel masih berdiri di tempat, mengawasi si penyandra dan Farensa. Ia tidak mungkin membiarkan wanita itu tetap di sandera pria itu. Bagaimana pun, ia harus tetap menjaga dan melindunginya. Karena ia calon kakak iparnya. Fidel menarik napas dalam dan menghelanya perlahan. Ia berjalan tanpa ketara, mendekat tanpa menimbulkan suara. Di saat Fidel hampir mendekat, tiba-tiba saja pria itu ambruk.

Farensa menyikut lutut pria itu dan menarik tangannya, membiarkan sedikit baret mengenai lehernya. Dan dengan tubuh kecilnya ia membanting pria itu dengan keras membuatnya tersungkur di bawahnya. Beberapa orang sempat terdiam dan hanya memperhatikan Farensa, termasuk Fidel yang terbengong melihat wanita di hadapannya ini membanting seorang pria dengan begitu mudah.

Beberapa bodyguard segera menangkap pria itu dan membawanya pergi. Sedangkan Farensa berdiri membatu di tempat, dalam hitungan detik tubuh itu tersungkur ke lantai rumah sakit. Tangannya mencengkram kepalanya yang terasa berputar. Tubuhnya menggigil, seakan ada bayangan di mana tubuhnya harus melawan puluhan pria. Tubuhnya harus bisa menahan ribuan pukulan dan masih banyak kilasan bayangan yang tak ia mengerti.
“Argh!!” Teriak Farensa. Fidel mendekatinya dan menahan tubuh Farensa yang seperti tak terkontrol. Ia berteriak sambil memukuli kepalanya, tangisannya yang tanpa henti dan tubuhnya yang menggigil di balik pelukan Fidel. Perlahan tubuh itu meluruh, tubuh itu tak lagi sanggup untuk melihat bayangan-bayangan yang sama sekali ia tidak ingat.

Fidel menatap Farensa, wanita itu pingsan di pelukannya. Tangannya menyampirkan rambut panjang yang menutupi wajah Farensa. Ia masih menatap wajahnya, wajah wanita yang pernah ia cintai, dan mungkin masih sampai detik ini. Tapi ia harus menguburnya, ini pilihannya dan ia tidak akan pernah menariknya. Rasa sakitnya mungkin berangsur pergi, namun pengkhiatannya tidak akan pernah bisa terobati. Masih menatapnya, tangan Fidel terarah pada pipi Farensa dan membelainya. Wajahnya terlihat lebih segar dari yang dulu, di saat ia masih menjadi Fiona. Wanita berwajah pucat dan terlihat tidak berdaya. Tapi, lihatlah sekarang, wanita ini bisa membanting satu pria yang jauh lebih besar darinya.
“Fidel, biar aku yang mengurus adikku.” Fidel mendongak. Romeo sudah berdiri di hadapannya. Ia mengambil Farensa dan membawanya pergi.

Fidel masih menatap Farensa yang semakin menjauh, kembali pergi menjauh darinya. Seakan mereka tidak bisa bersama. Seakan tuhan tidak menuliskan takdir untuk mereka berdua menjadi satu.

Jangan lupa follow IG @authorfanyandra dan jangan lupa pesan novel virgin. Batas PO sampai tanggal 30 july. 

Pemesanan bisa langsung wa author ke 089664404588

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pemesanan bisa langsung wa author ke 089664404588. Dengan format
Nama
Alamat
No hp

😉😉

gentleman Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang