Bab 6

239 41 5
                                    

Minggu.
Hari dimana rata-rata sekolah diliburkan. Hari dimana orang-orang dikantor melepas penat dari semua meeting penting dan sekumpulan dokumen yang memusingkan. Hari dimana anak-anak muda suka sekali melakukan jogging dikompek perumahan.

Minggu.
Ini adalah jadwalku dan Ara bersepeda mengelilingi komplek rumah. Namun sebelum bersepeda, aku sudah bangun terlebih dahulu pada pukul 04.30 pagi. Ah-iya aku lupa memberitahu satu hal, aku dan Ara sering melakukan ritual dipagi hari, iya ritual menunggu matahari terbit. Ara dan aku setiap hari suka sekali bangun pukul 04.30 pagi hanya untuk menunggu sang primadona langit biru muncul dari ufuknya. Menunggu matahari terbit sambil berceloteh panjang bersama Ara adalah hal yang paling aku suka. Kadang jika kami sedang bertengkar, aku tetap melakukan ritual ini tapi dari dalam kamarku saja atau terkadang dari balik pagar rumah sambil menatap Ara dari kejauhan.

"Dimas!!!" suara yang kukenal itu terdengar dari jendela kamar.

"Dimas, bangun dong." suara itu terdengar kembali.

"Dim?"

"Dimas!"

"Dimas Rasendria"

Aku yang tadinya sedang bermimpi indah seketika itu juga langsung terbangun karena suara kegaduhan dari jendela. Kubuka gordeng dan jendela kamarku, nampak wajah gadis kecil yang kini tersenyum ke arahku.

"Ada apa sih? Ini kan baru jam setengah lima pagi!" tanyaku seusai melirik jam dinding dikamarku.

"Ikut aku yuk keluar" ujarnya dari ujung jendelanya.

"Nggak mau, aku masih ngantuk" sahutku.

"Ayolah Dim, temenin aku yuk, aku jamin kamu nggak bakal nyesel kalau mau ikut" ucapnya. lagi. Sedangkan aku hanya diam, menguap sesekali sambil menunggu gadis itu berhenti berbicara.

"Dimas, mau ya?" pintanya untuk yang kesekian kalinya.

"Tapi kalau aku udah ikut, kamu jangan gangguin aku tidur lagi ya ?" sahutku.

"Iya-iya, aku janji. Lagian aku yakin kalau kamu ikut kamu pasti mau ikut lagi besoknya" jawabnya.

"Yaudah aku tunggu diluar" tuturku sambil menutup hordeng kamarku.

Lalu aku turun dan menunggu gadis itu diluar rumah. Aku baru dua minggu pindah dikomplek perumahan ini tapi aku belum mengenal semua orang-orang disini dan gadis kecil yang kamarnya tepat berada disebrang kamarku itu selalu saja mengusikku, mengajakku bermain dan kini mengganggu waktu tidurku, sungguh menyebalkan.

Sudah nyaris 5 menit, aku dan gadis kecil itu diam tak bergeming.

"Kita mau ngapain sih?" gerutuku pada akhirnya yang sudah tak tahan menahan rasa kantuk yang datang.

"Tunggu aja, sebentar lagi kita akan melihat sang primadona langit biru" jawab gadis kecil itu yang menoleh sebentar dan kemudian malah tersenyum menatap langit yang masih gelap. Aku yang mengamatinya dari tadi akhirnya paham jika dia sedang mengajakku untuk melihat matahari terbit dari ufuknya.

Tapi yang masih aku bingung, mengapa dia harus membangunkanku jika hanya untuk melihat matahari terbit? Tak bisakah ia melihatnya sendiri saja?

Keheningan yang sejak tadi kami ciptakan kemudian pecah karena celotehnya lagi.

"Lihat Dim, mataharinya....." ucap sigadis kecil sambil menyikut lenganku yang tepat berada disampingnya tanpa mau menoleh ke arahku sedetikpun.

"Mana?" gerutuku sambil terus menguap dengan kondisi mata yang jika disamakan dengan lampu, mungkin hanya tinggal 5 watt.

Cinta & RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang