Aku, Jarak dan Budiman

500 44 2
                                    


Setelah sore itu, aku dan Budiman memiliki jarak yang tidak terlihat. Walaupun jawabanku untuk memintanya tetap tinggal. Namun, ada jarak yang telah terbentang diantara kami. Dan kami sama-sama tahu hal itu.

Sekarang kami sudah berada di makam Ayah. Hari ini adalah hari kematian Ayah bertepatan dengan hari lahirku. Aku dan keluargaku beserta Jefri dan Budiman mengirim doa kepada Ayah.

Setelah selesai kami kemudian pulang, tapi Budiman memilih tetap tinggal lebih lama yang membuatku penasaran kenapa dia bersikap seperti itu.

"Masalah kamu dengan Budiman udah kelar Dee?" kata Jefri saat aku masih memandang Budiman dari kejauhan. Wajahnya sangat tenang, membuatku sedikit khawatir dengan ketenangannya. Dia maupun Budiman terlihat tenang dan biasa saja. Tidak ada tatapan permusuhan atau tidak ada rasa takut, seperti mereka menginginkan aku yang memutuskan semuanya.

"Enggak ada masalah yang rumit sih, tapi udah kelar juga," kataku. Aku tersenyum hangat yang membuatnya tersenyum juga. "Kamu hari ini mau memberitahu Ibu kan?" kataku lagi saat dia sudah menggandeng tanganku berjalan menuju mobilnya.

Dia menatapku sebentar, "kamu yakin kan sama aku?"

"Ya-yakin," jawabku terlihat ragu, tapi aku bisa menutupinya.

----

Dirumah, aku dan Jefri sudah duduk didepan Ibu dan Abang-abangku. Dia juga sudah mengatakan niat baiknya kepada Ibu dan abang-abangku.

Awalnya Ibu terlihat ragu dan tidak ingin memberikan jawabannya. Namun, entah kenapa Ibu berubah pikiran dan Ibu memberikan restunya yang langsung di bantah oleh Norman dan juga Chairul. Aku tidak tahu Chairul yang selalu dipihakku, sekarang menusukku.

"Aku enggak perlu persetujuan kalian, aku hanya butuh persetujuan Ibu!" kataku saat mereka menolak mentah-mentah Jefri didepan wajahnya.

"Kamu itu adik aku, yang menikahi kamu itu aku. Aku anak tertua dirumah ini!" ucap Norman terdengar seperti mengancam.

"Masih ada bang Anwar dan Abdul yang bisa menikahi aku!"

"Aku masih waras dan masih hidup! pernikahan enggak bakalan sah!" kata Norman lagi yang membuatku berpikir keras.

"Aku bisa meminta wali hakim!" kataku kemudian yang membuat mereka semua tercengang.

"Kamu pikir meminta wali hakim kalau enggak ada persetujuan dari keluarga bisa? pernikahan ini bukan melibatkan kamu dan Jefri aja tapi melibatkan dua keluarga!" katanya yang membuatku terdiam.

"Bang, Saya mau tau satu alasan kenapa abang enggak menyetujui Saya menikah dengan Dee?" kata Jefri saat aku sudah diam. Aku melihat Jefri menatap lurus Norman tanpa rasa takut.

Norman menatap tajam Jefri dan mencoba mengintimidasinya. Namun, gagal karena Jefri adalah orang yang tidak gampang dipengaruhi.

"Aku enggak suka kalau kamu yang menikahi adikku!" kata Norman sinis kepada Jefri. Aku merasakan tangannya meremasku dengan kuat.

"Apa yang harus Saya lakukan agar abang suka dengan saya?" tanya Jefri lagi dengan tenang.

"Aku enggak bakalan pernah suka sama kamu!" tunjuk Norman kepada Jefri.

Aku, Ibu dan abang-abangku yang lain hanya diam. Aku tidak percaya Norman bisa se-gila itu. Tapi, yang lebih aku tidak percaya lagi saat aku mendengar Jefri tertawa sinis.

Dia adalah Budimanku (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang