Rahasia Budiman

512 44 7
                                    


Malam ini adalah malam lamaranku. Seluruh keluargaku dari pihak Alm. Ayah dan Ibu menghadiri lamaranku. Sejak aku pulang kerja tadi sore, mereka sudah sibuk mempersiapkan acara lamaran.

Aku menyapa Bunda yang sedang memandorin Abdul dan Anwar mengangkat sofa ruang tamu dan membentangkan karpet permadani kemudian aku masuk kedalam kamarku untuk membersihkan diri.

Setelah selesai, aku keluar dan mencari Ibuku. Namun, aku tidak menemukan Ibu dimanapun.

"Bang, Ibu dimana?" tanyaku kepada Abdul yang sudah rapih dengan baju batiknya.

"Enggak tau Dee, ada apa?" tanyanya balik kepadaku.

"Enggak papa."

Aku berjalan kedapur, menemukan istri Norman yang sedang hamil tua, dua bulan lagi aku akan mempunyai keponakan.

"Kak, liat Ibu enggak?"

"Kayaknya tadi Ibu ada di atas deh sama Budiman," jawab Kakak iparku yang membuatku sedikit bingung.

Ngapain Ibu sama Budiman?

Aku segera naik keatas menuju ruang santai. Disana aku dapat melihat Ibu sedang berbicara dengan Budiman.

"–kamu yakin Bud?"

Suara Ibuku membuat langkahku seketika berhenti. Entah kenapa aku langsung bersembunyi dibalik dinding yang memisahkan ruang santai dengan lorong menuju kamar mandi.

Aku mengintip dibalik dinding dan menajamkan pendengaranku.

"Yakin apa, Bu? tentang Dee?" suara Budiman terdengar tenang ditelingaku. Tapi aku tidak bisa melihat ekspresi wajahnya. Dia membelakangiku.

"Iya, Ibu sebenarnya mau kamu yang jadi suami Dee."

Ucapan Ibuku seketika membuatku marah. Kenapa semua orang tidak menyukai aku menikah dengan Jefri? kenapa mereka tidak bisa menghargai keputusanku?

"Bu, ini semua adalah keputusan Dee. Aku enggak bisa melarangnya. Lagipula, Jefri pria yang baik. Aku enggak bisa memisahkan orang yang saling cinta demi keegoisanku sendiri."

Aku tersenyum ketika mendengar ucapan Budiman. Dia benar. Ini adalah keputusanku.

"Tapi, kamu cinta dengan Dee."

Senyumku lenyap. Waktu seperti berhenti. Seluruh oksigen disekitarku seketika lenyap. Aku hampir saja kehilangan keseimbangan dan jatuh.

"Bu, ini bukan tentang aku tapi tentang Dee."

"Yaudah, Ibu ngerti. Kamu ternyata sudah mengambil keputusan yang berat."

Saat ini, aku sangat ingin keluar dari persembunyianku. Tapi gagal karena Norman tiba-tiba datang dan memukul wajah Budiman. Ibu memekik saat melihat Norman memukul Budiman dengan keras.

Ternyata bukan hanya aku yang mendengarkan diam-diam pembicaraan antara Ibuku dan Budiman. Ternyata disana juga ada Norman.

"LO PENGECUT! GUE ENGGAK PERNAH NGELIAT ELO SEPENGECUT INI! LO BILANG LO ENGGAK MAU EGOIS MIKIRIN DIRI LO SENDIRI? JADI SELAMA INI LO ANGGAP DIRI LO APAAN? HAAA?!!" teriak Norman kepada Budiman yang aku lihat sudah terduduk dilantai. Dia mengelap darah di bibirnya yang sobek.

Dia adalah Budimanku (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang