Ellen menghentikan langkahnya ketika ia melihat sosok William yang tertidur dalam posisi duduk menyandar pada pintu kamar Adelaide. Ia menaruh nampan sarapan Adelaide, berlutut dan dengan lembut membangunkan William.
Mata William perlahan membuka. "Eugene?!"
"Bukan, ini saya, Yang Mulia,"sahut Ellen.
William menegakkan badan seraya menggoyangkan kepalanya. Lalu ia mendongak melihat pintu kamar Adelaide yang masih tertutup.
"Yang Mulia, kenapa anda tidur di sini?"
"Ellen, apakah Eugene membenciku?"tanya William dengan sorot mata sendu. Menatap Ellen dengan tatapan sedih.
Ellen mencoba menahan rasa gelinya. "Ia tidak mungkin membenci anda, Yang Mulia..."
"Apakah ia masih akan menjadi milikku? Apa aku sudah melakukan kesalahan? Tapi aku mencoba mengingatnya dan aku tak berhasil menemukan jawabannya..."
Ellen tersenyum kecil melihat William yang tampak seperti anak kecil. "Anda tidak melakukan kesalahan apapun, Yang Mulia. Eugene tetap akan ada di sampingmu dan menjadi milik anda."
"Tapi kenapa ia bersikap aneh?!"
"Anda harus mempertimbangkannya. Ia hanyalah gadis muda, yang akan menikah dengan pria yang belum lama dikenalnya dan akan membentuk masa depannya nanti. Jangan terlalu dipikirkan, Yang Mulia. Kalian berdua adalah pasangan yang serasi,"ujar Ellen.
William mengangguk dan beranjak berdiri. Ia membantu mengambilkan nampan dan memberikannya pada Ellen. Lalu ia beranjak pergi.
Ellen menatap kepergian William lalu menarik napas. Ia mengetuk pintu seraya berkata, "Selamat pagi, tuan putri. Ini aku, Ellen!"
Tak lama kemudian Ellen mendengar langkah kaki dari balik pintu. Pintu terbuka memperlihatkan sosok Adelaide dengan mata sembab dan wajah pucatnya. Ellen masuk seraya bergumam, "Halo, Adelaide..."
Adelaide tersenyum. "Senang rasanya mendengar namaku di sebut..."
Ellen meletakkan nampan di meja samping ranjang. "Waktunya sarapan..."
"Aku tak lapar, Ellen..."sahut Adelaide menutup pintu.
"Kau harus makan, Adelaide. Hari ini jadwalmu padat dan mengingat kau juga tidak makan malam kemarin!"
"Bagaimana aku bisa makan, Ellen? Aku bakal belum memberitahu jati diriku yang sebenarnya. Baginya, aku tetap Eugene..."isak Adelaide menyandarkan bahu pada tembok dan jatuh merosot. "Apa yang harus kulakukan?!"
Ellen mendesah. Ia mendekat. Memegang tangan Adelaide membantunya berdiri.
"Kita akan lakukan langkah demi langkah.... Dan pertama, kau harus makan dulu!" Ellen menarik Adelaide ke arah nampan berada dan menyuruhnya duduk lalu ia melangkah ke arah lemari dan membukanya.
Adelaide sedang mengunyah dengan pelan saat melihat Ellen mengambil sebuah gaun pengantin yang indah. Adelaide terpana menatap gaun indah itu. Ia tidak pernah melihat gaun seindah itu. Gaun itu memiliki warna putih gading dengan lengan menggantung dan detail indahnya. Dan bahannya, ia yakin terbuat dari bahan kain yang halus dan mahal.
Ellen segera mempersiapkan Adelaide. Setelah mandi dan rambutnya kering, Ellen merapikan rambutnya. Ia mengepang dan memutarnya hingga membentuk sanggul yang cantik. Beberapa helai rambut di biarkan nya tergerai bebas di leher jenjangnya. Lalu Ellen membantu Adelaide memakai gaun putihnya. Dan memakaikan sepatu putih. "Kau terlihat cantik!"seru Ellen senang.
Adelaide berputar dan menatap bayangan dirinya di cermin. Terpana akan pantulan dirinya. Ia benar-benar tampak seperti putri. Mendadak terdengar suara gendang di luar. Ia merasa jantungnya mencelos. Kepanikan mulai melanda dirinya ketika menyadari saatnya sudah dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Love (Tamat)
Historical FictionHighest rank #2 at hisfic 13 Mei 2017 ❤ Hidup Adelaide berubah sejak desanya diserang oleh pasukan istana dan dirinya di bawa. Sang putri memilih dirinya untuk menjadi seorang pendamping. Ia mengira dirinya selamat. Tapi siapa sangka hal itu justru...