Namaku Dea, anak bungsu dari lima bersaudara. Anak dari Pak Tommy dan Ibu Sundari. Aku satu-satunya anak perempuan dirumah selain ibuku. Ayah begitu juga abang-abangku sangat protektif terhadapku.
Diusiaku yang akan menginjak umur dua puluh dua tahun, aku masih saja tidak diberi izin keluar rumah sendirian ataupun dengan teman-temanku. Kecuali, jika aku keluar dengan Budiman.
Budiman adalah tetangga depan rumahku. Dia anak pertama dari tiga bersaudara. Dia anaknya Pak Mamat dan Ibu Dina. Dan dia adalah orang kepercayaan Ayahku.
Budiman sudah mengenalku dari aku belum lahir, artinya saat aku lahir dia sudah berumur 6 tahun. Dia sebaya Norman abang pertamaku. Mereka bersahabat dan selalu menyatukan kekuatan agar aku tidak bisa pergi kemana-mana.
Maka dari itu aku membenci Budiman, tapi juga membutuhkannya jika aku ingin keluar bermain dengan temanku. Dan kebetulan atau bukan, aku dan Budiman satu rekan kerja di perusahaan minyak. Yah, walaupun dia sebagai atasanku.
Dan aku akan selalu terjebak dengannya. Sepanjang hari.
"Dea lo ntar malam dateng kan ke pestanya Pak Robi?" tanya Olla rekan satu mejaku.
"Ya, pasti gue dateng! gila aja pesta bos gue gak dateng. Pasti rugi," ucapku antusias.
"Dikasi gak sama abang-abang lo?" sindir Olla yang memang sudah hafal dengan kondisi keluargaku.
"Kalau ada Budiman semuanya pasti beres!" jawabku mantap.
"Tapi nih ye, Pak Budiman itu siapa lo sih Dee? Kemana-mana harus sama dia," tanya Maliq rekan sebrang mejaku. Kata Olla, Maliq itu naksir sama aku.
"Bodyguard gue!" jawabku yang membuat aku dan Olla tertawa. Kemudian tertawa kami berhenti akibat deheman kuat dari arah belakangku.
Disana sudah berdiri Budiman, dengan kemeja biru muda yang lengannya sudah digulungnya sampai ke lengan. Memperlihatkan lengan berototnya hasil olahraganya yang setiap tiga kali seminggu.
Dikantor, Budiman sangat disegani dan juga dikagumi ketampanannya oleh semua karyawati. Tapi, Budiman tetap lah Budiman dimataku. Budiman yang selalu merenggut kebebasanku.
"Dea, kamu keruangan saya sekarang!" perintahnya yang membuat aku berdecak kesal. Aku lagi asyik menggosip sudah diganggunya.
Dia berbalik kemudian berjalan keruangannya, diikuti olehku dari belakang dengan perasaan yang jengkel.
"Ada apa sih Bud?" tanyaku kesal, tanpa menambahkan embel-embel abang dinamanya.
"Abang Budiman. Yang sopan kamu sama yang lebih tua," katanya sambil menekankan kata abang yang membuat bibirku mencebik.
Lantas, tangan kanan Budiman sudah menjepit bibirku yang sedari tadi manyun, "udah gede masih aja suka manyun."
"Ihh Budbud!" aku menepis tangannya di bibirku. Dia tertawa puas setelah menggodaku.
Beginilah dia jika didepanku, suka menggoda, jahil dan selalu menganggapku seperti anak-anak. Sama halnya dengan keluargaku juga.
"Ada apa?" tanyaku sudah tidak sabaran ingin segera keluar dari ruangannya.
"Kita nanti malam disuruh Ibumu kerumah Kakek," katanya terlihat santai. Tapi lain denganku. Aku membulatkan mataku.
"Ih, mau ngapain kerumah Kakek bang? aku gak bisa nanti malam itu ada pesta Pak Robi!" protesku begitu mendengar ucapannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dia adalah Budimanku (Complete)
ChickLitNamaku Dea, anak bungsu dari lima bersaudara. Anak dari Pak Tommy dan Ibu Sundari. Aku satu-satunya anak perempuan dirumah selain ibuku. Ayah begitu juga abang-abangku sangat protektif terhadapku. Diusiaku yang akan menginjak umur dua puluh dua tah...