-- Part 14 --

5.3K 292 9
                                    

Alvaro sudah terlanjur jatuh hati untuk Dicky. Dan sekarang dia baru tau kalau Dicky hanya memberi harapan palsu kepada Alvaro.

Lebih bingung lagi adalah.


















Laptop Dicky ketinggalan lagi di mobil Alvaro.

Alvaro berniat untuk mengembalikannya setelah kekacauan ini telah mereda. Yang jelas bukan sekarang. Dan sekarang yang Alvaro mau hanyalah untuk menjauh dari Dicky.

Dicky Dimas Cahyana.

Seorang pria yang telah mencuri hati Alvaro.

"This heart belongs to Dicky," rengek Alvaro menenggelamkam wajahnya di bantal tidur.

Pada hari itu, barulah Alvaro menyadari bahwa dia telah jatuh untuk Dicky. Dan sekarang dia harus bangkit.

Namun apakah itu mungkin?

---------------------------------

Keesokan harinya di sekolah, saat Alvaro ingin latihan renang di kolam renang di sekolah, Alvaro sempat berpapasan dengan Dicky saat berjalan di lorong sekolah, namun Alvaro cepat-cepat membuang muka dan berjalan lebih cepat agar dapat menghindari Dicky.

Alvaro juga merupakan seorang atlet. Hampir setiap hari dia selalu latihan renang di kolam renang di sekolah. Dan hari itu, seperti hari-hari sebelumnya, Alvaro latihan renang dari jam dua siang sampai jam setengah lima.

Hari itu saat Alvaro pulang dari latihan, Alvaro melihat Dicky berjalan didepannya dan dia baru saja keluar dari UKS. Alvaro juga melihat Dicky berjalan pincang, dengan betis yang penuh memar.

'Dicky, kamu kenapa?'

Ingin sekali Alvaro membantunya, namun waktu nya sangat tidak tepat. Hubungan diantara mereka sudah retak dan Alvaro tidak tau kapan hubungan mereka kembali pulih.

Alvaro terus mengikuti Dicky hingga dia berjalan ke pintu gerbang depan dan masuk ke sebuah mobil hitam yang Alvaro anggap merupakan ibu dari Dicky.

"Syukurlah dia dijemput ibunya. Jadi dia bisa tenang." ucap Alvaro saat dia melihat Dicky menaiki mobil hitam tersebut.

Alvaro pun pulang ke rumah dengan tenang karena dia pikir Dicky sudah aman bersama ibunya.

Sore itu Alvaro sangat lelah, namun karena sebelumnya Dia terlalu banyak minum kafein, matanya tidak dapat menutup dan otaknya terus berpikir.

Akhirnya Alvaro memutuskan untuk mengembalikan laptop Dicky yang ketinggalan.

Sore itu Alvaro menuju rumah Dicky. Karena ada mobil yang terparkir di halaman rumahnya, Alvaro memutuskan untuk memberhentikan mobilnya 200 meter dari rumah Dicky. Alvaro juga melihat tepat di depan rumahnya ada ibunya Dicky yang sedang mengunci pintu, setelah itu menyelipkannya di bawah karpet.

'Yes. Rumahnya kosong berarti Dicky ga ada di rumah.'

Ibunya Dicky berpakaian sangat ketat dan mini. Orang-orang akan berasumsi bahwa dia adalah wanita berumur 24 tahunan dengan menggunakan pakaian yang dia kenakan.

Setelah ibunya Dicky cukup jauh meninggalkan rumah, Alvaro mulai memarkirkan mobilnya di halaman rumah Dicky.

Karena Alvaro tahu dimana ibunya Dicky menyembunyikan kuncinya, tanpa ragu Alvaro mengambil kunci dari bawah karpet dan membuka dengan pelan pintu rumah Dicky, setelah itu menutupnya kembali.

'Gue serasa jadi maling'

Alvaro melihat bahwa lampu di rumah semua telah mati, namun karena masih sore ada cukup cahaya yang masuk ke rumah untuk Alvaro berjalan dan menganalisa isi rumah Dicky.

Alvaro tahu tepat dimana kamar Dicky terletak, dia pun langsung berjalan menuju kamar tersebut.

Saat Alvaro membuka pintu kamarnya, Alvaro melihat kamar tidur Dicky kosong.

'Syukurlah, Dicky ga ada'

Alvaro cepat-cepat meletakkan laptop nya di atas kasur tempat tidur, dan saat dia ingin balik, Alvaro mendengar suara tepat dari dalam kamar mandi yang ada di kamar.

DUGG.. PLETAK!!

Secara refleks, Alvaro langsung berlari ke dalam kamar mandi dan menemukan Dicky hanya menggunakan boxernya tergeletak di lantai dengan sikat gigi dan silet cukur yang ikut jatuh bersamanya.

"Dicky!!!! Kamu kenapa!" teriak Alvaro menghampiri Dicky yang masih lemas tergeletak di lantai.

"A-Al......." ucap Dicky dengan lemas.

Alvaro dengan sigap langsung menggotong Dicky keluar dari kamar mandi dan meletakkannya di atas kasur.

"Dicky, gue ga maksud apa-apa ke sini, gue cuma pengen ngembaliin laptop lu aja sumpah," nada Alvaro menjadi tinggi dan Alvaro panik tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Dicky melihat Alvaro panik lalu tersenyum.
"Tenang Al, sekarang bantu aku ambilkan painkillers di nightstand ku," nada Dicky sangat lemah, namun sangat meluluhlantakkan hati Alvaro yang langsung menuruti perkataan Dicky.

"Ini Ky," ucap Alvaro menyuduhkan botol pil penahan rasa sakit dan juga segelas air yang berada di atas nightstand.

Dicky lalu tersenyum lemah dan meraup pil dan air dari tangan Alvaro.

Alvaro menonton Dicky yang sangat rapuh menelan pil dan meneguk segelas air hingga habis.

Setelah itu Alvaro membantu Dicky meletakkan gelasnya kembali ke atas nightstand.

"Uh, Dick- umm, kamu ga kenapa?" tanya Alvaro.

"Saya baru saja meminum painkillers saya, sekarang bantu saya untuk tidur karena saya tidak bisa meminum painkillers dan obat tidur sekaligus. So, just shut the door and cuddle with me,"

Alvaro meleleh dengan kata-kata yang baru diucapkan Dicky, jadi dia langsung berdiri untuk menutup pintu kamarnya dan berbaring di tempat tidur bersama Dicky.

'Please Kev, lu jangan bangun lagi ya.'
Ucap Alvaro dalah hati.

Diatas kasur, Dicky, hanya menggunakan boxernya langsung memeluk Alvaro dan saat itu Alvaro refleks berkata,
"Baguslah Ky, sekarang lu bisa mikirin kepentingan diri lu sendiri,"

Dicky mengangguk sambil memejamkan matanya, menenggelamkan kepalanya di dada yang bidang milik Alvaro. Alvaro mengusap rambut Dicky dengan halus, dan sepertinya cara tersebut berhasil membuat Dicky tertidur lelap.

Alvaro mencium dahi Dicky dan berkata, "I love you, Ky."

To be continued

Mortal EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang