Killing

192 59 65
                                    

"Mengapa dia hanya ingin membunuh Charzie? Kelebihan apa yang dimiliki Charzie sehingga membuat ayah tirimu mengincarnya?"

"Itu karena ...."

"Karena apa?"

"Charzie adalah malaikat mautnya."

💍💍💍

London, Inggris 1996

"Ayah! Ibu!" teriak seorang gadis kecil berumur 5 tahun sambil berlari-lari kecil menghampiri ayah dan ibunya yang berada di dalam salah satu ruangan di rumahnya.

Gadis itu melepas sepatu juga kaus kakinya dan melempar keduanya begitu saja. Di punggungnya masih menempel tas berwarna jingga yang bergambar kartun Winnie The Pooh. Di tubuhnya masih melekat kemeja berwarna putih dan rok selutut berwarna biru muda dengan garis-garis memanjang berwarna putih.

"Ayah! Ibu!" teriaknya lagi.

Alih-alih mendapatkan jawaban dari ayah dan ibunya, gadis itu malah mendengar suara tangisan seseorang.

Tidak.

Bukan seseorang.

Ia mendengar beberapa orang sedang menangis.

Gadis itu mengerutkan keningnya.

"Suara siapa itu?" ucapnya pelan.

"Ayah?" Panggilnya lagi dengan suara cempreng nan lucunya.

Tak ada jawaban.

"Ibu?"

Tetap tak ada jawaban.

"Christian?"

Hening. Bahkan suara tangisan yang tadi sempat menepis gendang telinga gadis itu pun kini tak lagi terdengar.

Keningnya semakin berkerut. Ia mengelap peluh di dahi dan di lehernya menggunakan kedua punggung tangannya.

"Kemana mereka?" ia mempercepat langkah kakinya untuk mencari ayah, ibu, juga Christiannya.

Ruangan demi ruangan ia periksa. Ia sangat berharap orang-orang yang sedang dicarinya berada di dalam sana.

Mulai dari ruang tamu, ruang keluarga, dapur, kamar mandi, kamar ayah dan ibunya, kamar Christian, dan yang terakhir gudang telah ia periksa. Tetapi, orang-orang yang dicarinya tetap saja tak kunjung ia temukan.

Peluh di dahi dan di lehernya semakin bertambah saja, membuat gadis kecil itu akhirnya menyerah untuk mengelapnya.

Gadis kecil itu kembali ke ruang tamu. Ia melemparkan tasnya ke atas meja yang terbuat dari kaca dan merebahkan tubuhnya di atas kursi berwarna coklat yang terbuat dari busa.

"Ayah! Ibu! Christian!" teriaknya lagi.

Satu menit.

Dua menit.

Lima menit.

Sepuluh menit.

Gadis kecil itu tetap saja tak kunjung mendapatkan jawaban dari orang-orang yang semenjak tadi ia panggil.

Ia mulai kesal. Ia bangkit dari kursi sambil mengepalkan kedua tangan mungilnya. Emosinya sudah mencapai ubun-ubun. Ia sangat kesal karena orang-orang yang dicarinya tak kunjung menjawab panggilannya dan tak kunjung ia temukan.

"Sebenarnya kemana mereka? Apa mereka sedang bersembunyi dan sengaja mengerjaiku?" tanyanya pada dirinya sendiri.

Gadis kecil itu terdiam. Ia tampak sedang memikirkan sesuatu. Tiba-tiba ia menyungginkan senyum manisnya.

Charzie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang