~19~

191 23 2
                                    

Terdengar suara langkah kaki dari arah belakang. Suaranya semakin semakin mendekat. Yang membuatku ingin melihatnya.

Belum sempat aku menengok, boneka yang berada ditanganku diambil paksa oleh seseorang.

"Tidak! Jangan lepaskan roh-roh itu, berhenti bersinar boneka bodoh!!!" ucapnya histeris. Dan tak lama orang itu menarik pergelangan tanganku, yang membuatku terpaksa berdiri.

"Apa yang sudah kau lakukan?" Dia bertanya padaku, "kenapa kau berani melakukan ini, kau belum tau siapa aku sebenarnya!!" ujarnya setengah membentak tapi aku hanya diam.

"Perbuatanmu salah," hanya kata itu yang kulontarkan.

"Jadi kau ingin mengajariku?"

Arini mengguncang tubuhku dan aku masih saja terdiam, entah kenapa lidahku kelu.

"Akan kupastikan kau lenyap malam ini juga Ruby!!!" Dia mendorongku hingga aku terjatuh tepat diatas makam Catherine.

Kaki yang nyeri akibat pelarian yang kulakukan tadi membuatku susah berdiri. Rasanya tulang kakiku seperti ditempeli oleh jutaan jarum yang siap menusuk apabila aku bergerak sedikitpun.

Dengan susah payah, akhirnya aku bisa berdiri dan kini sibuk membersihkan telapak tanganku dari sisa tanah kuburan, "aku tidak akan biarkan kau melukai tubuh ini." ujarku lemas.

"Apa yang kau pikir Ruby? Dengan semua yang kau lakukan aku akan melepaskan tawananku dengan mudah?" Dia memasang raut wajah sedih— berpura-pura kasihan, "jangan harap."

"Tidak ada yang bisa kau dapatkan dengan menghabisi nyawa seseorang. "

"Oh ya? Sejak kapan kau menjadi penasihat? Kau tidak akan mengerti, karena kau memang tidak pernah mengalami hal yang kualami selama ini. Jadi berhentilah sok mengguruiku." ungkap Arini—buncah.

"Aku memang tidak pernah tau masalah yang kau alami, tapi yang kutahu perbuatanmu salah dengan mengambil nyawa orang yang tidak berdosa. Itu tidak akan membantu sama sekali."

"Berhentilah menasehati! Kau hanya bisa berbicara dan tak akan memahami apapun. Mendekatlah padaku dan akan kubiarkan kau menasehati penghuni neraka." Arini merogoh sesuatu dari dalam jubahnya. Terlihat benda berukuran kecil yang terbuat dari besi, saat Arini menekan sisi kiri dari benda itu yang ternyata adalah pisau lipat.

Entah kapan pisau itu ada didalam jubahnya. Tapi aku bisa menebak apa yang akan wanita itu lakukan nanti.

Bagaimana ini?

"Di malam yang tenang dan indah ini kupastikan seorang gadis yang baru saja berulang tahun, harus meninggalkan dunia. Tapi aku ikhlas."

Wanita itu mendekat kearahku yang membuatku terpaksa berjalan mundur untuk menghindar darinya.

Wajahnya nampak seperti penyihir. Senyum yang licik, mata yang memburu serta pipi dan hidungnya yang mengembang. Membuatku takut bukan main.

Apakah tepat untuk merasa takut saat ini?

Arini melangkah maju dan aku melangkah mundur, hal itu berlangsung dalam beberapa detik.

Deg!

Hingga aku tersadar bahwa di belakangku sudah berdiri pohon besar yang menjebak. Menjebak diantara Arini dan pikiranku yang seketika tak dapat bekerja.

Aku merasakan jantungku berhenti berdetak. Hingga terasa sesak. Udara yang berhembus di pemakaman ini sangat dingin, hal itu berlawanan dengan keringat yang terus keluar membuat tubuhku hampir beku dibuatnya.

Wanita itu semakin melebarkan senyumnya dan melayangkan pisau lipat itu pada wajahku. Aku merundukan kepala karena sudah pasrah pada nasib yang kini memang berpihak pada wanita itu.

Sahabat KacaKuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang