Bab 10

120 23 0
                                    

Sudah 3 minggu.

3 minggu Ara berpacaran dengan Rizki. 3 minggu sudah pula aku sakit hati dalam diamku. Memang, baik Ara maupun Rizki tidak ada yang tahu bagaimana hancurnya perasaanku. Kamu pasti ingin mengatakan jika aku seperti orang yang pengecut, bukan? Ya, aku memang pengecut, mencintai seorang perempuan yang sejak kecil bersamaku lalu merelakan perempuan itu untuk sepupuku sendiri, begitu saja.

Kutatap sebuah pulpen yang berada diatas buku bahasa inggrisku, lalu entah apa yang mendorongku untuk menulis,

Terimakasih Ra,

Kamu selalu berhasil membuat hidupku penuh warna selain hitam dan putih yang biasanya mewarnai hari-hariku. Aku sendiri tak mengerti kapan perasaan ini datang, ra. Yang jelas aku tidak ingin perasaan ini merusak hubungan persahabatan kita. Jika perasaan ini bisa merusak hubungan persahabatan kita, aku rela jika harus menghapusnya meski aku sendiri tidak tahu bagaimana caranya dan apakah aku bisa melakukannya?

Kamu pernah bertanya apa alasan aku hingga detik ini tidak pernah bercerita mengenai orang yang kusuka atau mengenalkan orang yang kusuka padamu, bukan? Jawabannya ada dikata pertama diparagraf kedua ini.

Tapi kini kamu lebih memilih dia dibanding aku. Iya, aku yang selama ini diam-diam menyukaimu sejak waktu yang aku sendiri tidak tahu kapan awalnya. Dan dia, yang berhasil membuatmu tersenyum bahagia dan berhasil pula membuatmu melewatkan menatap matahari terbit yang biasanya tak pernah mau kamu lewatkan walau aku bersamamu.

Kamu tahu, ra? Akan selalu ada hati yang patah dibalik dua hati yang sedang bersemi. Tapi tak apa, bahagiamu adalah bahagiaku juga meski tak bisa kupungkiri rasa sakitnya.

Dimas Rasendria

Selesai sudah.
Kalau kalian pikir bahwa laki-laki tidak pernah menuliskan isi hatinya pada selembar kertas dalam sebuah buku, kalian salah besar. 5 dari 10 laki-laki pasti pernah melakukan hal itu, apalagi jika mereka sedang merasakan patah hati, seperti yang kini sedang aku rasakan.

Aku segera menghentikan kegiatan menulis ini saat pintu kamarku terketuk. Belum sempat aku beranjak dari kursi meja belajarku, Rizki sudah lebih dulu masuk menghampiriku.

"Ada telfon dari Ibu kamu, Dim, diruang tamu...."ucap Rizki dengan santai.

Tanpa mempedulikan tulisan yang tadi sempat kutulis, aku segera menuju ke ruang tamu, tempat di mana Ibu menelpon dari Pekan baru.

----

Mendapat telepon dari Ibu membantuku melupakan rasa sakit hati ini sejenak. Seusainya, aku tak mengerti lagi. Beginikah rasanya menjadi orang yang patah hati?

Suara yang selama ini menjadi suara yang tak pernah asing bagiku terdengar, meskipun hanya mengucap 3 huruf seperti biasanya, yaitu "Dim".

Aku menoleh, terlihat Ara berdiri didepan pagar rumahku. "Kenapa Ra?" tanyaku memastikan.

"Rizkinya ada nggak?" Aku terdiam sejenak mendengar pertanyaan Ara. Ya, dia menanyakan Rizki dan bukan aku. Baiklah mungkin aku terlalu berlebihan tapi andai kamu mengerti keadaan hatiku yang saat ini hancur, Ra.

"Dimas Rasendria?" suaranya terdengar kembali.

"Ada, masuk aja" jawabku sesantai mungkin.

Ara tersenyum dan segera melangkah masuk.

"Kamu kenapa sih? Aku tanyain malah diem dulu? Kan aku cuma nanya Rizki ada apa nggak bukan nanya soal matematika?" sahut Ara.

Aku menciptakan senyumku, meski hanya terlihat seperti senyum paksa, aku sudah tidak peduli. Kutatap Ara yang kini sangat cantik dibalut make-up serta memakai dress berwarna pink peach membuatku akhirnya berkata, "I'm okay, cuma lagi ngantuk aja" Alasan klasik, dan untungnya berhasil membuat Ara tidak bertanya lebih jauh.

"Sayang, kamu udah siap?" ucap Rizki yang mendadak datang menghampiri kami.

"Udah, gapapa kan kalo aku nunggunya disini aja? Mamah lagi pergi, jadi dirumah gak ada orang." Jawab Ara.

"Yaudah, tunggu bentar ya, aku ambil jaket dulu" jawab Rizki yang disambut anggukan oleh Ara.

Diam. Hanya itu yang aku lakukan. Mengingat aku tidak bisa leluasa menjaga Ara seperti dulu karena kini Ara sudah menemukan penjaganya yang baru, penjaganya yang sepertinya bisa lebih baik saat menjaga Ara.

Cinta & RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang