Seminggu kemudian, aku akhirnya berangkat kembali menuju sekolah. Sungguh aku merasa rindu dengan sekolahku ini, walaupun kenyataannya kadang aku benci juga dengan sekolah. Memang benar apa kata pepatah, masa-masa sekolah terutama masa putih abu-abu adalah masa-masa yang biasanya akan kita rindukan dimasa depan.
"Dim?"
Aku pun menoleh dengan senyuman paling manis, karena aku yakin bahwa itu adalah suara Ara. Namun saat aku berbalik, bukan Ara yang kulihat, tapi...loh?
"Hai Dimas" ucapnya sekali lagi.
Aku hanya membisu sambil menatapnya yang terus berjalan mendekat ke arahku.
"Apa kabar?" ucapnya lagi.
"Dimas Rasendria, kan?" ucapnya, lagi-lagi.
Aku tertegun lalu segera tersadar setelah kutatap dengan jelas bahwa yang kulihat didepanku memang bukan Ara, melainkan Aila, teman kecilku dulu di Jakarta.
"Aila?" gumamku.
Aila tersenyum lalu mendekatiku dan tiba-tiba memelukku.
"Kamu apa kabar, Dim? Aku kangen banget tahu sama kamu" tutur Aila disela-sela pelukannya.
"I'm fine" sahutku sambil mencoba melepaskan diriku dari pelukan Ara.
"Bagus deh" sahut Aila sambil melepaskan diriku.
Aku tersenyum tipis menatapnya. Aila, dia selalu cantik dan sepertinya bertambah cantik sekarang. Kamu tetap tidak pernah berubah tapi tunggu, tunggu dulu, ada yang hmmm agak aneh bagiku. Aila memakai seragam sekolah yang sama denganku? Maksudnya bagaimana ini?
"Kenapa Dim?" tanya Aila yang sepertinya sadar jika aku menatapnya.
"Kamu kaget ya lihat aku pake seragam sekolah yang sama kaya kamu?" tanya Aila kembali seolah mengerti apa yang ada dipikiranku.
"Kamu gak pernah berubah ya, tanpa aku bilang kenapa pasti udah tahu jawabannya" jawabku seraya tersenyum ke arahnya.
"Aku pindah ke sekolah kamu mulai hari ini, papahku pindah tugas ke Bandung" ucapnya tersenyum lalu duduk diatas rerumputan.
"Oh" Sahutku sambil mengangguk tanda paham. Aila tersenyum ke arahku lalu aku mengikutinya duduk diatas rerumputan.
Hening sesaat.
"Dim?"
Aku mendengar suara itu lagi, aku menoleh. Kali ini aku yakin aku tidak salah lagi. Aku pun menoleh dengan senyuman paling manis, karena aku yakin bahwa itu adalah suara Ara.
"Dimass" ucap Ara dengan nada khasnya.
"Kenapa sih, Ra?" tanyaku.
"Dasar jutek" gerutu Ara sambil mengerucutkan bibirnya. Aku tersenyum tipis ke arahnya.
"Dia siapa, Dim?" tanya Aila.
"Oh iya, ini....." belum sempat aku melanjutkan pembicaraan, Ara sudah lebih dulu mengenalkan dirinya sendiri.
"Aku Ara, temennya Dimas." ucap Ara sambil menyodorkan tangannya.
Aila menjabat tangan Ara dan berkata, "Aku Aila, temen sekolah Dimas dulu waktu di Jakarta. Sekarang aku pindah juga ke sekolah ini"
"Salam kenal, Aila." Jawab Ara sambil tersenyum.
"Salam kenal juga, Ara" sahut Aila.
Bel masuk pun berbunyi, mengakhiri perbincangan singkat kami. Aku dan Ara kembali ke kelas sedangkan Aila harus ke ruang kepala sekolah terlebih dahulu.
-----
Mata pelajaran jam pertama dikelasku kali ini adalah matematika, pelajaran berisi angka-angka yang biasanya dibenci tapi justru malah matematika adalah salah satu mata pelajaran yang membuatku jatuh cinta sendiri, dengan semua kerumitannya. Karena bagiku matematika menguji kesabaran dan ketelitian untuk dapat menyelesaikan satu soal saja biasanya memakan kertas banyak. Tapi percayalah, bila kita sudah menemukan jawabannya, itu menjadi kebahagiaan tersendiri.
"Assalamu'alaikum"
Perhatianku, pak Aldo (guru matematikaku kala itu) dan seluruh siswa dikelas teralihkan.
Sosok bertubuh gendut dengan kacamata yang menempel dihidungnya terlihat, sosok itu yang mengalihkan perhatian kami, namanya pak Ronald, dia wakil kepala sekolahku. Ia tersenyum pada pak Aldo lalu menghampiri pak Aldo dan berbisik-bisik, entah membicarakan apa, terlihat santai tapi penting dari sudut penglihatanku.
"Baiklah anak-anak, hari ini kita kedatangan teman baru dari Jakarta, silahkan masuk" seru pak Aldo dari depan meja guru.
Aku terdiam saat menatapnya.
"Selamat pagi semuanya, perkenalkan, nama saya Aila Calista Dewi. Saya biasa dipanggil Aila, saya pindahan dari Bandung, terimakasih"
"Oke, silahkan duduk Aila" jawab pak Aldo.
Aila tersenyum ke arahku, begitupula aku yang sejak tadi tersenyum ke arahnya. Aila memilih duduk disebelah kiriku.
"Hei" kataku.
Aila tersenyum.
"Ternyata kita sekelas ya?" kataku lagi.
Aila lagi-lagi tersenyum. Dan aku suka, aku sudah lama tidak melihat Aila tersenyum lama seperti itu. Perlu kalian ketahui, Aila adalah orang yang selalu menemaniku belajar, bermain dan hampir seluruh kegiatanku dulu aku selalu menghabiskan waktuku dengannya, sebelum aku mengenal Ara dan kota Bandung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta & Rahasia
RomanceAkan selalu ada hati yang tulus mencintai ketika kita sudah mengikhlaskan sesuatu yang pergi.