Tahun 1188....
Sebuah desa kecil di Skotlandia bernama Tindell. Pagi hari telah tiba dan semua para penduduk melakukan rutinitas mereka. Tukang roti sudah menyiapkan bahan dagangannya di toko, bersiap akan serbuan para pelanggan. Tukang daging sudah memotong-motong daging untuk di jual. Para wanita berbondong mendatangi pasar membeli bahan makanan untuk keluarga mereka. Para pria menjual barang atau membeli bahan kebutuhan ladang mereka. Ada juga yang hanya sekedar melihat para gadis. Anak-anak berlarian di pasar dengan suara ceria mereka.
Ketika hari makin sibuk, seorang pria bernama Hugh berdiri di belakang rak. Ia menjual wol hasil ternak dombanya. Melayani pembeli dan tak lupa mengucapkan terima kasih saat transaksi selesai.
"Adelaide!!!"Tirai coklat yang ada di belakang kios kecil itu terbuka. Menampakkan sesosok gadis muda dengan rambut panjang berwarna coklat gelap. Mata hazelnya menatap seraya mendekat. "Ya, Ayah..."
Hugh tersenyum pada anak gadisnya. "Aku membutuhkan bantuanmu untuk membeli obat, untuk nenekmu..."Ujarnya seraya menyodorkan beberapa keping koin
"Baiklah..."Sahut Adelaide beranjak pergi.
"Addy...bagaimana luka di tanganmu?"
Adelaide melihat tangannya yang terluka akibat berkebun kemarin. "Sudah baikan, Ayah."
"Oke, sekarang, pergilah..."
Adelaide tersenyum lalu pergi mendatangi kios kecil dekat rumahnya. Ia masuk ke dalamnya. Melihat seorang pria berusia paruh baya sebagai pemiliknya.
"Hai Adelaide, selamat pagi,"
"Selamat pagi...."sahut Adelaide tersenyum.
"Bagaimana harimu?"
"Baik. Dan anda?"tanyanya tersenyum kecil.
"Baik juga. Jadi, ada bisa kubantu?"tanya pria baik hati dan ramah itu.
"Aku membutuhkan obat untuk nenek. Ia batuk-batuk dan agak demam."ujar Adelaide menerangkan sakit yang diderita nenek
Pria itu mendengarkan seraya mengangguk. "Baiklah, akan kusiapkan obat untuknya,"ujarnya seraya berjalan menuju rak di bagian belakang dan mengambil sebuah botol berisi cairan putih. "Berikan ini padanya dan semoga ia lekas sembuh"
Adelaide mengambil dengan tersenyum kecil dan membayarnya. "Terima kasih...."
Adelaide kembali berjalan keluar dengan botol di tangannya. Berharap obat itu akan menyembuhkan penyakit nenek. Adelaide tinggal di sebuah rumah kecil sederhana bersama nenek dan ayah. Ibunya telah meninggal saat ia masih kecil karena sakit. Ayah Adelaide memiliki ternak domba dan ia menjual wol hasil ternaknya kepada para penduduk.
"Selamat pagi, Adelaide,"sapa sebuah suara yang dikenalnya serta selalu ia hindari, Aron. Mata hitam pria itu menatap Adelaide dari kepala hingga kaki dan menyeringai. Membuat gadis itu tak nyaman. "Bagaimana pagi harimu?"
Adelaide menatapnya dengan tak suka. Ia menelan ludah. Pria yang lebih tua 25 tahun darinya ini memang selalu mengejar dirinya. Ia mengincar ternak ayah juga dirinya. Adelaide bersyukur ayahnya tak mengijinkan Aron memiliki ternak serta dirinya. Tapi hal itu seakan tak berpengaruh pada pria itu. Aron terus mengejarnya, selalu mencegatnya setiap mereka bertemu.
"Hai Aron. Mohon maaf aku tidak bisa lama. Aku harus segera pulang, permisi..."Ujar Adelaide seraya berjalan kembali."Hei kenapa kau selalu menghindari aku?"tanya Aron menyusulnya
"Oh apakah aku terlihat seperti itu? Maafkan aku, tapi saat ini aku sungguh harus pulang...."
"Kau tak akan bisa menghindari aku lagi jika nanti kita sudah menikah,"seru Aron dari belakang punggung Adelaide seraya tertawa licik.
Sesaat Adelaide terdiam dan dadanya terasa sesak. Ia memutar bola matanya dan memutuskan untuk berjalan kembali ketimbang meladeni Aron. Sesampainya di rumah, ia segera mendekati neneknya yang terbaring di ranjang sederhana. Ia membantu nenek duduk dan mendekatkan botol berisi obat ke mulutnya. "Minumlah, nek,"ujarnya seraya meminumkan pada neneknya yang terlihat lemah dan lebih pucat. Setelah selesai, Adelaide membaringkan neneknya kembali seraya mencium keningnya.
"Cepat sembuh, nek...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Love (Tamat)
Historical FictionHighest rank #2 at hisfic 13 Mei 2017 ❤ Hidup Adelaide berubah sejak desanya diserang oleh pasukan istana dan dirinya di bawa. Sang putri memilih dirinya untuk menjadi seorang pendamping. Ia mengira dirinya selamat. Tapi siapa sangka hal itu justru...