Angin bercampur percikan air sore ini menerpa wajah gadis yang sedang duduk di koridor kelas depan. Ia bingung, ingin menerjang hujan atau menunggunya hingga reda. Handphone nya juga lowbatt. Alhasil ini lah, dia tidak bisa menghubungi kakaknya, Devan.
Seperti paribahasa, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Dira juga lupa membawa payung yang selalu di bawanya dalam tas beberapa hari ini. Sial benar memang ini namanya. Saat ia membawa payung, hujan tidak mengguyur, saat ia tidak membawanya, hujan malah dengan derasnya turun.
Apalagi, hari yang sudah mulai petang. Dira dengan bergidik karena dingin, melirik arloji yang melingkar manis di tangan kanannya, menunjukkan pukul 5 sore. Ia mengingat, apakah masih ada beberapa manusia di dalam sekolahnya? Sepertinya, masih ada anak basket di dalam. Ia, melihat samar ada 3 orang, sedang menuju ke arahnya, dan salah satunya membawa bola basket. Dan sudah pasti itu anak extra basket.
Dira berharap dalam hati, ada yang mau meminjamkan handphone atau payung, yang setidaknya bisa menyelamatkan nyawanya sekarang.
Di ciumnya bau keringat. Di dengarnya decitan sepatu. Di rasakannya langkah sudah mulai mendekat. Gadis ini hanya menunduk dan memainkan kedua kakinya yang menggantung.
“Dira ya ini?” ucap seseorang di ujung sana. Suaranya cukup familiar.
Atau tidak.
Demi menghilangkan rasa penasarannya ia pun menoleh menuju sumber suara.
“Eh, iya?” jawabnya gugup.
Bukan. Bukan yang seperti ia kira. Bukan Aaron yang memanggil. Tetapi, salah satu temannya. Kalau tidak salah, teman kelas sebelah. Pantas saja, suaranya menjadi lebih ringan, tidak berat seperti biasanya.
“Lo belum pulang?”
Yang tadi bukan temannya. Sungguh bukan. Melainkan Aaron. Dengan suara khasnya. Suara yang berat. Tidak seperti di novel novel, yang biasanya enak di dengar, ini malah menggelikan telinga saat mulai menyelusup lewat daun telinga.
“Belum. Gue... boleh pinjem handphone lo, ngaak?” Dira bertanya, ada sela beberapa detik saat ia bertanya.
“Ron, gue balik duluan ya.” ucap kedua teman Aaron, yang Dira ketahui namanya Dinno dan Bagus.
“Eh-iya ati ati, bro!” balasnya sambil menepuk pundak kedua temannya.
Setelah, Dinno dan Bagus berlalu. Aaron menatap Dira lagi, menampilkan wajah bertanya.
“Itu, anu, gue boleh pinjem handphone lo?” ulangnya, Aaron tampak bingung, “handphone gue lowbatt.”
“Iya, boleh,” jawabnya, sambil merogoh tasnya, “nih.”
“Gue pinjem dulu ya.”
Aaron tampak mengangguk.
Dira sedang mengetik nomor Devan.
“SIM 2 apa SIM 1, nih?”
“SIM berapa ya?” jawabnya sambil menggaruk tengkuk, “coba aja SIM 1 dulu.”
“Ha—”
“Maaf, pulsa anda tidak cukup untuk melakukan panggilan ini. Mohon isi ulang pulsa anda.”
Dira pun menjatuhkan rahangnya dengan bebas. Karena telfonnya malah di jawab oleh suara lembut mbak-mbak operator.
“Kenapa? Ditolak?”
“Pulsa lo abis, Ron.” jawab Dira menahan tawa.
“Hah, masa? Coba gue cek dulu.” jawabnya sambil meminta handphonenya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Confused
Teen FictionBimbang. Sepertinya kata itu lebih tepat mendeskripsikan perasaan gadis ini. Caldira Audyna; berawal dari penasaran, sehingga dia terus mengejar cowok itu hanya untuk sekedar menjadi teman. Tetapi cowok itu-Aaron Saka Dharmananda-hanya cuek pada or...