Pada kenyataannya

52K 4.3K 143
                                    

'Brukk'

Devan terjatuh mengenaskan karena tersandung akar-akar pohon yang tak dilihatnya. Ingjn rasanya menangis melihat Beryl menjauh, tanpa menoleh ke arahnya.

"Beryl..." panggil Devan lagi. Kali ini dengan lirih.

Untung saja suasana di taman sedang sepi. Jika tidak, adegan dramatis tadi akan menjadi bahan gunjingan di sekolah.

Dengan headline gosip : Devan, seorang bucin terbaru yang baru saja ditinggalkan pacarnya.

***

Aidan dan Rajidan sudah menunaikan tugasnya dengan baik. Saat ini mereka bertiga sudah berkumpul kembali, setelah berpencar ke segala penjuru.

"Devan mana woi?" tanya Attariq pada kedua temannya. Dan kedua temannya hanya menggelengkan kepala mereka.

"Cari aja kalo gitu." putus Attariq dan langsung memandu kedua temannya pergi dari tempat mereka berkumpul.

Saat di jalan mereka bertemu dengan Beryl yang saat ini berlinangan air mata. Attariq mengernyitkan matanya bingung.

"Beryl!" teriak Attariq. Beryl menoleh dan menggeleng lalu berlari pergi.

"Jangan-jangan putus kali mereka," ucap Aidan santai

'Plak'

"Kalo jomblo itu gausah ngajak-ngajak! Malah nyumpahin temen sendiri..." ucap Rajidan sambil menatap Aidan yang baru saja ia tepuk mulutnya.

"Siapa yang nyumpahin. Asumsi sama nyumpahin beda tau! Makanya kalo belajar bahasa indonesia jangan ngeliat Tiffany mulu." Cerocos Aidan kesal. Attariq melihat kedua temannya bingung.

Disatukan berkelahi, dipisahkan menangis meraung minta disatukan. Begitulah pikiran Attariq saat ini.

"Mau di cari kemana nih?" tanya Attariq setelah tikus dan marmut ini bertengkar.

"Paling taman belakang. Ayo ah!" kali ini Aidan yang memimpin perjalan.

Setelah beberapa menit, tibalah mereka di taman yang sepi dan damai ini. Terlihat, pria berperawakan seperti Devan yang sedang menundukkan kepalanya serta menaik turunkan bahunya.

Pertanda bahwa pria tersebut sedang menangis dalam diam.

Attariq, Rajidan, dan Aidan menghela napas berat mereka. Ternyata, benar dugaan Aidan tadi.

Dan Aidan menyesal mengatakannya jika benar-benar terjadi.

Attariq, Aidan, dan Rajidan maju. Mengelilingi Devan dengan tampang cuek mereka.

Merasa terhalangi matahari, Devan mendongak, melihat wajah Attariq yang sedikit menyebalkan namun mampu menghiburnya.

"Nangis aja dulu, cowo gausah sok-sok kuat. Kalo bayi aja masih nangis. Kita tutupin. Gabakal ada yang tau." ucap Attariq lembut. Devan menatap wajah Attariq dengan wajahnya yanh sembab dan bibir yang bergetar.

Attariq berusaha untuk menahan tawanya. Melihat wajah Devan yang sangat lucu dan kacau dalam satu waktu yang sama.

"Makasih..." lirih Devan untuk ketiga temannya.

Tapi dia malah bangkit dan menghapus tangisnya.

"Gue ga butuh nangis buat lega. Guekan punya kalian." Devan memeluk ketiga temannya ini.

"Jangan peluk-peluk deh, nanti kamu malah ganti haluan ke kita lagi." Ucap Rajidan yang berhasil mengundang tawa kedua temannya.

"Amit-amit," ucap Devan sebal.

"Makan bakso aja yuk? Kalo patahati biasanya dermawan mau ngebayarin temen." Aidan mengedipkan matanya pada Devan.

Devan menatap Aidan dengan tatapan sinis. Namun pada akhirnya disetujuinya juga.

"Boleh khusus jomblo, yang punya pacar bayar sendiri." Ucap Devan yang mampu melunturkan senyum Rajidan.

"Sayakan gak pacaran, cuma punya komitmen doang. Boleh dong," Rajidan mencoba untuk memprotes Devan.

"Apapun itu dalam bentuk pasangan. Tidak akan dibayarkan. Lagi sensi sama yang berpasangan!" ucapan Devan mampu membuat Rajidan cemberut namun tetap mengikuti kemanapun ketiga temannya pergi.

"Dasar jomblo pelit!" umpat Rajidan pada Devan yang mendengarnya namun tidak perduli dengan apapun.

Hatinya cukup sakit. Dan dia cukup lelah untuk berdebat.

Kalau itu maunya Beryl. Ia akan berusaha untuk mengikhlaskannya. Walaupun ia tak yakin, akan cepat melupakan gadis itu.

"Terimakasih Beryl, aku cukup baik-baik saja saat kamu tinggalin. Karena ada tiga teman aku ini. Kamu bener-bener ninggalin aku, disaat aku sudah punya mereka. Aku, tetap bahagia." Batin Devan sambil berjalan dengan ketiga temannya yang sedang bercanda gurau.

***

Rajidan saat ini sedang menatap ketiga temannya yang sedang memakan bakso ketiga mereka.

Terlebih lagi, sekarang air mata mereka menyucur akibat pedas yang mereka konsumsi.

Selera makannya langsung lenyap melihat keganasan ketiga temannya.

Terlebih lagi Devan yang makan seperti orang kelaparan yang lima hari belum makan.

Tak lupa dengan cucuran air mata kepatahatiannya.

"Gila... Ini lebih pedes dari pada omongan Asta pas mutusin gue!" ucap Attariq sambil menyemburkan cairan ingusnya ke tissue.

"Bener! Kata-kata si Denna emang nusuk banget kaya pedes ini di lidah gue," ucap Aidan sambil menghapus air matanya yang sedari tadi mengucur.

"Emang... Cuma... Beryl doang... Yang bikin citra gue ilang..." ucap Devan terbata-bata karena ia beneran menangis.

Devan hanya meletakkan satu sendok cabai. Berbeda dengan kedua temannya yang lain. Yang memang memesan bakso pedas.

Dia tak kepedasan. Sejak awal ia hanya ingin menangis saja mengingat kenangannya dengan Beryl.

"Kalian, gak malu berisik banget?" tanya Rajidan ngeri. Mereka bertiga menatap Rajidan horor.

"Makanya patah hati dulu biar ngerti!" teriak mereka bertiga. Rajidan hanya memejamkan matanya menahan malu.

Pasalnya, ia yakin dan percaya. ketiga temannya akan merengek padanya karena memakan banyak cabai.

Ralat. Dua saja, yang satunya baik-baik saja. Namun tidak dengan hatinya.

***

Maaf garing, ga ngena, atau apapun.
Vote commentnya jangan lupa ya.
Bagi yang sudah membaca TS sampai habis.
Aku cuma mau ngasih tau kalau cerita TS akan aku revisi ulang. Ada yang aku ubah juga.

So... Jangan bingung ya.

The SomvlakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang