"Raraswati Tyarani." Kata Bu Ina, wali kelas 4 SD Cempaka yang tengah mengabsen murid. "Raraswati Tyarani, hadir?" Ulang Bu Ina memastikan. Dilihatnya kursi Raras ternyata masih kosong.
"Raras lagi mandiin adeknya buu!" Sahut Tamara. Ia memang sekelas dengan Raras sejak kelas 1, namun entah mengapa mereka tidak ditakdirkan tuk menjadi teman.
"Adek? Bukannya Raras itu anak tunggal?" Tanya Bu Ina bingung.
"Adeknya itu ayam-ayamnya buuu ..!! Hahahahahaha." Jawab Tamara sambil tertawa menyebalkan. Diikuti tawa murid lainnya.
"Sudah-sudah tenang semuanya. Kalau begitu kita mulai saja pelajarannya ...,"
"Assalamualaikum ..!" Tiba-tiba Raras muncul tergesa-gesa. Ia segera menyalami Bu Ina. Tercium aroma yang khas dari baju Raras. Aroma 'adik-adiknya' yang berbulu.
"Waalaikumussalam, Raras, kamu kenapa terlambat?" Tanya Bu Ina.
"Anu .. Itu bu, anu ...,"
"Mandiin ayam!! Hahahahahaha." Celetuk Tamara. Semua murid kembali tertawa. Raras berusaha sabar. Ia kembali mengingat kata-kata Enyak, kalau orang sabar kuburannya lebar.
"Sudah-sudah tenang! Raras, kamu langsung duduk aja ya." Akhirnya Raras pun duduk di kursinya. Tamara melihatnya dengan tatapan tak suka.
"Baik, sekarang kita belajar tentang kehidupan hewan. Siapa yang punya hewan peliharaan, coba tunjuk tangan?" Bu Ina memulai pelajaran IPA seputar hewan. Raras paling suka pelajaran itu.
"Sayaa bu! Saya punya kucing anggora, lucuuu banget. Terus mahal harganya, bulunya halus dan cantik!" Kata Tamara dengan bangga. Gayanya benar-benar sok dan sombong. Terlebih lagi ia satu-satunya murid yang memakai rok diatas lutut, tak pakai kaus kaki pula. Pantas saja generasi muda saat ini tak karuan, jika bocah SD seusianya saja sudah punya bakat jadi cabe-cabean.
"Yap, bagus. Yang lain?" Bu Ina bertanya lagi.
"Sayaa bu! ... saya gak punya hewan yang mahal-mahal kok bu. Hewan yang saya punya pasti sering banget kita liat, tapi keberadaannya sering kita abaikan." Kata Raras.
Seisi kelas sudah tahu apa hewan peliharaan Raras, namun semuanya diam dan mendengarkannya seksama. Kecuali Tamara, yang menatapnya dengan penuh ejekkan.
"Saya punya banyak ayam di rumah. Kata Babeh, ayam-ayam itu warisan turun-temurun dari Engkong uyut. Ya .. Menurut orang lain ayam itu jorok dan kotor, tapi menurut saya ... ayam itu teman." Kata Raras dengan percaya diri. Seuntai senyuman terukir di bibir Bu Ina. Kemudian semuanya bertepuk tangan untuk Raras. Tentu saja tidak termasuk Tamara.
"Bagus Raras! Kamu memang penyayang binatang." Puji Bu Ina.
Raras merasa sudah menampar Tamara dengan kata-katanya barusan. Ia tersenyum lega.
🐣🐣🐣
Malam ini Raras mengerjakan PR-nya. Tak ketinggalan, ia mengajak anak ayam kesayangannya untuk menemaninya belajar. Babeh dan Enyak masih mengintai Raras dari balik pintu. Babeh yang sudah menguap berkali-kali pun mengajak Enyak tidur.
"Hooaahhhmm .. Enyak, udahh .. Raras kagak bakal macem-macem .. Die lagi belajar!" Bisik Babeh.
"Terus Babeh mau ape?"
"Mao berenang! Yailah gitu aje pake nanya, ye mao tidur lah!"
"Babeh kagak mau 'ituan' ..?" Enyak dengan malu-malu memberi kode.
"Ape lagi? Ituan ape?" Tanya Babeh tak mengerti.
"Ituan beh .. Anu .."
"Anu apaan!? Settdah!" Babeh mulai geregetan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perawan Ayam
Humor"Nyak, Richard kemane, yak? Daritadi kagak keliatan." "Tuuuh." Enyak menunjuk semangkok besar opor ayam yang tersaji di meja makan. "OH TIDAAAKKK ... RICHAAARRRDDD ..!!!!" ■■■ Siapa sangka juragan ayam yang tersohor dari Kampung Duren sampai ka...