11

14.4K 1.1K 6
                                    

Dua minggu berlalu. Adelaide menghabiskan waktunya dengan harapan dapat mengalihkan pikirannya dari William. Ia mengisi waktu dengan mengunjungi para penduduk yang di serang oleh para pemberontak. Membantu membuat rencana membangun kembali desa serta rumah para penduduk desa. Namun meski ia sudah menyibukkan dirinya, ia selalu teringat akan William. Dan biasanya kenangan serta rasa rindu selalu menyerang dirinya di malam hari, saat ia hanya sendirian di kamar yang gelap dan kosong.

Sore itu ia sedang duduk di kursi tahtanya. Menatap tangannya seraya kembali teringat akan William. Bertanya dalam hati sedang apakah gerangan dirinya. Apakah ia baik saja? Sejak kepergiannya, ia tidak pernah mendapat kabar dari William dan hal itu semakin membuatnya kesepian dan rindu padanya.

Mendadak pintu terbuka lebar. Menampakkan sosok ibu William masuk ke dalam dengan langkah anggun. Dan ia berlutut ketika sudah tiba di hadapan Adelaide. Adelaide segera berdiri dengan cepat, menghampiri dan meraih tangan Louise agar berdiri. "Kau tak perlu berlutut padaku, berdirilah..."

Louise berdiri seraya tersenyum kecil, "Aku harus berbicara denganmu.."

"Ya, ada apakah?"

Louise menatap ke mata Adelaide dan berbicara dengan nada pelan dan jelas. "Aku tahu bahwa kau adalah Adelaide, bukan Eugene, putri Skotlandia..."

Seketika Adelaide merasa tak tahu harus bagaimana. Mulutnya terbuka, mencoba mengatakan hal lain, tapi ia tak bisa. Adelaide bukan pembohong, dan ia tidak menyukai kebohongan. Airmata segera menetes jatuh di wajahnya. "B..ba...bagaimana kau bisa mengetahuinya?"

"Well, aku memiliki kesimpulan sendiri sejak kau datang. Kau terlalu baik dan ramah untuk seorang putri, karena aku pernah mendengar tentang Eugene dan kau tidak terlihat sepertinya. Dan tanganmu..."Ujar Louise seraya menunduk menatap ke arah tangan Adelaide. "Luka itu...aku tahu luka itu akibat peralatan berkebun. Dan seorang putri tidak mungkin melakukan pekerjaan seperti itu bukan?!"

Air mata mengali semakin deras. Adelaide berlutut di hadapan Louise. "Maafkan aku, My Lady, aku..." Adelaide tak bisa menyelesaikan perkataannya dan menutup wajah dengan tangannya.

Louise berlutut dan meraih tangan Adelaide dan menarik dari wajahnya. Lalu ia mengusap air mata di wajah Adelaide. Sorot matanya menatap dengan lembut.

"Jangan takut, Adelaide.."

"Jika kau tahu aku bukan putri yang asli, kenapa anda tidak membongkar rahasiaku?"

"Anakku jatuh cinta padamu. Dan aku bisa melihat kau pun jatuh cinta padanya. Aku pikir selama Skotlandia tahu bahwa putri mereka ada di sini, semua akan aman dan baik-baik saja."

"Maafkan aku..."

"Adelaide, kebahagiaan putraku adalah yang terpenting bagiku. Dan jika kau bisa membuatnya bahagia, tak masalah bagiku kau adalah Eugene yang asli atau bukan."

"Tapi aku berbohong pada putramu!"

"Ya, tapi kau hanya berbohong mengenai namamu, tidak dengan sikapmu, perlakuanmu dan yang terpenting adalah perasaanmu, Adelaide.."

"Tapi aku tetap merasa telah membohonginya. Hal ini selalu kupikirkan..."

"Apa kau mencintai William?"

"Lebih dari hidupku.."

"Maka jangan katakan apapun padanya."

"Tapi ia tidak akan tahu siapa aku.."

"Ia tahu siapa dirimu. Hal yang tidak ia tahu hanyalah namamu, selain itu kau tidak berbohong hal lainnya. Apa kau mengerti?"

"Ya..."

----

Malam hari saat Adelaide tidur. Mendadak sebuah tangan menutup mulut, menahan agar ia tidak berteriak. Lalu ia merasakan sebuah tangan mengangkat tubuhnya dan membawa ke arah jendela. Adelaide mencoba melawan tapi tenaga orang asing itu lebih kuat darinya. Orang asing itu menuruni balkon dengan menahan Adelaide. Ia mencoba menggigit tangan orang asing itu dan sejenak mulutnya bebas hingga ia bisa menjerit keras. Dengan segera ia mendengarkan suara gerakan dari dalam istana. Tiba di bawah, mulut Adelaide ditutup kain dan tubuhnya diikat lalu di dorong paksa naik ke atas punggung kuda. Dan ia di bawa pergi seraya mencoba meronta.

Setelah berkuda beberapa lama, ia tiba di sebuah gua. Orang itu menurunkan Adelaide dan membawanya ke dalam gua.

"Lepaskan aku!"pekiknya dengan nada panik.

Ketika sudah berada di dalam gua, Adelaide melihat sekelompok pemberontak berdiri di dalam. Dan ia melihat pria yang berdiri paling depan adalah Neville. Lalu ia dilepaskan ikatannya dan didorong hingga terjatuh. Mulutnya mengerang kesakitan saat tubuhnya terbentur tanah keras. Ia menarik napas dengan berat dan mencoba berdiri, berhadapan dengan para pemberontak itu.

"Yang Mulia..."sapa Neville dengan seringai licik dan mata tajamnya.

"Lepaskan aku!"

"Kita masih punya urusan yang belum selesai,"ujar salah seorang pria mengeluarkan sebilah pisau dari balik bajunya dan berjalan mendekat. "Kita harus bergerak cepat sebelum ia diselamatkan lagi."

"Tunggu!"Seru Adelaide mengulurkan tangan ke depan menahan gerakan pria itu. Tangannya gemetar tapi ia mencoba memberanikan diri. "Aku bisa mengatasi masalah kalian! Aku bisa memastikan tidak akan ada yang mengganggu kalian, keluarga kalian, desa kalian! Beri aku waktu untuk jelaskan!"

"Mari kita dengarkan dulu perkataan terakhirnya,"sahut Neville.

"Cepat lakukan!"seru pria lain.

Adelaide menatap Neville dan menelan ludah. "Pernikahan ini dilakukan untuk membantu penduduk Irlandia dan Skotlandia, kaum kita, termasuk para pemberontak..."

"Apa maksudmu?"

"Pernikahan ini di atur untuk menciptakan kedamaian antara Irlandia dan Skotlandia. Maka tidak akan ada lagi penyerangan yang dilakukan untuk menghancurkan desa dan mengambil orang sebagai budak..."

"Bagaimana kau bisa yakin?"

"Jika kau melepaskan aku, aku akan memegang kata-kataku. Akan kupastikan tidak akan ada lagi kekejaman, dan kau harus menghentikan tindakan kalian..."

Sebelum Neville mengatakan sesuatu, terdengar suara ribut dari arah luar gua. Neville mengeram dan menyuruh anak buahnya untuk segera melarikan diri. Adelaide mendesah lega melihat mereka semua lari ke dalam gua.

Lalu seorang prajurit istana datang berlari ke arahnya. "Yang Mulia, anda baik saja?"

"Ya, terima kasih..."

"Yang Mulia, kita harus segera kembali ke istana secepatnya!"

"Apa terjadi sesuatu?"tanya Adelaide panik.

"Yang Mulia Raja William telah kembali dan ia terluka."

Adelaide merasa panik saat mendengarnya. Ia segera keluar dan menaiki kuda yang sudah disiapkan prajurit lalu bergegas kembali ke istana sambil berdoa dalam hati.

Sesampainya di istana, ia segera berlari menuju kamarnya. Dibukanya pintu dengan suara keras dan melihat sosok suaminya terbaring dengan wajah pucat dan terpasang kain perban di bagian depan dadanya. Ia tidak menghiraukan kehadiran Louise serta tabib yang ada di dalam. Ia segera mendekati tepi ranjang dan memegang tangan William

"William, aku di sini...."

Louise berjalan dan berhenti di samping Adelaide. Wajahnya tampak pucat. Ia berlutut. "William terluka parah. Tapi tabib sudah mengobatinya dan kita hanya bisa melihat kelanjutannya. Ia akan mengalami demam dan setelah itu kita baru mengetahui apakah ia akan lebih baik atau tidak..."

❤️❤️❤️❤️
To be continue.....

Unexpected Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang