6

18.1K 1.3K 7
                                    

Keesokan paginya Adelaide terbangun dalam ranjang besar dan halusnya. Lalu matanya mengamati sekelilingnya dan teringat di mana ia saat ini. Adelaide bangun duduk. Hari masih subuh. Di luar masih gelap. Ia meraih jubah hangat dan memakainya. Melangkah ke arah jendela dan membukanya. Membiarkan udara pagi masuk menyapa dirinya. Ia menatap laut biru di kejauhan. Melihat matahari yang sudah mulai menampakkan diri. Ia Menarik napas, menghirup udara asin laut. Lalu ia membalikkan badan. Mengganti gaun tidurnya dengan gaun biru. Merapikan rambutnya

Ketika sudah selesai, ia berjalan keluar melewati banyak lorong dan tangga. Hingga ia tiba di depan pintu besar yang mengarah keluar. Di sana berdiri seorang pengawal yang menjaga pintu. Adelaide berdiri mendekat dalam diam

"Anda ingin saya bukakan pintunya, my lady?"

"Ya, tolong..."sahutnya. Pengawal mengangguk dan membukakan pintu. Ia melangkah keluar. Terus berjalan hingga berhenti di tepi jurang dan menatap laut. Ombak laut bergulung menyentuh batu karang di bawah. Ia mendongak menatap langit biru dan bersih. Merasakan belaian lembut angin pagi yang segar. Matanya menutup seraya mendengarkan suara ombak dan burung camar. Menikmati kesendiriannya hingga ia teringat pada ayah dan neneknya. Matanya terasa panas.

Mendadak sesuatu menyadarkan dirinya ketika sebuah suara menyapanya. "Tuan putri..."

Adelaide membuka mata dan menoleh. Melihat sosok William berdiri dengan senyum kecilnya. Ia meraih tepi gaun dan membungkuk hormat. "Yang Mulia..."

William berjalan hingga berhenti di hadapan Adelaide, membuatnya mundur selangkah. "Apa yang kaulakukan di sini? Apa kau ingin para pemberontak mengincar dan memburumu?"

Adelaide menunduk. Lalu kepalanya mendongak dengan senyum di mulutnya. "Kau membuat aku terdengar seperti babi hutan liar.."

"Oh maafkan aku, aku tak bermaksud demikian. Aku hanya mencemaskan para pemberontak di luar sana yang masih menginginkan kematianmu. Dan sangat berbahaya untuk berada di luar, terutama bila kau sendirian,"ujarnya dengan nada cemas dan tulus. Menatap Adelaide kembali hingga membuat wajah gadis itu merona dan hangat.

Adelaide menggigit bagian dalam mulutnya. Berpikir sesaat dan ia memberanikan diri bertanya, "Kenapa kau tidak mengatakan bahwa kau adalah calon raja saat kita berpisah? Kau membuatku percaya bahwa kau hanya orang asing yang bersedia menyelamatkan nyawaku."

"Aku hanya ingin mengetahui bagaimana reaksimu terhadap orang yang tidak memiliki kerabat atau hubungan dengan kerajaan. Aku mohon maaf atas itu..."

"Tidak perlu, aku pun mungkin akan melakukan hal yang sama, yang mulia..."

"Please, panggil aku William saja,"

"Dan kau bisa memanggilku Eugene,"

"Eugene..." William memanggilnya.

Adelaide mengangguk dan tersenyum. Menatapnya yang membalas tatapannya dengan lembut hingga membuat jantungnya berdebar dan sulit untuk bernapas. Angin bertiup kencang menyebabkan Adelaide gemetar kedinginan dan menyesal karena melupakan jubah hangatnya. William yang melihat Adelaide mendekap dirinya segera melepaskan jubah. Ia mendekat dan menyampirkan jubah di bahu Adelaide. Adelaide tertegun saat pria itu merapatkan tepi jubah di bagian depan gaunnya.
"Terima kasih. Tapi Apakah kau tidak akan kedinginan?"

"Tidak akan jika kita sudah masuk ke dalam,"ujarnya dengan suara merdu dan hangat. William menawarkan lengannya. Adelaide menatapnya sesaat lalu dengan perlahan Adelaide menyelipkan tangannya dalam lengan kekar William dan mereka berdua berjalan masuk ke dalam istana.

Ketika sudah tiba di dalam, Adelaide melepaskan tangannya dari dekapan lengan William. Sang pria sempat memperhatikannya namun ia tak berkata apapun. "Kapankah sarapan akan disiapkan?"

Unexpected Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang